PARA sponsor yang ada hubungan dnan dunia balap kendaraan
bermotor tak lagi seroyal dulu. Untuk Grand Prix XVIII pekan
lalu, misalnya, hanya perakit mobil Toyota yang berani
menyumbang. "Hal ini tidak terlepas daripada situasi moneter
dewasa ini," kata Ketua Panitia Penyelenggara, drs. Slamet
Soekardi. Ia tak lupa membeberkan bahwa pemasukan dari sponsor
tahun 1975 berjumlah Rp 21 juta, tapi kini Rp 5 juta saja.
Tapi Grand Prix ini yang diselenggarakan di sirkuit Ancol,
Jakarta, ternyata juga tidak tepat waktunya bagi pihak sponsor.
Misalnya, bagi PT Padajadi Corporation Ltd, penyalur minyak
pelumas TMT dengan konsumen utama instansi 'non swasta'. Jada
Kuswara, penasihat teknik perusahaan itu menyebut Desember
adalah saat yang kurang kena untuk melancarkan promosi. Ia
berpedoman pada permulaan tahun anggaran, April, di instansi
pemerintah.
Tak hanya itu. Juda juga mengeritik cara kerja panitia. "Sponsor
utama kadang-kadang tidak mendapat tempat yang layak untuk
pemasangan spanduk atau bendera," katanya. TMT pernah
mensponsori Sunday Afternoon Race, Tugu Muda Race, Enduro Race,
dan terakhir Trans Sumatera Rally 1979 yang ditunda
pelaksanaannya. Ia menambahkan bahwa selama ini hasil promosi
yang diperolehnya dari arena balap masih seimbang dengan biaya,
Namun dari arena balap efek promosi ditaksirnya cuma 20%.
Sisanya diperoleh dari kontak langsung dengan konsumen.
Misalnya, melalui pameran kendaraan bermotor.
Bambang Widagdo dari PT Tjipta Niaga, penyalur minyak pelumas
Valvoline juga mengritik cara kerja panitia yang berhubungan
dengan soal promosi seperti yang dikemukakan Juda.
Pengeluarannya untuk Grand Prix sekali ini karena penundaan
Trans Sumatera Rally, tak bisa banyak. PT Tjipta Niaga
mengeluarkan Rp 3 juta untuk mensponsori Trans Sumatera Rally,
dibandingkan dengan sponsor utama TMT yang menanamkan uang
sebesar Rp 15 juta. "Secara bisnis penundaan memang merugikan,"
kata Juda.
Trans Sumatera Rally ditunda atas instruksi Menteri Perhubungan.
Sebagai penggantinya bagi sponsor, Maret depan kan
diselenggarakan ASEAN Rally.
Beda dengan perusahaan lain, perakit motor seperti Yamaha,
Suzuki dan Honda masih antusias. Apalagi nomor perlombaan motor
di Grand Prix Indonesia masuk kalender Federasi Motor
Internasional (FIM). "Masing-masing perakit itu menyumbang Rp 1
juta," kata Sekjen Panitia Penyelenggara, Mochtar Latief.
Peserta asing berkurang, menurut Mochtar, karena acara Grand
Prix Indonesia berdekatan waktunya dengan kejuaraan
internasional, baik di Australia maupun di Daytona, Amerika
Serikat, terutama menyangkut pembalap motor. "Pembalap mobil,
saya tidak tahu," lanjutnya.
Persoalan yang dihadapi Ikatan Motor Indonesia (IMI) bukan itu
saja. Tokoh balap, Pontjo Soetowo, melihat ke-engurusan
sekarang kurang lincah. "Untuk mengatasi itu akan dibentuk
Komisi Olahraga IMI yang nanti mengorganisir semua kegiatan,"
kata Slamet Soekardi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini