BISA dimengerti bila Direktur Utama Pertamina, Piet Haryono,
menjadi sibuk sesaat setelah tiba di New York 13 Desember yang
lalu, dalam perjalanannya ke sidang OPEC di Caracas. Soalnya, 4
hari sebelum sidang itu dimulai meledak berita di koran-koran
New York bahwa Arab Saudi dan 3 produsen minyak lainnya -- Uni
Emirat Arab, Qatar dan Venezuela -- telah menaikkan harga minyak
sebesar 33%.
Pengumuman yang tiba-tiba dilontarkan Menteri Minyak Arab Saudi
Sheik Zaki Yamani itu tentu saja membikin kaget banyak pihak.
Karena selama ini, Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar
di dunia adalah yang paling giih mempertahankan harga minyak
pada patokan batas terendah. Yaitu $ 18 per barrel. Bahkan tak
seorang pun bisa menduga bahwa negeri minyak yang menjadi
andalan impor Amerika Serikat itu, sontak memasang harga patokan
jenis Arabian Ligbt Crude menjadi $ 24 per barrel. Melampaui
harga seluruh jenis minyak Indonesia yang seragam yang berharga
$ 23,50. Menurut Yamani kenaikan ini bertujuan untuk
menstabilkan harga-harga minyak yang kacau itu.
Pagi-pagi 14 Desember, Piet segera menghubungi Jakarta. Melalui
telepon dia meminta Soedarno, Direktur Umum Pertamina, untuk
merundingkan kenaikan minyak ini dengan Menkeu Ali Wardhana.
Bisa dipastikan sebuah interlokal juga diterima Menteri
Pertambangan Dr. Subroto yang masih berada di Selandia Baru,
memenuhi undangan meninjau proyek panas bumi. "Wah bisa
diketawain kita kalau tak cepat menaikkan harga," kata Piet
Haryono yang menginap di Hotel Waldorf Astoria, New York pada
Fikri Jufri dari TEMPO.
Benar juga bahwa harga $ 24 per barrel adalah harga patokan
untuk Arabian Light Crude yang diusulkan para anggota Komisi
Ekonomi OPEC (ECB) dalam sidang di Wina bulan lalu. Supaya bisa
dicapai dalam sidang OPEC di Caracas. Sedang harga patokan $ 18
itu menurut ECB sudah bernilai US$ 22,50 per barrel untuk
penjualan kontrak.
Sedang harga baru minyak Indonesia diungkapkan Menteri Subroto
beberapa jam setibanya dia di Caracas, Minggu lalu. Sembari
melirik jam tangannya Subroto yang tak lupa mengenakan dasi
kupu, berkata lancar: "Sudah empat jam ini berlaku harga minyak
baru di Indonesia." Kepada para wartawan yang memenuhi Press
Centre Hotel Tamanaco -- yang juga menjadi tempat persidangan
OPEC -- Subroto mengungkapkan bahwa Indonesia juga melepaskan
sistem 2 harga yang selama ini dianut C.
Rakus
Dengan kembali ke sistem satu harga ini, patokan harga minas
crude akan ditambah dengan differentials (pungutan khusus).
Adapun harga jenis Minas atau Sumatran Light yang sebagian besar
diprodusir oleh ladang-ladang minyak Caltex di Sumatera sejak 17
Desember berharga $ 25,50 per barrel. Paling rendah adalah jenis
Klamono dengan harga $ 24 per barrel, sedang yang paling tinggi
adalah jenis Katappa, Arjuna dan Bekapai masing-masing mencapai
$ 27,90 per barrel.
Tapi kenaikan harga ini mungkin akan berlaku sementara. "Itu
tergantung kepada sidang OPEC yang sedang berlangsung," kata
Soedarno, ketika diinterpiu TEMPO melalui telepon Senin malam
lalu. Karena menurut dia kenaikan yang baru ini sekedar
menyesuaikan, sedang untuk harga baru pada tahun 1980 masih
menunggu hasil sidang OPEC yang berakhir Rabu pekan ini.
Namun sebuah sumber memperkirakan bahwa usul Iran, Libya dan
Aljazair -- merupakan kelompok keras di OPEC -- untuk menaikkan
harga minyak sampai dengan $ 30 per barrel tampaknya akan
berhasil. Dan Indonesia, seperti dikatakan Soedarno tentu akan
mengambil sikap tengah.
Yang jelas dari kenaikan baru ini Indonesia akan mendapat
'bonus' lagi. Untuk kenaikan yang hanya berlaku « bulan, sampai
Januari '80, tambahan yang akan masuk lumayan juga. "Sekitar US$
25 juta," kata Wijarso, Dirjen Migas yang juga menyertai
rombongan Subroto ke Caracas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini