Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Suap, suap, lagi-lagi suap

Kesebelasan persebaya surabaya bergelimangan uang hasil sumbangan donatur. psms & persib dilanda ribut suap. tppms sibuk melakukan penyidikan. dua nama biang suap diungkapkan oleh amran ys.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RESTORAN Mahkota di Jalan Taman Ade Irma Suryani Nasution, Surabaya, Sabtu malam pekan lalu hampir meledak dijejali sekitar 750 tamu. Inilah hajatan kemenangan Persebaya setelah menjuarai kompetisi DivisiUtama PSSI Perserikatan 1987/1988, yang berakhir bulan lalu di Jakarta. Tampak hadir Gubernur Jawa Timur Wahono, Wagub Trimarjono, Wali Kota Surabaya Poernomo Kasidi, Ketua DPD Golkar Moch. Said, dan sejumlah pengusaha Surabaya. Pesta itu diramaikan pula oleh sejumlah artis seperti penyanyi Atiek C.B., Nola Tilaar, Eddy Silitonga, dan pelawak Malang Kwartet S. "Bapak-Bapak kami undang kemari tentunya, ya, tidak hanya untuk makan-makan saja. Tapi, ya, harus siap digerogoti . .." kata tokoh Golkar Moch. Said yang dikenal suka berbicara ceplas-ceplos. Tentu saja, ucapan yang bernada "todongan" kepada sejumlah pengusaha Surabaya itu mendapat tepukan riuh dari para pemain Persebaya yang hadir malam itu. Gayung pun bersambut. Para pengusaha kakap yang hadir seperti tersihir untuk merogoh sakunya dalam-dalam. Sumbangan sebesar Rp 67 juta terkumpul dalam pesta yang hanya berlangsung satu setengah jam itu. Ini masih ditambah dengan 15 unit rumah tipe 54 berikut fasilitas listrik, air minum, dan pagar kelilin. Itulah cerita nasib baik yang menimpa pemain-pemain Persebaya yang sedang meloncer terang. Tapi bagaimana dengan nasib kesebelasan lainnya? Buat Persib Bandung dan PSMS Medan, nasib mereka bak sudah jatuh tertimpa tangga pula: soal suap ditiupkan ramai-ramai oleh pengurusnya masing-masing untuk menuding pemainnya yang gagal itu. Selasa pekan lalu kubu Bandung melayangkan surat resmi kepada PSSI seputar isu suap. Isi surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum Persib - yang juga Wali Kota Bandung - Ateng Wahyudi itu meminta kepada TPPMS (Tim Penanggulangan dan Pemberantasan Masalah Suap) untuk segera menangani masalah ini dan memberikan semacam petunjuk untuk menyelesaikan isu suap yang berkembang itu. "Saya tadinya menunggu kejujuran pemain. Namun, tak kunjung datang sehingga saya minta bantuan TPPMS," tutur Ateng Wahyudi. Selang dua hari kemudian, KetuaBidang Pembinaan Tim PSMS Amran Ys. tak ketinggalan menghadap Ketua TPPMS Acub Zainal, melaporkan perihal yang sama. "Bukan saja pemain PSMS yang kena suap, tetapi pemain dari kesebelasan lain juga sudah terkena. Tak terkecuali pemain nasional," tutur Amran. Tak cuma itu, ia juga menyeret dua nama yang ditudingnya sebagai cukong suap. Kedua biang suap itu adalah Herman dari Jakarta dan Eddy alias Alin dari Medan. "Saya tidak keberatan sama sekali jika kedua oknum itu merasa namanya dicemarkan, lalu menuntut saya ke pengadilan. Itu lebih baik. Saya siap membeberkan keterkaitan mereka dalam kasus suap," tutur Amran menantang. Maka, tak heran jadinya kalau TPPMS pun tampak jadi ekstrasibuk belakangan ini - setelah lama tak terdengar kegiatannya. Sejak Senin pekan ini anggota TPPMS melakukan penyidikan lewat sejumlah pengurus dan pemain Persib di Bandung. "Kami datang tidak dengan tangan kosong, tapi membawa berkas-berkas pemain yang dicurigai terkena suap," kata Mursanto, salah seorang anggota TPPMS, tanpa mau merinci lebih lanjut. Sebelum ini memang santer terdengar ada empat pemain Persib - Adjat Sudradjat Sukowijono, Iwan Sunarya, dan Robby Darwis - yang diduga keras terserempet kasus tercela itu. Betulkah mereka disuap? "Itu cuma isu. Seenaknya saja mereka menuduh. Pemain yang dikambinghitamkan dan pengurus enak-enak mencuci tangan," kata Sukowijono. "Berani sumpah. Bertemu dengan tukang- suap pun saya belum pernah, apalagi berhubungan dengan mereka," kata Adjat membantah. Iwan Sunarya juga menolak tuduhan itu. "Nyawa pun akan saya berikan sebigai taruhannya kalau saya terlibat suap," tuturnya menantang. "Tapi herannya, seperti yang lalu-lalu, mereka tak bisa membuktikannya." Seperti biasanya, tuduhan suap memang selalu terbentur pada masalah yang satu itu. Apalagi upaya memberantas suap ini lazimnya berakhir dengan pemam sebagai korban. Untuk menghindari itu, Amran Ys. tampaknya sudah siap dengancara pembuktian tanpa mengorbankan pemain. "Saya tak mau jadi pahlawan di atas bangkai pemain," katanya. Dalam pertemuannya dengan TPPMS ia mendesakkan kembali idenya agar membongkar penyuapan lewat pengakuan para pemain yang kemudian diampuni atau diputihkan (TEMPO, 2 April 1988). "Bila kesaksian pemain dibutuhkan, saya siap menghadirkan mereka, asal PSSI menjamin bahwa mereka tak ditindak, tapi dihargai karena menyelamatkan sepak bola nasional," ujar Amran. Agaknya, tuntutan Amran itu sulit diterima ketua TPPMS Acub Zainal. "Itu namanya dagang. Kalau pemain buka mulut dan minta jaminan dilindungi, sebaiknya enggak usah ngomong. Diam saja, sebagai orang pengecut," kata Acub bersungut-sungut. "Kalau toh nantinya TPPMS memberikan pengampunan, itu soal lain," tambahnya. Di sisi lain, prakarsa Amran itu mendapat tanggapan positif dari anak buahnya. "Saya siap sebagai saksi," tutur Zulkarnaen Lubis, salah seorang PSMS yang pernah memperkuat tim nasional. Rahman Gurning, bekas kapten PSMS yang kini sedang menjalani skors 5 tahun, juga siap membantu. Praktek suap yang pernah dilakukan Herman dibenarkan oleh Rahman. Ia teringat pernah berjumpa dengannya dua tahun yang silam. "Orangnya berusia sekitar 27 tahun dan berwajah kewanita-wanitaan. Orangnya manis," tambahnya. Si orang manis ternyata sudah tak asing lagi bagi kalangan pengurus PSSI. "Namanya sudah ada dalam file TPPMS," kata Acub Zainal. Ketua PSSI Bidang Persetikatan Wahab Abdi juga sudah kenal Herman sejak dua tahun yang silam, di arena Asian Games di Kwang Ju, Kor-Sel. Bahkan tokoh yang dtuduh penyuap itu juga diketahui sebagai pembina salah satu klub anggota divisi II Persija Selatan. Ironisnya, tim PSSI yang berlaga di SEA Games Jakarta tahun silam pernah disokong kostum oleh Herman. Hal itu dibenarkan oleh Sekum PSSI Nugraha Besoes. "Pak, saya mau ngasih kostum buat PSSI. Saya lihat anak-anak betul-betul berjuang," begitu tutur Herman, yang ditirukan Nugraha. Ternyata, kostum pemberian itu tak membawa sial. Untuk pertama kalinya PSSI akhirnya bisa keluar sebagai juara SEA Games. Tapi Nugraha mengelak tuduhan bahwa ia "ada main" dengan Herman. "Saya pernah mengancam dia, kalau suka main suap akan saya gasak," cerita Nugraha, yang juga anggota MPR/DPR dari F-KP itu. Orang yang dimaksud itu memang kini tak pernah lagi gentayangan di kantor PSSI. Praktek yang nyaris dikategorikan suap juga pernah dilakukan manajer tim Persebaya tahun lalu. Itu terungkap di Medan gara-gara sebuah surat berisi pertanggungjawaban manajer tim Persebaya - ketika itu Mohammad Barmen - kepada pengurus tertanggal 15 Maret 1987. Pada pos pengeluaran nomor 61 tertulis: "Biaya rupa-rupa team Persipura" sebesar Rp 1 juta. Dan pada pos pengeluaran nomor 111 tertulis: "Bantuan Transportasi Team Medan" sebesar Rp 1,5 juta. Betulkah tim Medan memperoleh bantuan itu? Amran, yang tahun lalu menjadi manajer tim PSMS di babak 6 Besar, masygul mendengar tuduhan itu. "Soal itu sudah dirapatkan. Di PSMS sendiri soal ini menimbulkan hal yang tak enak. Para pemain dan pengurus bisa saling mencurigai, siapa yang menerima Rp 1,5 juta itu," kata Amran. Ia sendiri tak tahu-menahu soal bantuan itu, apalagi menerima Rp 1,5 juta. Perihal ini pun sudah dilaporkannya kepada TPPMS. "Biar jelas uang itu sebenarnya untuk apa dan diberikan kepada siapa," katanya lagi. Sementara itu, Persebaya tampaknya tak antusias menjelaskan perihal itu. "No comment. Tanyakan itu pada Moh. Barmen, yang menjadi manajer tahun lalu. Pokoknya, di masa kepengurusan saya, saya berani menjamin tak ada suap-menyuap itu," kata Agil Haji Ali, Wakil Ketua Bidang Umum dan Pembinaan Persebaya. Barmen sendiri ketika dihubungi TEMPO mengelak untuk menjawab dan "mempingpongkan" soal itu kepada rekan pengurusnya yang lain. Tampaknya, soalnya kini terpulang pada TPPMS: apakah mereka bakal menggebrak atau cuma - seperti yang sudah-sudah mengambangkan kasus suap ini dengan dalih "tak cukup bukti". Padahal, bola sudah menggelinding mendekati kotak penalti, sedang gawang pembuktian sudah menganga di depan mata. Ahmed K.S., Bachtiar A. (Jakarta), Sarluhut N. (Medan), Wahyu M. (Surabaya), dan Riza S. (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus