RONNY Pasla muncul kembali di gawang Indonesia Muda Galatama. Ia
berusaha keras mengubur dalam-dalam peristiwa penyogokan yang
mengakibatkan dia menggantung sepatu bola hampir 7 bulan.
"Sudahlah, jangan ungkit-ungkit kejadian yang lalu," katanya
dengan nada menyesal. "Kita mulai saja babak baru dengan
Galatama."
Ada suasana baru dalam kompetisi Galatama yang dia rasakan.
"Dalam permainan faktor disiplin kini menonjol," kata kiper
nasional yang berusia 31 tahun ini. "Misalnya, taat pada
keputusan wasit, meski keputusan itu bertentangan dengan
pendapat publik." Di samping itu ayah dari 3 orang anak itu
mengingatkan juga faktor pribadi seorang pemain Galatama. "Ia
langsung tersangkut dengan kesebelasannya yang sedang
bertanding. Jika ia dikeluarkan wasit, bisa terjadi pemotongan
gaji. Dan jika klubnya kalah karena perbuatan tercela itu, bisa
mengurangi popularitas para penggemarnya."
Tumbuhnya tanggungjawab semacam ini menurut Ronny mulai terlihat
sekalipun pada langkah awal Galatama. Oleh karena itu ia
berharap, pimpinan PSSI harus menimpali dengan program yang
mantap juga. Apa itu? "Misalnya kalau sekali program kompetisi
sudah dijadwalkan, janganlah dirubah di tengah jalan."
la melihat juga masalah transfer pemain dari luar negeri sebagai
gejala yang baik bagi persepakbolaan nasional. "Kalau ada
pengertian transfer teknologi di bidang lain, mengapa tidak
boleh berlaku transfer ketrampilan di bidang sepakbola?" tanya
Ronny. "Kita dapat belajar dan menyesuaikan diri dengan cara si
bule itu bermain bola. Dalam benturan badan kita perlu
membiasakan diri bertabrakan dengan standard fisik mereka. "
ISWADI IDRIS berulangtahun ke-31 pada tanggal 18 Maret 1979.
Itulah sebabnya kemenangan Jayakarta dalam pertandingan
pembukaan lawan Warna Agung 2-0 sehari sebelumnya, "merupakan
hadiah ulang tahun yang berharga bagi saya," seperti ucap
bintang Jayakarta itu.
Iswadi ayah dari seorang anak, bukan orang baru bagi sepakbola
bayaran. Pemain kelahiran Aceh ini pernah dikontrak klub Western
Suburb Australia. Klub ini masih berstatus semi-prof. Tapi dari
penghasilan dua musim sepakbola di negeri Kangaroo itu -- dari
Maret s/d Oktober 1974 dan Maret s/d Oktober 1975 -- Iswadi
mengaku "cukup untuk membeli rumah yang saya tempati sekarang."
Rumah itu di kompleks perumahan Cipinang Kebembem Jakarta Timur.
Iswadi kini dianggap orang kedua di Jayakarta setelah drs Frans
Hutasoit, Ketua Ps Jayakarta. Ia ikut menentukan roda organisasi
dan permainan di lapang an. Statusnya karyawan di Niac Jaya. Ia
tidak mau menerangkan berapa honor yang dia terima dari
Jayakarta maupun dari Niac Jaya. Tapi katanya: "yang jelas ada
bedanya antara dulu dan sekarang." Barangkali hanya Iswadilah
satu-satunya pemain di Indonesia yang merangkap pelatih dan
membantu kelancaran organisasi perkumpulan sekaligus.
Tentang masa depan Galatama, pemain yang terkenal pandai
mendribel bola sambil menggecak tulang kering lawan, tampak
masih diliputi ketidak pastian. "Pertama," katanya, "klub
profesional memerlukan penanganan yang berpengalaman. Pengalan
an ini belum kita miliki. Kedua, tergantung dari jumlah
penonton. Dapatkah dalam jangka panjang klub-klub membangkitkan
fanatisme suporter mereka? Dalam jangka pendek nasib mereka
meman telah ketahuan. Ketga, tergantung juga dari dedikasi
pemain dan pengurus."
Iswadi berlatih lebih kurang 4 jam setiap hari. Apakah dengan
Galatam. sepakbola nasional akan lebih baik mlltunya? "Saya
belum bisa menilai itu," katanya, "kita baru bisa menilainya
nanti kalau PSSI bertanding."
ABDUL KADIR, si Kancil ini menentukan kemenangan Arseto atas
Pardedetex 3-2. Dua gol lahir dari sodokannya. Ia termasuk
veteran yang sudah 3 tahun ini menjalankan MPP: Masih
disebut-sebut orang, tapi tidak pernah dipakai dalam tim
nasional.
Riwayat bergabungnya Kadir di klub Arseto singkat saja. "Sebelum
ada Gala tama saya memang sudah sering diajak Mas Sigit main di
kesebelasannya," kata Kadir yang pada waktu itu masih kiri luar
Ps Assyabaab, Surabaya. Dan ajakan putera Presiden Suharto itu
bukan tidak mengandung rejeki dan janji. Ia diberi jaminan
kesejahteraan yang lebih baik, meski jumlahnya berapa masih
tinggal rahasia. Ia juga dijanjikan untuk diberi kesempatan
belajar sepakbola di London. Satu bekal yang kelak sangat
berguna apabila ia tak kuat lagi menendang bola. Lebih-lebih
setiap terjadi gol kemenangan Arseto memberi perangsang Rp 1,5
juta yang dibagikan di antara anggota kesebelasan.
Dengan kondisi itu ia kini berani memastikan hari depannya. Ia
akan menikah, paling lambat bulan Juni ini. "Lamaran saya
diterima tepat pada tanggal 17 Maret yang baru lalu," kata
Kadir. "Gadis itu Lisa namanya. Penggemar saya juga."
Mengomentari kehadiran Galatama tak ragu si Kancil menilai
sebagai "satu langkah yang bagus sekali bagi kemajuan sepakbola
Indonesia." Di situlah ia merasa "setiap bakat bisa sip
berkembang." "Nanti," tambahnya, "bukan hanya artis penyanyi dan
bintang film saja yang bisa hidup enak, pemain bola pun bisa
kaya."
Pemain yang pernah dicarter McKinnon Hongkong ini tidak melihat
sepak terjang Galatama sebagai lonceng kematian bagi sepakbola
amatir. "Mereka bisa lebih giat mencari bibit-bibit baru untuk
ditransfer ke klub Galatama. Ini sumber keuangan juga bagi
mereka." Dan yang lebih penting dari itu semua adalah pengakuan
Kadir, bahwa "adanya bayaran dari klub dapat menghilangkan
kebiasaan untuk menerima uang suap." Seperti juga Iswadi yang
nm.lai berumur, kini Kadir harus mencurahkan waktu selama 4 jam
setiap hari untuk menjaga kondisi. "Manfaatnya kan bisa
dirasakan PSSI."
JOHN LESNUSA 26 tahun, termasuk angkatan muda. Dari Warna Agung
ia pindah ke Pardedetex. "Sekedar untuk mencari pengalaman
ingin tahu hidup di Medan itu bagaimana," ujarnya.
Apa arti Galatama bagi John? "Sekarang pemain bisa hidup dari
bola, tapi ia dituntut untuk tetap berprestasi," kata John
sadar. Tapi ketika disodorkan pertanyaan akan masa depannya,
John kontan mati langkah. "Saya belum punya gambaran pada hari
tua saya," katanya. Yang jelas, bekas pencetak gol Persija ini
tidak lagi pusing memikirkan periuk nasinya lagi. "Konsentrasi
saya hanya pada bola. Latihan 6 kali 6 jam dalam seminggunya,
pagi dan sore," katanya lagi.
Tampaknya itulah resep yang terbaik buat dia. Sebab, namanya
naik kepuncak dengan mendadak. Pada Turnamen Piala Fatahillah
(Persija, PSMS dan Persebaya) di Stadion Senayan, 16 Oktober
tahun lalu, ia membobolkan gawang PSMS 3 kali dan menentukan
kemenangan dengan skor 3-2. Tapi dalam dua kali pertandingan
Galatama untuk Pardedetex di Senayan dan Bogor, pemain asal
Maluku ini pamornya turun. Ia sama sekali tidak cemerlang.
Mungkin itu sebabnya TD Pardede mengirim kawat kilat kepada dua
pemain carteran dari Inggeris Paul Smythe dan Steve Tombs untuk
memperkuat timnya. Dan Lesnusa bisa kehilangan pasaran.
ZULHAM EFFENDI, asli anak Medan, lahir 23 tahun yang lalu. Ia
pertama mengenal sepakbola di PS Medan Utara, yang diakuinya
sebagai tempat belajar menendang bola. Tahun 1974 ia lulus dari
STM jurusan listerik dan langsung bekerja di Pertamina. Tahun
itu juga ia pindah ke PS Tirtana di (klub PAM Kota Medan). Tahun
1975 ia dikirim Pertamina ke Bandung belajar masalah angkutan.
Di Bandung ini ia memperkuat PS Setia dan terpilih sebagai
pemain Persib yang berhasil masuk babak final kompetisi PSSI
1975-1977. Tahun 1976 ia memperkuat PSSI junior ke Bangkok
mengikuti turnamen Piala Asia.
Kembali ke Medan Zulham bergabung lagi dengan Tirtanadi. Pada
awal 1979 bintangnya mulai naik. Ia dipanggil memperkuat PSSI
Utama. Sekembali dari Jakarta, ia langsung disambar TD Pardede.
Di klub Pardedetex ia harus latihan 6 jam sehari, sehingga tidak
mungkin ia merangkap pekerjaan di Pertamina.
Tentang Galatama komentarnya bercabang. "Jangka pendek n..mang
kesejahteraan pemain lebih terjamin, tapi untuk jangka panjang
saya sendiri belum bisa ramalkan," katanya. Itulah sebabnya
Zulham memilih klub Pardeletex yang berdomisili di kampung
halamannya.
MARSELY TAMBAYONG, poros halang Warna Agung ini lahir di Jambi
2 Mei 1958. 4 tahun yang lalu ia masih terdaftar sebagai pemain
POPSI Medan. Tahun 1976 dipilih mengikuti Diklat PSSI Muda di
Salatiga.
Menanggapi adanya Galatama, Marscly dengan pasti mengatakan:
"Saya jadi lebih yakin bisa hidup dari sepakbola." Itu mungkin
karena ia dibebaskan dari tugas karyawan di WA. Sehingga
kerjanya hanya main bola latihan setiap hari 3 jam pagi, 3 jam
sore. Jarang ada pemain yang mau berterus terang seperti
Marscly. "Gaji saya di WA sebulan Rp 75 ribu, namun dalam waktu
dekat ini akan lebih besar," katanya. Itu gaji bersih.
Rumahnya dikonrakkan oleh perusahan yang juga menanggung
jaminan kesehatan keluarga Marsely (seorang isteri dan seorang
anak yang masih 6 bulan).
Stopper yang langsing tapi kokoh ahli melihat masa depan dengan
pasti. "Kalau tak mampu main lagi, perusahaan akan menampung
kami sebagai karyawan" katanya. Kini setiap kali bertandlng
semua pemain W memperoleh semacam komisi. Jumlahnya tergantung
dari hasil klub. Dalam pertandingan WA lawan Jayakarta yang baru
lalu, ia kebagian Rp 30.000. Itulah sebabnya berbagai tawaran
yang menggoda Marsely meninggalkan WA tak sampai berhasil. "Masa
depan saya jelas di sini," kata Marsely .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini