Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

"Jangan Kecil Hati"

Djamiat Dhalhar, 52, pemain nasional yang pernah jaya pada 1959 merasa optimis dengan lahirnya Galatama. Selain aktif sebagai pelatih, dia juga seorang kolumnis sepak bola, meninggal 23-3-79. (or)

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH seorang yang optimis dengan lahirnya Galatama ialah Djamiat Dhalhar, pemain PSSI tahun 50-an yang kemudian penjadi pelatih. "Galatama itu salah satu cara memajukan sepak bola kita," kata Djamiat seperti dikutip Anhar, yang juga bekas pemain PSSI. Djamiat Dhalhar, lahir 27 Nopember 1927 di Yogyakarta, menjadi pemain nasional tahun 1953 Pada masa jayanya, pernah publik mengenal trio Djamiat, Ramang dan Tee San Liong. "San Liong itu jago mengumpan, sedangkan Djamiat dan Ramang punya kecepatan dan tembakan yang keras," begitu kata Anhar mengenang masa lalu. Kejayaan Djamiat itu berlangsung sampai 1959. Sesudah itu dia melanjutkan pengabdiannya dalam persepakbolaan sebagai pelatih nasional. Masih sebagai pelatih, Djamiat yang oleh Anhar disebut sebagai salah seorang "teoritikus sepak bola kita," menemui ajalnya Jum'at siang pekan lalu. Ia menderita penyakit lever. Sebetulnya dokter ISSl, yakur Gani, sudah berkali-kali memberi nasihat kepada Djamiat agar menjaga kesebatannya. Tapi dasar orang yang tak kenal lelah, dia selalu sibuk. Itulah mungkin yang menyebabkan sakit levernya menjadi fatal. Ketika masih dirawat di RS Ciptomangunkusumo, beberapa hari sebelumnya, Djamiat mengalami pendarahan. Dia diam saja. Baru ketika keluarganya tahu ada darah pada kotorannya, pihak rumah sakit menjadi sibuk. Tapi sudah terlambat. Djamiat sebagai pelatih selalu melihat secara apa adanya -- paling tidak begitu penuturan Anhar, yang beberapa kali pernah bermain bersama Djamiat dalam satu tim. "Karena perkembangan di luar negeri, pemain-pemain kita selalu ingin menerapkan satu teori permainan, yang sebetulnya sulit, karena kita belum menguasai dasar-dasarnya, dan seringkali teori itu tidak sesuai dengan kondisi tubuh pemain kita," demikian Djamiat seingat Anhar. Anhar, yang juga bekas wartawan olahraga harian Merdeka pernah menulis satu artikel tentang Djamiat, judulnya jamiat brain player number one. Salah satu contoh adalah pertandingan di Malaysia, tahun 50-an, antara PSSI dengan entah kesebelasan mana Anhar lupa. Waktu itu Anhar selalu berlari ke depan gawang musuh dan Djamiat selalu berhasil memberinya umpan. Tapi gawang musuh tak pernah bobol. Djamiat akhirnya mengetahui kelemahan musuh. Kepada Anhar dibisikkannya agar larinya tidak lurus ke depan gawang, tapi menyerong. Betul juga akhirnya Anhar berhasil menyarangkan bola, meskipun seingat Anhar pertandingan berakhir dengan seri. Bekerja di Direktorat Keolahragaan Dep. P&K, dan di PSSI, dia terakhir memimpin Lembaga Sepakbola Siswa dan Remaja (Galasiswa). Dan salah satu hasil kepengurusannya ialah kerjasama antara Galasiswa dengan Dep. P&K. Tapi ketika penandatanganan naskah kerjasama tersebut, Djamiat sedang dirawat di RS Ciptomangunkusumo. "Orangnya sederhana, pendiam. Itulah mungkin kenapa dia tidak terlalu bisa memberikan teori-teorinya kepada anak asuhnya secara populer," kenang Anhar. Kalau ada ramai-ramai dalam persepakbolaan kita, tak terdengar pendapatnya -- entah itu isyu penyuapan atau yang lain. Bahkan tentang total football yang pernah ramai dibicarakan orang, menurut Anhar, Djamiat hanya ketawa kalau ditanya pendapatnya. Djamiat meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak. Selain aktif sebagai pelatih, dia juga seorang kolumnis sepakbola yang baik. Tulisannya terakhir tentang kejuaraan dunia di Argentina, dimuat harian Merdeka. Pertandingan internasional terakhir yang dihadirinya ialah .4sian ames di Bangkok Desember lalu. Komentarnya sempat diingat Anhar "Dia bilang, kalau kita tidak bekerja sungguh-sungguh kita akan sulit mengejar ketinggalan. Tapi jangan kecil hati. Sebab kita mempunyai pemain-pemain yang berbakat." Tentunya dia benar, walaupun dia tak bisa melanjutkan sumbangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus