Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Suara pembalap di gunung madu

Tewasnya 6 orang anak di Gunung Madu, ditabrak pembalap, Diddy Surya. (or)

19 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA kecelakaan itu menjalar tak secepat balapan mobil. Sekalipun peristiwa tewasnya 6 anak yang menonton seri ke-3 rally nasional di daerah perkebunan Gunung Madu, Lampung, terjadi 28 Januari, beritanya baru muncul 8 hari kemudian. Itu pun diselitkan dalam sebuah surat pembaca Kompas, yang ditulis seorang pembaca dari Metro, Lampung Tengah. Mungkin wartawan sedang terbenam dengan sukses petinju asal Timor Timur Francisco Lisboa, dalam kejuaraan tinju Piala Presiden di akhir Januari itu. Kabarnya memang ada 2 wartawan yang ikut meliput rally itu, tapi mereka rupanya sukar mengumpulkan keterangan karena penyelenggara maupun Ikatan Motor Indonesia bungkam. Baru 12 Februari keluar keterangan dari Markas Besar Angkatan Kepolisian yang membenarkan terjadinya kecelakaan tersebut. "Rally dapat diselenggarakan dengan izin, tapi itu bukan berarti mereka dibenarkan sewenang-wenang melakukan ikhwal-ikhwal yang melanggar ketentuan serta hukum yang berlaku," kata Kadispen Mabak, Kol. Pol. Sakir Subardi kepada kantor berita Antara. Diddy Surya Kusumah sendiri, pembalap yang terlibat dalam kecelakaan itu tidak memberi kesan menghindar dari tanggung jawab. Dia bersama navigator Usa Sutrisna "diamankan" dan se.npat menginap 4 malam di losmen kecil sebelah kantor polisi Metro, sekitar 40 km dari tempat kejadian. "Pada mulanya polisi menanyakan mengapa kami mengendarai begitu cepat. Ya saya jawab karena persyaratan panitia untuk menempuh jarak 28,6 km dalam 12 menit menuntut hal tersebut," cerita Diddy kepada wartawan TEMPO, Bambang Harymurti di Bandung. Ditemui di rumahnya yang cukup nyaman di daerah elite Bandung, Diddy yang kelihatan lebih mirip anak SMA daripada ayah 2 orang anak itu menceritakan: Begitu start gas dia tekan penuh. Jarum speedometer merangkak menuju angka 180 km/jam. Menjadi juara nasional 1982 atau tidak buat Diddy ditentukan di lintasan yang menghampar di perkebunan tebu Gunung Madu itu. Saingan terdekatnya adalah Chepot Hanny Wiano yang telah mengumpulkan angka tertinggi dalam 2 seri sebelumnya. Niat untuk mengungguli pembalap berpengalaman Chepot itu menjadi terpacu karena urutan kedua pengumpulan angka terbanyak, Beng Siswanto, absen karena mobilnya tak datang. Sebuah lekukan yang cukup besar pada jalan yang lebarnya sekitar 18 meter itu agak mengejutkan Diddy. Namun kontrolnya tetap mantap sehingga lekukan berikutnya yang lebih kecil masih bisa dilaluinya tanpa perlu mengurangi kecepatan sekitar 180-200 km per jam. "Hanya saja lekukan ini menghalangi pandangan saya ke depan," katanya. Begitu dia muncul di bagian ketinggian dari lekukan itu dia tiba-tiba terkejut ketika melihat sekitar 150 meter di depannya berjejer drum berisi batuan yang ditanam setengah badan pada ruas tengah jalan. Dituntun oleh refleks, Diddy memutar kemudi ke kanan, dan Datsun Stanza-nya berhasil menghindari drum, namun menghajar pilar beton di tepi jalan setinggi 0,5 meter yang penuh penonton. Terutama anak-anak kecil. Mereka duduk-duduk ataupun berdiri. Mobil berwarna putih itu pun menabrak penonton tadi, lalu melejit dan terbang sejauh 15 meter melompati persimpangan jalan. Dan mendarat pada deretan patok besi yang dipasang sebagai penumpu pintu silang jalan. Bergulir 3 kali mobil kemudian berhenti pada posisi duduk di sebuah taman di pinggir jalan itu. "Selama peristiwa itu saya tetap sadar. Saya melihat Usa terkulai padahal api mulai berkobar di bagian belakang," ceritanya. Tak cedera sedikit pun dia segera keluar. Berputar melalui bagian depan mobil. Membuka pintu dan menarik keluar si navigator. Tak sampai 3 meter dia menyeret Usa api kelihatan mulai menjilat ruangan penumpang dan Usa pun siuman. Karena teriakan Satpam yang berjaga di situ mereka lari. "Tak sampai 10 meter kami berlari mobil meledak," kata pembalap yang mengaku susut berat badannya 4 kg memikirkan 6 anak yang mati dia tubruk. Penggemar rally mobil yang memonitor kejadian itu melihat Diddy memang berambisi keras untuk mengalahkan Chepot. Tenaga mobil Stanza-nya di atas kertas berada di atas Honda yang ditunggangi Chepot. Sekalipun sudah gelap (kecelakaan terjadi sekitar pukul 20.00), Diddy berani merapat terus di belakang Chepot. Belum lagi kalau diperhitungkan debu yang beterbangan. Begitu rapatnya dia sehingga ketika Chepot berhasil menghindari patok drum tadi, dia sendiri terperanjat dan tak bisa menguasai kendali. Kecelakaan itu sendiri, menurut penggemar rally tadi, terjadi karena penyelenggara yang kurang cermat mempersiapkan lintasan. "Tidak ditandainya lokasi yang ada drum itu dalam tulip merupakan kealpaan panitia," kata Helmy Sungkar yang duduk sebagai staf pembina IMI Pusat. Bambang Suradi, navigator dari Sidharto S.A. yang mengendarai Colt Lancer dan berada 8 menit di belakang Diddy juga menyalahkan panitia. "Seharusnya pada tulip tertulis, pada km 12 ada deretan drum dan melalui pemukiman," katanya. Menurut Diddy pihak sponsor mengatakan keluarga korban telah menerima naas itu dengan ikhlas. Di samping itu mereka telah menerima santunan sebesar Rp 7 juta dari perusahaan asuransi Jasa Raharja. Namun dia sendiri katanya tak mau melepaskan tanggung jawab atas kecelakaan itu. "Sebagai seorang ayah saya juga dapat memahami perasaan keluarga korban," katanya. Yang masih ditunggu orang, tinggal IMI sendiri. "Sekalipun penyelenggara yang bertanggung jawab, tapi akhirnya IMI tak lepas dari beban itu. Dia harus mengeluarkan pernyataan. Jangan diam saja," ucap Slamet Soekardi, bekas ketua I IMI. Dan itu jugalah yang ditunggu Diddy. "Sampai sekarang IMI belum menghubungi saya," katanya. Yang dia ketahui, sekalipun gagal menyelesaikan rally dia toh berada di urutan ke-4. Chepot tetap teratas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus