UNTUK apa para pejabat Malaysia mengecek penyembelihan ke
Australia? 'Kan yang menyembelih di sana bukan orang Islam?
Belum tentu. Dan lagi, "si penyembelih memang tak perlu beragama
Islam," seperti kata Prof. KH Ibrahim Hosen LML, Ketua Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Boleh juga seorang 'ahlul kitab'
menyembelih. Hanya saja, pengertian 'ahlul kitab' itu menurut
mayoritas ulama terbatas pada pemeluk Yahudi dan Nasrani. Sebab
hanya kedua umat itu yang disebut dalam Quran maupun Hadis --
meski ada juga ulama yang menafsirkannya sebagai mencakup semua
nonmuslim yang beragama, seperti dikatakan Rektor Institut
Ilmu-ilmu Al Quran itu.
Nah. Bila ahlul kitab itu yang menyembelih, dan ia melakukannya
dengan memotong tenggorokan plus dua (menurut sebagian ulama
satu) urat leher, ia sudah menyembelih secara Islam. Tapi
bagaimana dengan 'bismillah' sebagai syarat?
Menurut ijma konsensus ulama fiqh, bismillah tidak wajib.
Sebagian dari mereka hanya berpendapat sunnah, dianjurkan. Yang
lain: makruh (tercela) kalau ditinggalkan, tapi tidak berdosa
(haram). Dengan kata lain: ayat-ayat Quran yang menyebut soal
'dengan nama Allah' itu sebenarnya bukan menunjuk pada perintah.
Melainkan pada larangan -- untuk menyebut 'nama selain Allah'.
Jadi binatang korbanan di kuil, misalnya, atau sesajen, itu yang
haram dimakan.
Jenis binatangnya memang juga jadi soal. Babi, sudah jelas. Tapi
apa lagi yang haram, selain babi? Di antara empat mazhab hukum,
hanya satu Maliki -- yang berkesimpulan: selain babi, "semuanya
boleh". Dari anjing sampai ular sampai monyet. Apa saja. Yang
lain, Syafi'i misalnya, memandang binatang buas (bertaring atau
cakar), binatang ampibi (katak, lumba-lumba, misalnya) dan
binatang yang menjijikkan, haram.
Mazhab yang hidup di Malaysia, maupun Indonesia, Syafi'i --
meskipun Nahdlatul Ulama misalnya mengakui keempat mazhab.
Terdapat juga gelombang besar muslimin yang menyatakan tak
mengikatkan diri pada mazhab. Dari mereka, Muhammadiyah misalnya
(di Indonesia) berpendapat mirip Syafi'i. Sebaliknya Persatuan
Islam (Persis, populer di Bandung) yang lebih kecil, mirip
Maliki.
Alasan yang terakhir itu: Quran menyebut hanya empat jenis yang
diharamkan: babi, darah, bangkai (binatang apa pun yang tak
disembelih secara sah) dan binatang korban "untuk yang selain
Allah". Itu disebut empat kali, dan dalam keempat-empatnya
diberi kata 'hanya'.
Jadi berbagai macam hadis Nabi yang mengharamkan binatang selain
itu, harus dianggap bertentangan dengan Quran -- yang menyebut
'hanya' empat. Sedang Quran, disetujui, lebih kuat. Mungkin
hadis-hadis itu kondisional. Atau salah tangkap dari sahabat
Nabi. Atau malah bukan hadis. Bisa dibaca misalnya Tafsir
Al-Furqan almarhum A. Hassan, pendiri Persis.
Ibrahim Hosen sendiri bukan main gembiranya melihat perkembangan
di Malaysia, negeri yang multirasial dan supermajemuk itu.
"Pemisahan antara yang haram dan yang halal itu menimbulkan rasa
aman bagi umat Islam," katanya. Sebab, bayangkan. Kita makan
nasi goreng. "Padahal itu digoreng dengan bejana bekas
penggoreng babi. Apa yang kita makan?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini