Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Rasa aman, di depan makanan

Sah tidaknya cara penyembelihan binatang, menurut prof. k.h. ibrahim hosen lml (ketua komisi fatwa mui), dan jenis-jenis binatang yang digolongkan haram. (ag)

19 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK apa para pejabat Malaysia mengecek penyembelihan ke Australia? 'Kan yang menyembelih di sana bukan orang Islam? Belum tentu. Dan lagi, "si penyembelih memang tak perlu beragama Islam," seperti kata Prof. KH Ibrahim Hosen LML, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Boleh juga seorang 'ahlul kitab' menyembelih. Hanya saja, pengertian 'ahlul kitab' itu menurut mayoritas ulama terbatas pada pemeluk Yahudi dan Nasrani. Sebab hanya kedua umat itu yang disebut dalam Quran maupun Hadis -- meski ada juga ulama yang menafsirkannya sebagai mencakup semua nonmuslim yang beragama, seperti dikatakan Rektor Institut Ilmu-ilmu Al Quran itu. Nah. Bila ahlul kitab itu yang menyembelih, dan ia melakukannya dengan memotong tenggorokan plus dua (menurut sebagian ulama satu) urat leher, ia sudah menyembelih secara Islam. Tapi bagaimana dengan 'bismillah' sebagai syarat? Menurut ijma konsensus ulama fiqh, bismillah tidak wajib. Sebagian dari mereka hanya berpendapat sunnah, dianjurkan. Yang lain: makruh (tercela) kalau ditinggalkan, tapi tidak berdosa (haram). Dengan kata lain: ayat-ayat Quran yang menyebut soal 'dengan nama Allah' itu sebenarnya bukan menunjuk pada perintah. Melainkan pada larangan -- untuk menyebut 'nama selain Allah'. Jadi binatang korbanan di kuil, misalnya, atau sesajen, itu yang haram dimakan. Jenis binatangnya memang juga jadi soal. Babi, sudah jelas. Tapi apa lagi yang haram, selain babi? Di antara empat mazhab hukum, hanya satu Maliki -- yang berkesimpulan: selain babi, "semuanya boleh". Dari anjing sampai ular sampai monyet. Apa saja. Yang lain, Syafi'i misalnya, memandang binatang buas (bertaring atau cakar), binatang ampibi (katak, lumba-lumba, misalnya) dan binatang yang menjijikkan, haram. Mazhab yang hidup di Malaysia, maupun Indonesia, Syafi'i -- meskipun Nahdlatul Ulama misalnya mengakui keempat mazhab. Terdapat juga gelombang besar muslimin yang menyatakan tak mengikatkan diri pada mazhab. Dari mereka, Muhammadiyah misalnya (di Indonesia) berpendapat mirip Syafi'i. Sebaliknya Persatuan Islam (Persis, populer di Bandung) yang lebih kecil, mirip Maliki. Alasan yang terakhir itu: Quran menyebut hanya empat jenis yang diharamkan: babi, darah, bangkai (binatang apa pun yang tak disembelih secara sah) dan binatang korban "untuk yang selain Allah". Itu disebut empat kali, dan dalam keempat-empatnya diberi kata 'hanya'. Jadi berbagai macam hadis Nabi yang mengharamkan binatang selain itu, harus dianggap bertentangan dengan Quran -- yang menyebut 'hanya' empat. Sedang Quran, disetujui, lebih kuat. Mungkin hadis-hadis itu kondisional. Atau salah tangkap dari sahabat Nabi. Atau malah bukan hadis. Bisa dibaca misalnya Tafsir Al-Furqan almarhum A. Hassan, pendiri Persis. Ibrahim Hosen sendiri bukan main gembiranya melihat perkembangan di Malaysia, negeri yang multirasial dan supermajemuk itu. "Pemisahan antara yang haram dan yang halal itu menimbulkan rasa aman bagi umat Islam," katanya. Sebab, bayangkan. Kita makan nasi goreng. "Padahal itu digoreng dengan bejana bekas penggoreng babi. Apa yang kita makan?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus