PARA turis di pantai Sanur kini lagi keranjingan parasailing. Yakni semacam permainan baru: terbang dengan parasut, mirip terjun payung. Tapi penerjun tak diterjunkan dari pesawat, melainkan ditarik dengan motor boat. Cara mainnya mudah. Setelah peralatan dipakai -- payung terjun dan tentu sebuah motor boat -- para pemain parasailing boleh beraksi. Mula-mula dengan perlengkapan payung yang sudah siap terbuka, pemain berdiri di tepi pantai. Seutas tali yang panjang 60 meter -- ujung yang satu terikat pada sebuah motor boat, dan ujung yang lain dicantolkan pada tubuhnya -- siap untuk menarik. Pemain harus berlari barang dua atau tiga meter sebelum motor boat itu menyentaknya melaju ke tengah laut. Segera pemain yang ditarik itu akan melayang-layang di udara dengan tali yang masih menempel ditubuhnya. Persis seperti orang menarik layang-layang. Setelah berada di posisi ini, pemain bisa melepaskan tali itu kapan saja. Tali dilepas biasanya bila pemain sudah dalam posisi dan ketinggian tertetu. Setelah pemain dilepas, dari bawah, seorang awak di atas boat memberi petunjuk lewat isyarat bendera yang ada di tangannya, cara mengendalikan parasut. Cara ini sudah diajarkan sebelumnya di darat. Misalnya bendera di tangan kiri dikibaskan sang awak berarti pemain harus menarik tali-tali parasut yang ada di bagian kanannya. Demikian seterusnya. Nah, dengan bantuan awak ini, para pemain melayang-layang selama beberapa memt d udara, sambil mencari sasaran tempat jatuh yang empuk di seputar pantai. Sepintas kelihatannya memang asyik. Kayak main layang gantung. Namun, jika tak hati-hati, tetap ada risiko. Seperti terbukti, pertengahan November lalu, seorang pemain parasailing tewas tenggelam bersama parasutnya di pantai Sanur. Korban pertama permainan yang konon berasal dari Meksiko ini, Ida Bagus Tantra, 19, justru penduduk asli Bali. Ia ditemukan tenggelam di laut yang berkedalaman 10 meter, dalam posisi seperti orang sedang menggantung di atas parasut. Parasailing permainan berbahaya? "Ya, karena itu, tak kami sediakan. Takut diklaim para tamu," kata Gusti Oka Made, Front Office Manager Hotel Bali Hyatt, salah satu hotel besar di Sanur. Tiga tahun lalu, Hyatt pernah mencoba menyediakan pelayanan permainan parasailing itu. Namun, langsung mereka hentikan, setelah mendengar kasus tuntutan seorang tamu hotel di Muangthai. Tamu itu meminta ganti rugi pada pemilik hotel, karena cedera gara-gara permainan itu. Ia ketika itu diterbangkan angin dan tak sanggup mengendalikan payungnya dan kemudian tersangkut di sebuah pohon. Hyatt boleh jeri. Tapi permainan ini malah makin digemari. Tak heran jika di beberapa tempat, seperti Danau Beratan dan Tanjung Bualau di seputar Sanur juga, bermunculan usaha penyewaan alat terbang dengan motor boat itu. Semua alat bisa disewa komplet: Rp 17.000 (sekitar US$ 10) per orang, untuk sekitar tujuh menit terbang. "Termasuk murah. Sebab, di negeri saya, tiga tahun lalu saja sewanya sudah sekitar US$ 25," tutur Linsey Mc Cabe, 21, cewek Queensland, Australia, yang ditemui wartawan TEMPO Suprayanto Khafid, usai melayang-layang dengan parasut sewaannya di seputar Sanur. Banyak turis memang senang parasailing yang diam-diam mulai menyaingi jenis olah raga laut lain yang kerap dimainkan turis di daerah itu. Misalnya, selam-menyelam dan berselancar. "Kami bersyukur, sebab permainan ini memperkaya daya tarik Bali. Sebagai olah raga kriterianya (tak sepeti selancar dan selam) memang belum jelas. Tapi besarnya perhatian para turis membuat kegiatan parasailing cepat populer, dan berkembang sebagai olah raga baru," ujar I Gusti Ngurah Ketu, Kakanwil Parpostel Bali, sambil senyum cerah. M.S., Laporan Biro Jawa Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini