Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAMBIL tersenyum, Hadi Sugiyanto menyalami satu per satu pemain India yang diasuhnya. Para pemain pun membalasnya dengan penuh kegirangan. Pada Kamis malam itu, tim India larut dalam bahagia. Dalam kejuaraan Piala Sudirman di Beijing, mereka berhasil menjuarai grup III B. Mereka pun kini berpeluang promosi ke grup II. "Kerja keras kami tak sia-sia," kata lelaki gondrong itu.
Dilihat dari namanya, Hadi tentu bukan orang India. Lelaki 31 tahun itu memang berasal dari Indonesia. Dia mulai menangani tim India sejak Februari 2004. Semula dia dikontrak setahun, lalu diperpanjang hingga 2006 karena dinilai berprestasi. Dalam setahun, para pemain ganda putra asuhannya meraih prestasi yang luar biasa, termasuk menjuarai Wales Open.
Sebelum merantau ke India, dia dikenal sebagai pelatih pelatnas yunior PBSI. Karena pelatnas ini dibubarkan, Hadi langsung tertarik begitu datang tawaran untuk melatih tim India.
Kini lelaki kelahiran Malang, Jawa Timur, ini tinggal di sebuah apartemen di Banglor, India. Istri dan dua anaknya sempat menyertai dia di sana selama beberapa bulan, tapi mereka pulang lagi ke Surabaya karena anak tertuanya harus sekolah.
Penghasilan Hadi lumayan besar, sekitar Rp 23,7 juta per bulan. "Jauh berbeda dengan gaji di Indonesia yang cuma Rp 3,5 juta," ujarnya. Duit itu ia gunakan untuk membangun rumahnya di Surabaya.
Karena sering rindu keluarga, ia tidak ingin berlama-lama di India. "Setelah kontrak saya habis, saya akan kembali ke Indonesia. Semoga saat itu rumah di Surabaya sudah jadi. Saya mungkin akan kembali melatih di klub Suryanaga," katanya.
Selain Hadi, masih ada sejumlah pelatih asal Indonesia yang menangani tim negara lain. Mereka adalah Ignatius Rusli yang bersama-sama Tony Gunawan menangani tim Amerika, Kho Mei Hwa yang jadi pelatih pemain putri Malaysia, dan Rexy Mainaky yang membesut tim Inggris.
Persis yang dialami Hadi, Rexy Mainaky kini juga tengah bimbang karena masalah keluarga. Dia sebenarnya betah tinggal di Inggris, apalagi anaknya juga sudah mulai sekolah di sana. Tapi Rexy tak bisa melupakan ibunya, yang kini hidup sendiri di Jakarta. Karena itulah dia kini sedang mempertimbangkan tawaran melatih di Malaysia. "Masalahnya bukan karena uang. Malaysia lebih dekat, sehingga saya bisa menengok ibu lebih sering," katanya.
Kontrak Rexy di Inggris akan berakhir pada Juli 2005. Prestasinya bersama tim Inggris cukup menonjol. Di bawah arahannya, pasangan ganda campuran Nathan Robertson-Gail Emms mampu meraih perak Olimpiade 2004.
Dia tak bersedia mengungkapkan gaji yang diterimanya di sana, tapi sebuah sumber menyebut Rp 68 juta per bulan. Rexy sendiri mengakui dirinya bisa hidup layak di Inggris. Dia sudah bisa membeli rumah di Milton Keynes, yang ditinggali bersama istri dan anaknya.
Kendati sudah mapan di negeri orang, Rexy sesungguhnya masih memendam ambisi lain. "Dalam hati kecil saya tetap punya keinginan untuk memajukan bulu tangkis Indonesia lagi. Entah jadi pelatih nasional atau di klub."
Nurdin, Harry Prasetyo (Beijing)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo