OLAHRAGA dan politik seiring di lapangan bola. Inilah yang dijalankan Sarajevo Football Club (FC) yang diutus sebagai duta oleh pemerintah Muslim Bosnia-Herzogevina ke beberapa negara. Misi politiknya adalah untuk menunjukkan eksistensi Negara Bosnia-Herzegovina sambil memberitahukan keadaan di sana saat ini. ''Kami berjuang tidak dengan senjata, tapi dengan bola,'' ujar Haji Mohamed Granov, presiden Sarajevo FC, yang memimpin rombongan ini. Klub ini berdiri tahun 1946. ''Tim nasional bekas Jugoslavia selalu mengambil empat atau lima pemain dari kesebelasan kami,'' kata pelatih Haji Denijal Piric, 52 tahun. Pernah juara Yugoslavia Cup 1966 dan 1982. Itulah yang membuat mereka menjadi wakil Yugoslavia di Champion Cup, kejuaraan antarjuara klub di Eropa. Tim ini pernah 2 kali ikut Winners Cup, dan masuk babak semifinal UEFA Cup tahun 1984 dan 1987. Begitu pecah perang, pemainnya menggantung sepatu bola dan menggantikannya dengan laras senjata. Mereka bergabung dengan tentara Bosnia untuk membendung serangan tentara Serbia. Saat perang berkecamuk itulah pemerintah Bosnia menganggap perlu adanya duta keliling untuk menarik simpati dunia, khususnya dunia Islam. Tim Sarajevo FC mulai dibentuk sekitar 8 bulan lalu. Bekas pemain bola yang menjadi serdadu Bosnia dipanggil. ''Tapi sebagian besar pemain senior kami gugur di medan perang,'' kata Granov. Lalu pemain yunior dan pemain baru direkrut. ''Kami berlatih teknik dan fisik dalam gedung, menghindari serangan Serbia,'' kata dokter tim, Haris Huseinagie. Setelah siap bertanding, para pemain itu diselundupkan ke luar Sarajevo. Perjalanan menembus perbatasan tidak enteng. Selama empat hari mereka harus bertempur dan menghindar dari sergapan musuh. Empat pemain gugur, enam luka berat, dan satu buta total dalam pertempuran tadi. Sisanya tinggal 28 orang, dan mereka yang sekarang menjadi duta keliling Bosnia. Tur ini dilakukan tanpa rencana. Awalnya mereka ke Slovenia. Dari situ, baru mengontak negara lain yang mau menerima kunjungan mereka. Biaya perjalanannya ditanggung negara yang mereka singgahi. Selain membawa misi politik, tim ini juga bertugas mengumpulkan dana kemanusiaan. ''Dana yang kami kumpulkan membiayai pengiriman anak-anak korban perang Bosnia ke rumah sakit di Jerman, Italia, Swedia, dan negara lain yang menampung mereka,'' kata Huseinagie kepada M. Faried Cahyono dari TEMPO. Dari Slovenia mereka melawat ke Yunani dan Turki. Sesudah itu dilanjutkan ke Arab Saudi. Tim nasional Arab Saudi, yang mewakili Asia di Piala Dunia 1994 di AS, mereka kalahkan 1-0. Karena tiba di Saudi bertepatan dengan musim haji, semua anggota tim Sarajevo FC menyempatkan diri naik haji. Dari Arab Saudi, titian muhibah dilanjutkan ke Iran dan Malaysia. Sambutan muslim Malaysia sangat hangat dan mereka meminta tim ini main di beberapa negara bagian. Dari 11 pertandingan, Sarajevo FC menang 7 kali, seri 2 kali, dan kalah 2 kali. Biaya perjalanan tim ini ke Indonesia ditanggung pengusaha Probosutejo. Mereka tiba di Jakarta pada 28 Oktober lalu. Sambutan muslim di sini pun hangat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan mengimbau agar kaum muslimin Indonesia menyaksikan pertandingan tim Sarajevo. ''Sebagai tanda simpati dan sumbangan atas perjuangan muslim Bosnia,'' kata K.H. Hasan Basri, Ketua MUI. Agar lebih meriah, dai kondang Zainuddin M.Z. memberikan ceramah agama sebelum pertandingan di Surabaya dan Jakarta. Di Semarang, Abdurrahman Wahid, Ketua PB NU, mengawali pertandingan itu dengan acara pengajian. Selain di stadion, karcis juga dijual dan disebarkan di masjid, pesantren, dan jemaah pengajian. Di Surabaya, tiket pertandingan Sarajevo FC-Persebaya, 1 November lalu, habis terjual. Di Yogyakarta, persiapan pertandingan mepet, tapi MUI di kota ini mengimbau jemaah masjid, pesantren, dan madrasah agar menonton pertandingan Sarajevo FC melawan PSIM, 3 November lalu. Hasilnya, sekitar 10 ribu penonton memadati stadion Mandala Krida. Walau berintikan pemain yunior, penampilan tim Sarajevo tidak mengecewakan. Mereka membangun kerja sama pemain dalam menyerang. Kemampuan individualnya lumayan. Pertandingan mereka memang enak ditonton. Di Ujungpandang, kesebelasan ayam jantan dari timur, PSM, bisa menahan 1-1 walau sepanjang permainan barisan pertahanannya harus kerja keras menghalau serangan Sarajevo. Di Surabaya, kesebelasan Persebaya terus-menerus ditekan penyerang Sarajevo, dan akhirnya kalah 0-1. Nasib PSIM juga sama, mereka tak mampu menahan Sarajevo, hingga dikalahkan 0-1. Tim ini menutup kunjungan melawan tim Irian Jaya di Jakarta, pada 11 November ini. Menurut Piric, kesebelasan Indonesia belum menunjukkan permainan yang pas. Akibatnya, tak ada gaya permainan khas Indonesia. Bagi tim Sarajevo, kendati pemainnya serdadu, basisnya adalah pemain profesional. ''Jadi, buat kami tak ada masalah walau persiapannya minim,'' ujar Piric. Usai bertanding di Indonesia, kesebelasan Sarajevo akan melanjutkan lawatannya ke Pakistan. Lalu, kapan kembali ke Bosnia? ''Kami belum berpikir kembali ke Sarajevo. Selain sulit untuk pulang, kami masih ditugaskan keliling dunia oleh pemerintah kami,'' kata Piric. Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini