Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tim Mossaic Fischer

Pelatih sepak bola, Bernd Fischer melakukan pembenahan-pembenahan, para pemain PSSI utama, dan menganjurkan menyusun tim mossaic yang terdiri dari pemain inti yang ada. Ia membutuhkan 25 pemain muda.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK SEA Games, saya butuh pemain yang berapi-api (on fire)," kata Bernd Fischer. Pelatih kepala tim PSSI Utama yang baru itu dalam percakapan dengan TEMPO menerangkan mengapa ia memulangkan Hadi Ismanto, Dede Sulaiman dan Bambang Nurdiansyah. Dede dan Bambang sudah berbulanbulan ikut pelatnas PSSI Utama. Keduanya dilihatnya mulai kehilangan rasa percaya diri karena terus-menerus dipasang pada bangku cadangan. Sedangkan top scorer Galatama 1978-1979, Hadi Ismanto, justru telah memfrustrasikan pemain-pemain PSSI Utama, terutama dalam turnamen Anni Cup Jakarta (Agustus) dan Merdeka Games (September). Hadi sebenarnya tak mau ke Kualalumpur September lalu, "karena sudah lama menyimpan persoalan keluarga," kata kapten Ronny Patty. "Hanya karena sadar ia pemain baik yang dibutuhkan, ia memenuhi panggilan PSSI," kata Fischer. Dan ternyata Hadi membawa problem pribadinya ke lapangan. Fischer tidak mencoret ketiga pemain itu, tapi dipulangkan sementara waktu sampai mereka menemukan diri kembali. Para pemain inti PSSI Utama lainnya juga, dalam rencana Fischer, "akan segera dibebaskan dari diri masing-masing." Maksudnya, ia akan menempa stamina mereka. "Lihat saja waktu melawan Khairat Rusia, mereka cuma tahan 20 menit dalam babak pertama," katanya. Pada pertandingan 22 Oktober itu, PSSI Utama sempat unggul lebih dulu 1-0. Fischer berteriak-teriak dari pinggir lapangan, tapi pemain-pemain PSSI Utama itu selanjutnya tak bisa berbuat banyak lagi dan kalah 1-2. Faktor teknik dan taktik secara umum juga masih jelek. Tapi Fischer dalam waktu 10 hari sejak awal pekan ini menekankan latihan stamina 100%. Pekan lalu ia baru memberi latihan pemanasan seimbang, 50% latihan fisik dan 50% teknik dan uktik. Latihan pemanasan itu cukup berat. Misalnya beberapa kali pemain itu disuruhnya lari cepat. Ternyata mereka yang dari Warna Agung--Ronny Patty, Stephanus Surey, Simson Rumahpasal dan Rully Nere unggul. "Percuma dong sudah setahun lebih ikut PSSI Utama, lalu saya tidak siap," kata Ronny sambil tertawa. Barbados Pelatih impor itu memang membuat pemain-pemain itu bersemangat. Sejak berada di Indonesia (Juli) Fischer banyak berusaha mendekati mereka. Waktu ke Merdeka Games pun ia menemani mereka. Tapi ia tidak pernah mau mengamati (bekas coacb nasional) Ehdang Wiursa dalam latihan. "Hanya setiap selesai suatu pertandingan, saya dan Endang melakukan evaluasi bersama," katanya. Selama Endang masih menjadi coacb PSSI Utama, Fischer lebih banyak melakukan talent-scouting ke daerah. Ia sedang berada di Ujungpandang ketika manajer PSSI Uuma Syarnubi Said menelegramnya supaya segera kembali ke Jakarta. Endang tak mau menangani PSSI Utama lagi karena asisten fisik pilihannya Lelyana ditolak pengurus PSSI, dan ia sendiri tak mau menerima Jopie Timisela yang ditawarkan pengurus sebagai pelatih fisik. Fischer melihat tugasnya di Indonesia tidak seperti di Barbados dan Bermuda (1969-1978). Di kedua negara kecil wilayah Lautan Atlantik itu, ia digaji juga tapi harus mencari dana dan harus membangun klub-klub dulu sebelum menyusun tim nasional. "Di Indonesia, saya tinggal berkonsentrasi mengembangkan tim nasional, sebab sepakbola sudah sangat populer di antara 150 juta penduduk," katanya. Justru di sini tanungan dan tanggungjawab yang diterimanya cukup riskan, khususnya menyiapkan tim ke SEA Games dalam waktu dua bulan. Publik Indonesia, katanya, menginginkan tim nasional segera menampilkan diri "sama hebatnya seperti kesebelasan yang mereka lihat di televisi." Padahal untuk mencapai standar kesebelasan internasional dibutuhkan waktu puluhan tahun. Organisasi persepakbolaan di Indonesia dilihatnya belum bisa segera menghasilkan kesebelasan seperti yang diharapkan publik Indonesia. Administrasi klub, misalnya, belum beres. Belum ada klub atau perserikatan yang secara konsisten membina pemain yang tetap Standar coach belum merata. Liga (Galatama) sudah mengarah ke sistem pembinaan itu tapi selain masih baru dan perlu dimantapkan, masih ada klub yan bongkar pasang pemain pinggir jalan Kompetisi belum lancar. Dengan segala tantangan itu, Fischer menganjurkan "menyusun tim mosaic yang terdiri dari pemain inti (nucleus) yang ada." Dan Syarnubi Said setuju dengan istilah tim mosaic ini. "Bukan bongkar pasang seperti istilah pers,' kata Syarnubi pada selamatan Senin lalu di Restoran Lembur Kuring setelah ada pemberian tiket KONI untuk PSSI Utama ke SEA Games. Salah Tompat Untuk menyusun kesebelasan mosaic yang indah itu, Fischer membutuhkan 25 pemain. Yaitu tiga penjaga gawang (1 muda), 8 pemain belakang (3 muda) 7 pemain gelandang (minimum 2 muda) dan 7 penyerang (minimum 3 pemain muda). Ia merasa perlu PSSI Utama dilengkapi pemain muda. Sudah terlalu sulit rupanya untuk memperoleh bintang seperti Ronny Patty. Juga ia membutuhkan pemain muda seperti Kasyadi, Metu Duaramuri, Spiek Pulanda, Ricky Jacob yang masih bersemangat, "supaya pemain senior seperti Risdianto atau Rully Nere yang sudah baik akan lebih berusaha untuk tidak duduk di bangku cadangan." Segi psikologis lebih banyak tampak dari rencana Fischer ini, demikian komentar Alexander Titaleluw, administrator PSSI Utama. Fischer melihat bahwa dalam PSSI Utama pemain inti masih salah ditempatkan atau salah melakukan fungsinya. Misalnya Rully Nere, katanya, bukan pemain gelandang tapi tipe (pengumpan) penyerang. Rusdin Lacanda seharusnya pemain belakang (seperti biasa ditempatkan coach Sinyo Aliandu di Tunas Inti) tapi oleh Endang Witarsa dijadikan gelandang. Robby Binur waktu melawan kesebelasan Khairat tidak melakukan tugasnya sebagai sayap penyerang, "tapi ia juga benar membela pertahanan karena Ronny Patty tidak ada." Ronny memang tidak diturunkan hari itu karena cedera. Untuk merekrut Herry Kiswanto, semula ada ganjalan. Pardedetex tak mengizinkannya masuk tim mosaic. Tapi Sabtu lalu Pardede berubah pendirian, setelah Benny Mulyono yang diutus PSSI berhasil membujuknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus