Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Perbakin Kurang Ber "Dor"

Dalam kejuaraan Asia III, team Indonesia (Perbakin) berhasil merebut 8 medali perak & menduduki urutan ke-3, sedang urutan ke-1 direbut oleh Kor-sel.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGURUS dan anggota Perbakin (Persatuan Menembak Indonesia) seperti melafal lagu kebangsaan Korea Selatan pekan lalu. Tiga belas kali lagu itu didengungkan di Hotel Kartika Plaza, Jakarta. Ini pertama kalinya Perbakin menjadi tuan rumah Kejuaraan Menembak Wanita & Junior Asia. Suatu kebanggaan. "Tapi apa tidak sakit kalau Merah Putih kita kibarkan di bawah bendera negara lain?" kata Ketua-Perbakin, Mohammad Anwar. Dalam Kejuaraan Asia III itu (18-20 Oktober) atlet-atlet yang diturunkan Perbakin cuma berhasil merebut 8 medali perak, menduduki urutan ke-3 di bawah Kor-Sel 13 Medali emas, 1 perak) dan Jepang (1 emas, 1 perak, 1 perunggu). "Semangat patriotisme," demik ian Anwar mengagumi regu Kor-Sel. September lalu, Kor-Sel mengungguli Jepang di Kongres IOC (Komite Olympiade Internasional) sehingga ditetapkan menjadi tuan rumah Olympiade 1988. Pekan lalu ia mengungguli Jepang pula dalam pengumpulan medali. Kim Ki Hwan, ofisial Kor-Sel, mengatakan bantuan pemerintahnya dalam membina olahraga cukup besar, termasuk perlengkapan bagi penembak yang menonjol. Senjata dan perlengkapan adet Perbakin sebenarnya tidak kalah standarnya, tapi "kelemahan kita ialah dalam latihan," kata Lely Sampoerno, penembak Indonesia berpengalaman 21 tahun. Sri Suharti, misalnya, cuma berlatih 4 jam (Jumat) seminggu. "Kami latihan 5 kali serhinggu, tiap kali 4 jam," kata adet Kor-Sel, Park Dae Wun. Park, seorang mahasiswa, merasa latihannya tidak mengganggu kuliahnya. "Bila istirahat kuliah, ada mobil menjemput saya ke tempat latihan," tuturnya. "Perbakin tak punya mobil untuk menjemput adet," kata Ny. Sampoerno. Istri perwira TNI AU (almarhum Sampoerno) itu punya kendaraan pribadi, tapi atlet seperti Sersan (AU) Sri Suharti atau atlet junior biasa datang berlatih dengan naik bis kota. Mereka juga tidak mempunyai pelatih tetap. Latihan fisik tak teratur, "dipercayakan pada masing-masing," kata Suharti yang cuma sekali-sekali lari 3 km atau berenang. "Perbakin pernah mengatur jadwal latihan fisik bersama, tapi tak jalan karena tidak semua atlet bisa hadir serempak," kata ketua Perbakin. Para atlet negara juara juga memerlukan banyak latihan menembak kering (75%). Atlet Perbakin? "Kebanyakan belum tahu makna menembak kering," jawab Ny. Sampoerno. Karena mata penembak biasanya tertutup sebelum peluru meletus, maka "melenceng atau jitunya laras senjata hanya bisa dikontro dengan latihan tanpa peluru," tuturnya. Lely Sampoerno (46 tahun) sendiri merebut medali emas di Kejuaraan Asia 1977 (Seoul). Di Senayan pekan lalu ia hanya merebut medali perak pada nomor pistol angin. Ia dikalahkan Kim Hye Young (20 tahun) yang baru belajar menembak 2 tahun lalu. Bertindak scbagai ibu, sekaligus ayah, untuk 3 putrinya, dan juga ketua Konfederasi Menembak Wanita Se-Asia, terkadang jadi pelatih junior (putrinya Lolo juga), Ny. Sampoerno merasa kurang waktu untuk latihan. Kor-Sel unggul kebetulan karena 2 negara tangguh, RRC dan Korea Utara tidak mendapatkan visa. Kim Hye Young yang merebut 4 medali pun tidak merasa puas. Walaupun sempat uji-coba ke Republik Dominika dan Meksiko, spesialis pistol angin itu sedih melihat score-nya di Jakarta 10 angka di bawah rekor nasionalnya, 386. Thailand, saingan Indonesia di SEA Games 1979, kali ini menempatkan urutan ke-4 dalam pengumpulan medali (3 perak, 5 perunggu). "Persiapan kami tak sampai sebulan," kata Thiranun Jinda (24 tahun), gadis Thai yang sering dikerubuti cowok-cowok Jakarta sampai ia dilepas di Pelabuhan Udara Halin. Spesialis senapan angin ini merebut 2 perak (1 nomor perorangan, 1 beregu) dan 1 perunggu (beregu). Pistol Angin Dalam nomor senapan angin, penembak wanita Indonesia di SEA Games '79 masih (merebut emas), unggul atas regu Jinda dkk. Kali ini Sri Suharti dkk. tak merebut medali apa pun. "Seharusnya Sri ditopang Yetty Syah dan Lia," kata Ny. Sampoerno. Tapi Yetty sedang cuti hamil, sedangkan Lia dalam pingitan menjelang pernikahan (November). Iran menampilkan beberapa penembak berbakat. Mereka tak mau melepaskan cadar dan tidak pula mengenakan jaket menembak. Toh Iran merebut 2 medali perunggu, masih lebih baik dari Malaysia dan Bangladesh yang pulang kosong. Sebenarnya Perbakin tidak terlalu kecewa Ada rekornas baru pekan lalu. Dengan pistol angin, Ny. Indriati Kristanto menembak lebih jitu (93, 95, 94, 93) sehingga mengumpulkan angka 375, suatu rekor baru. Dan Hengky Ade Wibowo menciptakan rekornas junior baru di nomor senapan angin. Tapi cuma penembak wanita Kor-Sel, Kim Yang Ya, pang berhasil membuat rekor baru Asia. Pistol anginnya mengumpulkan angka 382, 4 angka di atas rekor lama Gao Jiamin, penembak RRC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus