WALAU sinar matahari pagi mulai menyengat, Tintus Arianto Wigowo
semakin gencar melepaskan pukulan keras di Stadion Tenis Senayan
Senin lalu. Berkali-kali terdengar teriakan penonton memberi
semangat kepada pemain tenis Indonesia itu.
Akhirnya pemain asal Surabaya yang dijadikan tulang punggung tim
ke Piala Davis ini merebut angka menentukan lolosnya Indonesia
ke final zone Timur.
Penampilan Tintus, 22 tahun, pada mulanya amat rapuh dalam 2
partai permulaan semi final 5-8 Maret lawan Korea Selatan itu.
Pada partai pertama melawan Song Dong Wook, 19 tahun, pemegang
gelar juara junior tenis Asia, ia kalah. Untung Yustedjo Tarik,
28 tahun, yang sudah dijuluki "si kakek" oleh beberapa penggemar
tenis Indonesia, bisa menyamakan kedudukan jadi 1-1.
Penampilan Tintus dalam partai ganda bersama Atet Wiyono lebih
parah lagi. "Semua pukulannya tak terarah, main seperti
orang-orang tua," keluh Sujono Ketua I Pelti (Persatuan Lawn
Tenis Indonesia) seusai pertandingan hari Sabtu. Sekitar satu
jam Tintus duduk dengan pandangan kosong ke tembok di
sekretariat Pelti setelah kekalahan kedua itu. "Bertanding di
Indonesia untuk Indonesia terlalu berat. Semua orang memberi
nasihat teknik supaya menang. Saya jadi tak percaya diri,"
keluhnya kepada pelatih Pelti, ora. Mien Gondo Wijoyo.
Petenis yang ditemukan Pelti dalamKejurnas remaja 1976 di Malang
itu mulai diorbitkan sebagai pemain nasional tahun lalu.
Mula-mula ia dipasang sebagai pemain ganda bersama Yustedjo
Tarik dan tampil sebagai titik kelemahan dalam final Piala Davis
Asia melawan India Maret 1981. Baru di SEA Games Desember 1981
ia mulai menunjukkan prestasinya yang lebih baik dari "abang"
nya Yustedjo. Bahkan dalam Kejuaraan di Semarang bulan
berikutnya, pemain dengan ukuran tinggi 175 cm itu mengalahkan
Yustedjo yang lebih tinggi 3 cm itu.
Tahun ini Tintus benar-benar diturunkan Pelti sebagai tulang
punggung tim. Ia diandalkan untuk merebut 3 angka, yakni sebagai
pemain tunggal dua kali dan sekali ganda bersama Atet. Kenyataan
di babak penyisihan Piala Davis melawan Malaysia di Kualalumpur
(1824 Januari) Indonesia menang 4-1 dengan andil utama' Tintus.
Satu angka lepas dari Yustedjo.
Di semi final di Senayan itu ia menghilangkan 2 angka bagi
Indonesia--sementara Yustedjo meraih 2 angka.
Kim Moon 11, pelatih Korea, melihat kekalahan timnya karena
udara Jakarta panas. "Indonesia juga beruntung karena didukung
penonton. Kami juga kalah di sini tahun 1975, tapi menang atas
Indonesia di Seoul tahun 1980," kata Kim yang pernah ikut Piala
Davis Kor-Sel tahun 1967-1978. Tapi menurut pelatih Indonesia,
kekalahan Korea karena keunggulan mereka sebagai base line mudah
dibaca. Karena itu Mien Gondowijoyo menyarankan agar Yustedjo
dan Tintus bermain di depan net. Ternyata memang berhasil.
Teknik ini yang membuat pemain Korea yang hanya ingin bermam
safe banyak mati langkah, meskipun pukulan pemain Indonesia
belum bervariasi dan mudah terbaca.
Atas kemenangan ini, tim Pelti merebut hadiah uang US$ 30.000
dari sponsor Piala Davis, Nippon Electric Company (NEC).
"Biasanya hadiah-hadiah dibagi-bagi," kata Tintus sambil
tersenyum. Tahun lalu hadiah uang yang direbut Indonesia sampai
kesandung di final adalah US$ 16.000--separuh diambil Pelti dan
separuh lagi dibagikan kepada semua pemain.
Pertandingan final, Indonesia lawan Jepang, akan berlangsung di
Jakarta 3-9 Mei. Hadiahnya US$ 60.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini