TAK begitu salah, kalau ada yang mengatakan, Menteri Perdagangan
dan Koperasi Radius Prawiro giat berkampanye belakangan ini.
Bukan tentang pemilu yang akan berlangsung awal Mei nanti. Tapi
tentang itu beleid ekspor nonminyak yang sekarang banyak
dibicarakan orang. Sejak akhir Desember lalu sampai pekan lalu
tak kurang dari selusin ceramah dan diskusi yang dilakukan oleh
Menteri Radius, baik dalam forum domestik maupun asing.
Jumat malam pekan lalu misalnya, ia tampil di depan forum Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di aula Bank Indonesia. Malam
sebelumnya, ia berceramah dan berdialog selama hampir lima jam
dengan para pengusaha--sebagian besar para eksportir--di Hotel
Jakarta Hilton, yang diselenggarakan oleh Yayasan Management
Informasi.
Banyak kritik dan saran dikemukakan kepada Menteri Radius. Dan
dengan tangkas Menteri Perdagangan yang senantiasa optimistis
itu menjawabnya satu demi satu. Ia mengakui salah satu halangan
untuk mempromosikan komoditi dari Indonesia di pasaran luar
negeri adalah kurangnya dana. "Anggaran masih terbatas" dan
pusat-pusat promosi dagang yang dilakukan oleh pemerintah kini
baru ada di Hamburg, London, New York, Tokyo dan Rotterdam,"
katanya.
Radius menganjurkan agar para eksportir mau membentuk suatu
konsorsium pusat promosi di luar negeri. Tapi, menurut dia, bisa
juga setiap asosiasi dagang yang ingin menggalakkan ekspornya
menyelenggarakan pusat-pusat promosi. Namun diakuinya itu memang
akan menelan biaya besar.
Tapi sebelum sampai pada pembentukan pusat-pusat promosi yang
diidamkan Menteri Radius Prawiro, para eksportir ada juga yang
bertanya-tanya: Kapan itu fasilitas kredit ekspor yang berbunga
rendah akan mulai berlaku? Seperti diketahui, Gubernur Bank
Sentral Rachmat aleh telah menetapkan kredit bagi eksportir
dengan bunga antara 6% sampai 9% setahun, yang lebih rendah dari
sukubunga yang berlaku di Malaysia dan Singapura.
Faturachman Djamaluddin, Dir-Ut perusahaan jeans merk Tira (Tiga
Raksa) yang terkenal itu, kontan menulis permohonan kredit
ekspor pada pertengahan Januari lalu, sesaat setelah keluarnya
paket pengumllman beleid ekspor 1982.
Perusahaan garmen yang mempekerjakan 600 karyawan, dan kini
terpaksa harus meliburkan 60 pegawainya, ketika itu mengajukan
kredit Rp 200 juta, senilai dengan L/C yang biasa mereka buka.
"Tapi tunggu punya tunggu, kami belum memperoleh kepastian
sampai sekarang," kata insinyur tekstil lulusan Praha,
Cekoslowakia itu.
Biasanya Tira berhubungan dengan Bank Panin. Dan dari bank
devisa swasta yan besar itu, "Tira memperolch kredit (pre
financing) dengan bunga setinggi 13% setahun," kata Faturachman.
Rupanya sampai sekarang peraturan pelaksanaan tentang kredit
ekspor itulah vang belum dikeluarkan. oan menurut Dir-Ut
Faturachman, kalau kredit ekspor yang dijanjikan itu belum juga
bisa dimanfaatkan, pihak Inggris akan balik menuding Indonesia
yang belum juga bisa memenuhi kuota. Tahun lalu Indonesia hanya
berhasil mengekspor 670.000 potong pakaian jadi, masih di bawah
kuota yang ditetapkan oleh Pasaran Bersama Eropa (PBE untuk
Inggris.
Menteri Radius Prawiro sendiri menyayangkan adanya kuota yang
"hangus" itu. Maka kepada asosiasi produsen tekstil, Radius
meminta agar hanyamemberikan rekomendasi kepada
perusahaan-perusahaan yang dianggap bonafide. "Kalau seorang
eksportir tak mampu, maka pemerintah dengan cepat bisa
memindahkan jatahnya kepada eksportir lain," katanya.
Harry Iyawan, Dir-Ut PT Sekar Jaya Utama di Sidoarjo, Ja-Tim,
juga sudah bersiap-siap memanfaatkan kredit ekspor itu. Sebagai
eksportir kerupuk udang yang terkemuka, Harry berharap akan bisa
menggenjot ekspornya meningkat sampai 60%. Tahun lalu Harry
mengekspor kerupuk udang ke Eropa, terutama Negeri Belanda,
sebanyak 350 ton seharga Rp 600 juta.
Tapi pengusaha kerupuk udang itu-yang tahun lalu mendapat
penghargaan dari pemerintah Belanda karena menjaga baik mutu
produknya, terpaksa harus bersabar. Kalangan pengusaha di
Surabaya berpendapat, peraturan pelaksanaan tentang kredit
ekspor itu baru akan selesai awal April nanti. "Itu pula
sebabnya di Surabaya belum ada pengusaha yang mengajukan kredit
ekspor," kata Tjiptono Darmadji, pengurus Kadin Ja-Tim.
Menurut Tjiptono, yang sehari-hari juga dikenal sebagai ahli
bedah jantung itu, para pengusaha di Surabaya saat ini masih
sibuk melakukan inventarisasi komoditi yang memiliki elastisitas
harga yang tinggi. "Seperti kodok dan kunir ternyata memiliki
potensi pasaran yang baik," kata dokter yang menjadi pengusaha
itu.
Aburizal Bakrie, pengusaha muda yang sekarang memimpin
perusahaan Bakrie Brothers di Jakarta, melihat ada beberapa
bidang usaha yang bisa memasukkan banyak uang: konstruksi di
luar negeri, yang selain menghasilkan devisa juga menciptakan
lapangan kerja, bidang pariwisata dan ekspor barangbarang hasil
industri.
Khusus tentang bidang industri, Aburizal menilai ada beberapa
hambatan yang perlu diatasi. Keadaan umum industri di Indonesia
dewasa ini, menurut pengusaha muda itu, mengalami kelebihan
kapasitas, terhadap kapasitas terpasang mesin-mesin. "Juga biaya
prasarananya dan biaya angkutan masih terasa tinggi," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini