KEINGINAN Federasi Bulutangkis Dunia (WBF) untuk memojokkan
Federasi Bulutangkis Internasionl (IBF) tampak tak pernah reda.
Dari sidang Dewan WBF di Bangkok (6 Nopember) keluar suatu
keputusan yang menuntut Federasi Asian Games (AGF) supaya
mengajukan permintaan resmi untuk 4 negara anggota IBF agar
mereka dapat mengikuti Asian Games VIII. WBF merupakan badan
yang memberikan persetujuan dan pengakuan terhadap
penyelenggaraan pertandingan cabang olahraga ini. Keempat
anggota IBF itu adalah Indonesia, Jepang, Malaysia dan India.
Indonesia tampak tak kaget mendengar keputusan WBF itu. "Sudah
diduga mereka akan melakukannya," kata Ketua Bidang Luar Negeri
PBSI, Suharso Suhandinata. Alasannya? Menurut kantor berita
Perancis, AFP dari Bangkok, sikap yang ditempuh WBF merupakan
usaha tidak kehilangan muka di dunia internasional sebagai
lembaga tandingan IBF.
Tadinya WBF gagal menghimpun potensi manca negara mengikuti
Kejuaraan Dunia Bulutangkis di Bangkok. Turnamen yang baru saja
berakhir itu hanya diikuti oleh 12 negara Asia dan 3 negara dari
Afrika. Indonesia, Jepang, Malaysia, dan India yang merupakan
pemegang supremasi internasional tidak ikut ambil bagian di
sana.
Insiden 1970
Di Bangkok, pekan ini keputusan WBF tersebut akan menjadi salah
satu topik hangat dalam pertemuan AGF. Bukan tidak mungkin WBF
akan mengeluarkan macam-macam dalih supaya ke empat negara di
atas gagal mengadu ketrampilan di arena bulutangkis Asian Games
VIII.
Adanya kemungkinan itu sudah di perkirakan oleh Datok Sri Hamzah
Abu Samah Ketua Dewan Olympiade Malaysia pekan lalu. Ia sudah
mengambil ancang-ancang untuk tidak mengikut-sertakan tim
bulutangkis dalam kontingen Malaysia ke Asian Games VIII, jika
WBF memblokir anggota IBF. "Kami tidak punya pilihan lain,
manakala WBF melarang BAM (Badminton Association of Malaysia)
mengikuti AG VIII," kata Abu Samah.
Di Jakarta, Suhandinata menyatakan bahwa Indonesia akan berjuang
keras di AGF supaya keempat anggota IBF itu diperkenankan ambil
bagian di AG VIII. "Saya percaya, dewan tak mungkin akan berbuat
sesuatu yang dapat merugikan WBF," ujar Suhandinata optimis.
Dawee adalah Ketua Pelaksana AG VIII dan juga menjabat Presiden
WBF'.
Masalah diperkenankannya atau tidak keempat anggota IBF tampak
bukan sebagai persoalan berat bagi Indonesia. Yang mencemaskan
adalah kemungkinan terulangnya 'insiden' Bangkok, 1970. Ketika
itu tim Indonesia berhadapan dengan regu Muangthai dalam ronde
pendahuluan Piala Thomas, tapi pertarungan terpaksa dihentikan
setengah jalan. Indonesia memprotes perlakuan wasit dan penjaga
garis, semuanya dari negara penyelenggara, bertindak berat
sebelah. Protes tersebut diterima oleh IBF. Sehingga
pertandingan diulang kembali di Tokyo, tempat yang dianggap
netral. "Peristiwa itu terjadi pada saat belum ada masalah IBF
dan WBF," kata Ketua Umum PBSI, Sudirman. "Apalagi, sekarang."
Suhandinata juga melihat kemungkinan serupa. Meski di AG VIII
nanti berhadapan sesama kontingen Asia, pada hakekatnya yang
bertarung adalah IBF dan WBF. Dan, "WBF ingin membuktikan diri
mereka sebagai yang terkuat," tambah Suhandinata. "Bagaimana pun
mereka akan berusaha mengalahkan Indonesia dan Jepang." Dua
negara yang disebut terakbir adalah pemegang Piala Thomas dan
Piala Uber.
Adakah dugaan Indonesia itu berdasar? Kelihatannya memang akan
demikian. Dalam perebutan Piala Thomas di Bangkok, 1976, sewaktu
tim Indonesia turun melawan regu Muangthai, suporter yang
'ganas' tampak berusaha memecah konsentrasi lawan dengan memukul
tabuh-tabuhan. Juga itu berulang ketika Indonesia turun melawan
tim RRC dalam Invitasi Bulutangkis Asia, di awal tahun
berikutnya.
Yang sedikit melegakan pihak Indonesia adalah hadirnya figur
Dawee di pucuk pimpinan pelaksana AG VIII maupun di tingkat WBF.
Suhandinata menilai tokoh ini sebagai orang yang sportif.
Diperkirakan ia akan berlaku jujur. "Meski demikian, kita harus
bersiap-siap juga " kata Suhandinata. Maksudnya, tim akan
diperlengkapi dengan seorang pimpinan yang berani memprotes
setap kecurangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini