Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang Cerah Dan Yang Kecewa

Dalam kejuaraan nasional atletik di Stadion Utama Senayan, pelari asal NTT, Caroline Albertus, 11, berhasil membuat debut. Pelatih dari Irian Jaya kecewa karena atlitnya gagal merebut medali emas.

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA bukan anak ajaib. Kendati dalam usia 11 telah membuat debut yang mengesankan. Dialah, Caroline Albertus, pelari 3.000 m puteri dari Nusa Tenggara Timur yang bersaing untuk memperebutkan medali dalam Kejuaraan Nasional Atletik di stadion utama Senayan, Jakarta pekan lalu. Penampilan Caroline yang mengesankan itu bukanlah terletak pada ukuran medali. Karena ia gagal dalam meraih itu. Mengingat lawannya adalah pelari-pelari tangguh yang sudah berulang kali terjun di lintasan perlombaan. Di antaranya adalah K. Jayamani, pelari tamu dari Singapura, saingan imbang juara nasional, Lelyana Tjandrawidjaja. Juga Yeanny Astuti dari Jawa Timur. Tapi ia telah mengorbitkan diri sebagai pelari yang berbakat. Dipanggil Lahir sebagai anak kelima dari enam bersaudara, dunia atletik dijamah Caroline lewat perlombaan lari 3.000 m dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional di Kupang, 2 Mei lampau. Ia merenggut medali perunggu untuk tingkat SD. Catatan waktu tempuhnya tak lagi diingatnya. Tapi di balik urutan ke-3 yang diraihnya itu, guru olahraga August Parera melihat sesuatu yang lain dari Caroline yang tak terdapat pada 2 pemenang di atasnya. Ia pun dipanggil untuk memperkuat kontingen atlit NTT. Dipersiapkan dalam tempo 2 minggu dengan 8 kali latihan menjelang keberangkatan ke Jakarta, dosis persiapan itu ternyata tak cukup kuat menunjang pemunculannya di tingkat nasional. 600 m sebelum finish, ia tampak mulai diserang kelelahan. "Capek", kata Caroline ketika para suporter NTT meminta ia menaikkan tempo. Ia mengakhiri perlombaan di urutan ke-6 dalam waktu 12 menit 08,2 detik. Juaranya adalah Jayamani yang mencatat angka 10 menit 33,6 detik. Kelebihan Caroline, mungkin hal ini juga yang dilihat pelatih Parera, terletak pada sistim kardio-vaskuler yang kuat. 1 menit seusai perlombaan denyut nadinya tercatat 120. Kira-kira 60 detik kemudian turun di bawah 100. Kalau saja keunggulan itu ditopang oleh sistim ototnya yang memadai, ia tak ayal akan bisa menekan waktu tempuhnya. Kekurangannya dalam faktor terakhir ini dapat dimaklumi. Di samping usianya masih muda sekali, juga persiapannya pendek. "Dalam kejuaraan yang akan datang, saya berusaha untuk berbuat lebih baik," janji Caroline. Tekad Caroline, pelari kaki ayam yang kini duduk di kelas VI SD Oetona Kupang agaknya tak terlalu berlebihan. Lingkungan alam tempat tinggalnya membantu banyak untuk melangkah ke arah tersebut. Ia selalu berjalan kaki, kadang-kadang berlari-lari kecil, setiap hari menuju sekolah yang berjarak hampir 1 kilometer dari rumahnya. Di samping itu dibutuhkan pengarahan yang tepat dari pembina atletik NTT, tentunya. Menitikkan Air Mata Dalam pertarungan atletik nasionnl kemarin masalah pengarahan yang mengenai sasaran tak kurang mendapat sorotan tajam, terutama dari pembina di daerah yang atlitnya terpilih memasuki pelatnas Asian Games VIII. Di antara penyorot, dan mau disebut nama, adalah Ule Latumahina, pelatih dari Irian Jaya. Ule mengecam sistim pelatnas yang gagal mengantar 2 atlitnya, Leo Kapisa dan Melly Moffu, ke tempat terhormat dalam perlombaan. "Semula kami berharap dengan ditariknya Leo dan Melly ke pelatnas, prestasinya akan lebih baik," kata Ule. "Kenyataannya, lain dari itu." Menurut pelatih pelatnas, Askar, seperti yang dituturkan kembali oleh Ule, bahwa ketidak-berhasilan Leo maupun Melly mencapai prestasi yang baik adalah dikarenakan target untuk mereka bukanlah Kejurnas. Melainkan Asian Games VIII. "Sebagai orang daerah, kami 'kan punya kepentingan dengan mereka untuk Kejurnas ini," lanjut Ule. "Minimal dari mereka diharapkan 3 medali emas." Perkiraan itu didasarkan atas prestasi mereka waktu dilatih di Irian Jaya. Ule pun memberi contoh, dari Melly untuk nomor 400 m gawang diharapkan medali emas. Sebab ia adalah pemegang rekor nasional. "Nyatanya cuma dapat perunggu," katanya. Gagalnya Melly mempertahankan prestasinya tak kurang membuat Sekretaris KONI Irian Jaya, Fabanyo menitikkan air mata. Demikian kecewanya ia melihat penampilan Melly setelah di pelatnas, ia langsung kembali ke hotel Asri, tempat ia menginap, untuk meredakan kekecewaannya. "Kalau saja Melly tetap kami yang melatih prestasinya tak akan jatuh begitu," kata Fabanyo. Untuk nomor 400 m gawang kemarin Melly mencatat waktu 53,4 detik (rekor nasional 52,9 detik). "Padahal sarana latihan di Irian Jaya serba minim," tambahnya. Kasus seperti yang dialami Leo dan Melly bukanlah cerita baru pelatnas. Hal yang sama juga pernah merundung Suwignvo, peloncat tinggi Jawa Timur, tahun lalu. Suwignyo, setelah memecahkan rekor Indonesia dengan loncatan setinggi 1,98 m, dipanggil ke Jakarta. Tapi selama di pelatnas, loncatan ternyata tak lebih dari 1,80 m. Ia lalu menarik diri, dan kembali ke Jawa Timur. Sabtu, 8 Juli lalu ia melompat pada ketinggian 1,90 m. Tapi Kejuaraan Nasional Atletik kemarm tah seluruhnya menampilkan kekecewaan. Ada 3 atlit (Irawati, Poppy Timurason, dan Komot Heruwatno) yang mencatat 4 rekor nasional baru untuk 100 m gawang, panca lomba, lempar cakram, dan lontar martil. Akan di luar lapangan, yang tak kurang menarik, adalah tampilnya Letjen Sayidiman Suryohadiprojo di pucuk pimpinan PASI menggantikan Letjen Sugih Arto. "Mudah-mudahan dengan pengurus baru sekarang ini, kekecewaan yang saya alami dengan pembinaan atlit-atlit saya di pelatnas, tak 'kan terulang lagi," ujar Fabanyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus