Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bicara soal pantas

Ipwi (ikatan wanita pengusaha indonesia) mendiskusikan tentang gambaran wanita berpendidikan yang punya bakat dan ingin membentuk karir di dunia usaha, masalahnya, faktor norma sebagai wanita timur. (eb)

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA bisa bekerja sampai jam 9 malam," kata wanita itu. "Karena kebetulan saya masih sendiri." Rosita S. Noer yang memimpin PT Indra Pardana dan PT Saloka Kusuma Utama, keduanya di bidang perdagangan, memang tidak ada kebutuhan mendesak untuk pulang ke rumah sebelum matahari terbenam. Tapi apakah itu pantas bagi wanita pengusaha? Soal apa yang pantas ini menjadi bahan diskusi minggu lalu antara dr. Rosita dan sesama rekannya dalam IPWI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia). Kaum wanita Indonesia sebagai pekerja sudah biasa. Sepertiga dari jumlah tenaga kerja di negeri ini adalah wanita. Tapi wanita sebagai kepala, boss dan manajer masih sedikit. Dan wanita pengusaha, khusus mereka yang menjadi anggota IPWI jauh lebih sedikit jumlahnya. Maka dengan diskusi itu IPWI rupanya ingin membina gambaran diri. Para wanita penjual jamu tradisionil di kota-kota, atau membuka warung di pedesaan, adalah juga pengusaha. Namun bukanlah potret golongan wanita ini yang menjadi persoalan bagi diskusi IPWI. Bagi IPWI, tentu saja, persoalan wanita berpendidikan yang punya bakat dan ingin membentuk karir di dunia usaha. "Sebagai wanita Timur," dra. Kemala Motik Amongpradja, tokoh IPWI, mengakui bahwa mereka harus "tetap menghormati nilai dan norma yang berlaku di masyarakat kita." Dia tegas menjunjung sikap supaya wanita pengusaha "mengutamakan kewajiban utama sebagai ibu dan isteri rumahtangga." Maria Ulfah Soebadio SH, tokoh pergerakan wanita Indonesia, mendukung sekali kaumnya terjun ke dunia usaha tapi menasehatkan dalam diskusi itu: "Kaum wanita harus mengadakan pilihan yang tepat untuk kebahagiaannya sendiri." Pilihan tepat itu, ya, tergantung pada pribadi anggota IPWI. Tapi Ny. Soebadio mencatat 4 golongan wanita di masyarakat Indonesia:  Ia punya bakat, mengejar cita-cita, memilih untuk tidak berumahtangga, artinya tetap single.  Ia berbahagia mengabdi pada keluarga, jadi 100% sebagai ibu rumahtangga.  Ia cakap, punya ambisi, memberikan prioritas pada pekerjaannya di atas keluarganya. Ini dapat menimbulkan konsekwensi seperti perceraian.  Ia memilih jalan tengah, menerima peranan rangkap, mengadakan kombinasi yang sebaik-baiknya. Ia mengerti apa yang menghambat suksesnya dalam pekerjaan, tapi menyadari bahwa keluarga adalah penting juga. Paling ideal, jika diikuti jalan pikiran Ny. Soebadio, ialah hal keempat. Tapi para anggota IPWI sendiri rupanya bertanya-tanya: Mungkinkah sukses dalam bisnis bisa sejalan dengan sukses dalam rumahtangga? "Di dunia, kita tidak dapat semuanya. Itu saja," demikian pendapat dr. Rosita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus