Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di bonn: cuma diskusi ?

Pertemuan puncak 7 negara industri berlangsung di bonn, untuk mengatasi resesi ekonomi dunia. as akan meninjau kebijaksanaan minyaknya. jerman barat melakukan reflasi. jepang menurunkan tarif impornya. (eb)

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTEMUAN puncak tujuh negara industri akan berlangsung lagi di Bonn per tengahan Juli ini. Itu merupakan keempat kalinya -- sesudah pertemuan Paris, Puerto Rico, dan London -- untuk mengatasi resesi ekonomi dunia yang nampaknya makin terus berlarut. Setahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhir di London, namun keadaan ekonomi makin tak menentu. Nampaknya makin sulit kali ini bagi kepala pemerintahan dari AS, Jerman Barat, Jepang, Inggeris, Perancis, Italia dan Kanada yang akan bertemu di Bonn untuk mengatasinya. Tapi itu tak berarti mereka masingmasing tak berusaha. Presiden Carter sedang berusaha keras untuk menertibkan kembali neraca perdagangannya untuk menjamin stabilitas nilai dollar. AS dikecam keras terutama oleh Jerman Barat karena kegagalannya dalam menjamin nilai dollar. Impor minyak AS, yang merupakan faktor utama di belahang defisit perdagangan AS nampaknya ingin dibenahi oleh Carter. Tapi posisi Carter dalam hal RUU Energi telah mandeg di Kongres. Kalau Korigres sampai menolaknya, Carter mengancam akan melakukan tindakan kenaikan harga minyak secara administratip atau menaikkan pajak penjualan minyak dalam negeri. Sekalipun nasibnya belum menentu di Kongres, Carter sekurangnya sudah menunjukkan kesungguhannya, dan ini merupakal modal utamanya sebelum kedatangannya di Bonn. Sekurangnya negara-negara lain jadi kehilangan peluru untuk menyerang AS. Trauma Pra Hitler Dengan demikian persoalan beralih pada apa yang akan dilaksanakan negara lain. Jerman Barat tempo hari sudah didesak untuk berperan sebagai "lokomotip": menarik ekonomi negara lain dari resesi. Jerman Barat memang bermaksud melakukan tindakan fiskal yang cukup ekspansif untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi. Pajak akan diturunkannya hingga mengurangi penerimaan pemerintah dengan DM 12 milyar dan APBN-nya akan mengalami defisit DM 20 milyar. Uang yang dibiarkan beredar di masyarakat ini diharapkan akan merupakan tambahan pendapatan yang mendorong permintaan akan barang dan jasa, hingga mendorong pula industri untuk menambah produksinya. Tapi tindakan reflasi Jerman Barat ini rupanya dianggap belum cukup. Namun oleh Kanselir Helmut Schmidt rupanya dirasakan sudah maksimal yang bisa dilakukan Jerman. Para penjabat Jerman Barat berpendirian bahwa reflasi yang lebih jauh hanya akan mendorong inflasi lebih parah lagi, terutama karena awal tahun ini industri Jerman baru saja menyetujui kenaikan gaji dan upah rata-rata 7% untuk buruhnya. Inflasi memang merupakan hal yang sensitif bagi Jerman. Dan bagi negara yang mengalami ribuan persen inflasi pada zaman pra-Hitler inflasi masih memberi trauma bagi rakyat Jerman. Di bidang perdagangan luar negeri Jerman Barat masih dianggap protektif, belum "seberani" Jepang dalam memberikan konsesi bagi barang-barang yang dibelinya dari negara lain. Tapi Jerman memang punya alasan: gara-gara kekacauan nilai dollar, industri ekspor Jerman juga ikut tak menentu. Apresiasi Mark terhadap dollar belakangan ini jelas sedikit memperlemah ekspor Jerman. Dengan besarnya surplus neraca pembayaran, Jepang ternyata juga belum bisa memberi banyak, kecuali tindakan untuk menambah pembeliannya dari luar negeri. Jepang sudah menurunkan tarip impor untuk sekitar 300 macam barang, dan penurunan tarip ini berkisar antara 23%. Tapi karena tindakan ini hanya menyangkut barang senilai US$2 milyar, atau 3% nilai impor Jepang seluruhnya, maka konsesi Jepang itu pun dianggap belum cukup. Pada akhirnya yang akan terjadi di prtenluan puncak Bonn adalah sampai berapa jauh negara-negara peserta tersebut bersedia melakukan tindakan berikutnya. Ini tak akan mudah bagi mereka untuk menentukannya, karena menjelang pertemuan Bonn, situasi sudah berkembang begitu cepat. Tahun depan harga minyak hampir pasti naik dengan 5%. Sheik Zaki Yamani, sekalipun belum tegas suaranya, terhadap usul kenaikan harga 5% ini sekurangnya sudah mengangguk dan bersuara merdu (TEMPO 1 Juli). Ini memberi satu komplikasi lagi bagi usaha mengatasi resesi, dan bisa mewarnai pembicaraan di Bonn. "Fed" Khawatir Sementara itu tindakan Bank Sentral Amerika (Federal Reserve Bank) yang menaikkan tingkat bunga baru-baru ini dari 7,5% menjadi 7,75%, merupakan berita yang kurang enak, karena itu berarti tindakan yang bisa mengerem pertumbuhan ekonomi AS yang baru saja bergerak. Rupanya "Fed" lebih prihatin terhadap inflasi yang masih terus merayap daripada resesi itu sendiri. Dan kekhawatiran "Fed" ini juga dirasakan oleh mayoritas ekonom di Washington yang merasa bahwa apabila inflasi tidak dicek, ia akan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Mereka berpendapat inflasi harus diatasi dulu sebelum semua pihak berbicara tentang pertumbuhan. Tanpa disadari, para ekonom itu sudah mendengungkan sentimen golongan moneteris yang dipelopori nabi ekonomi Universitas Chicago, Prof. Milton Friedman, yang selalu mendengungkan bahwa kebijaksanaan moneter lebih ampuh dari pada kebijaksanaan fiskal. Tapi para pengambil keputusan di negara-negara industri masih belum habis terpesona oleh petunjuk Keynes yang memang memberi keajaiban dalam penanggulangan depresi tahun 1930. Mereka terpesona bahwa reflasi lewat tindakan fiskal begitu manjur. Tapi sebenarnya kini mereka pun sadar bahwa reflasi juga ada batasnya. Begitu batas itu dilewati, inflasi akan meledak, ketika pertambahan pendapatan yang diperoleh masyarakat lewat penurunan pajak dibelanjakan untuk memborong barang dan jasa, sementara kapasitas produksi tak bertambah secepat pertambahan permintaan. Jerman dan Jepang sangat menyadari hal ini. Tapi apakah suara mereka akan mendominir pembicaraan di Bonn akan tergantung dari keuletan para pembicaranya. Di lain pihak rekan seperti Perancis dan Inggeris juga tak akan pasip begitu saja. Bisa diperkirakan konperensi puncak kali ini, seperti halnya tiga konperensi puncak sebelumnya, kembali akan merupakan tambahan forum diskusi tak lebih dan tak kurang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus