Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang Muda yang Juara

Sejumlah atlet muda memecahkan rekor di Pekan Olahraga Nasional. Penyegar di tengah dominasi atlet senior.

26 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keunggulan Azzahra Permatahani, 14 tahun, sebagai perenang spesialis jarak jauh terlihat dalam nomor 400 meter gaya ganti perseorangan Pekan Olahraga Nasional. Di kolam renang Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Ahad dua pekan lalu, atlet Riau itu mulai meninggalkan para pesaingnya ketika lomba melewati jarak 200 meter.

Pada fase 100 meter ketiga, yang melombakan gaya dada, Azzahra tampil dominan. Pelatihnya yang berada di pinggir kolam, David Armandoni, sudah memprediksi keunggulan itu. "Teknik gaya dada dia sangat baik," kata pria asal Prancis ini. Pada fase 100 meter terakhir dengan gaya bebas, Azzahra tak terkejar. Ia finis tercepat, dengan catatan waktu 4 menit 54,88 detik. Tak hanya meraih emas, ia memecahkan rekor PON milik Elsa Manora Nasution yang berusia 23 tahun.

Ditemui setelah menerima medali, Azzahra justru tampak tak terlalu puas. Maklum, waktunya masih terpaut jauh dari catatan perenang Vietnam, Nguyen Thi Anh Vien, yang memegang rekor SEA Games (4 menit 42,88 detik). "Tadi masih kurang enak, tapi target emas tercapai," ujarnya.

Zahra—begitu dia biasa disapa—menjadi salah satu atlet muda yang membuat kejutan di arena PON XIX, yang tengah berlangsung di Jawa Barat. Ia juga merebut satu emas lain dari nomor 800 meter gaya bebas putri, mengantongi dua perak dari nomor 200 meter gaya dada dan 200 meter gaya ganti, serta mendapat satu perunggu di nomor 400 meter gaya bebas.

Selain dia, di nomor-nomor lomba renang putri, ada perenang muda asal Kalimantan Utara, Angel Gabriel Yus, 15 tahun, yang merebut medali emas di nomor 50 dan 100 meter gaya kupu-kupu. Catatan waktu 1 menit 1,66 detik miliknya di nomor 100 meter itu memecahkan rekor PON berusia 25 tahun atas nama Elsa Manora Nasution.

Dua perenang muda asal Jakarta juga berjaya. A.A. Istri Kania Ratih, 17 tahun, menjadi yang terbaik di nomor 50 meter gaya bebas. Sedangkan Sofie Kemala, 15 tahun, merebut emas nomor 50 meter gaya punggung. Dari Riau juga ada Anandia Treciel Vanessae Eva, 19 tahun, yang merebut emas nomor 100 meter gaya dada putri sekaligus memecahkan rekor nasional.

Keberhasilan mereka menjadi angin segar bagi cabang renang, yang umumnya masih memunculkan nama lama di podium juara. Di bagian putra, perenang Jawa Barat, Triady Fauzi Sidiq, misalnya, masih menunjukkan dominasinya. Sementara pada PON sebelumnya merebut tujuh emas, kini perenang 25 tahun itu meraih delapan emas. Selain itu, ada I Gede Siman Sudartawa, atlet DKI Jakarta berusia 22 tahun, yang masih merajai nomor gaya punggung dengan merebut dua emas.

Di cabang lain, keberhasilan atlet muda tak sebanyak di cabang renang. Dari arena karate, ada Rahmad Hidayat, atlet Jawa Barat berusia 18 tahun, yang merebut emas dari nomor kata (jurus) perseorangan putra. Dari cabang dayung, setidaknya ada dua atlet muda: Melani Putri, atlet tuan rumah berumur 16 tahun, meraih emas nomor quadruple sculls putri (W4X), sementara Rusdi Elly, atlet Maluku berusia 17 tahun, menjadi juara di nomor double scull putra (M2X) bersama seniornya, La Memo.

Para juara muda inilah yang sejak awal menjadi bidikan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima)—penanggung jawab pemusatan latihan nasional bagi atlet yang akan dikirim ke berbagai kejuaraan di luar negeri. Lembaga itu menargetkan bisa menemukan 100-200 atlet muda potensial di kejuaraan empat tahunan ini. Target itu belum tercapai, karena pada awal penyelenggaraan PON, atlet senior masih sangat mendominasi.

Suwarno, Wakil I Ketua Umum Bidang Pembinaan Prestasi Olahraga dan Bidang Pembinaan Organisasi Komite Olahraga Nasional Indonesia, mengatakan—sampai Selasa pekan lalu—baru 27 persen medali yang diperebutkan. "Saya masih melihat nama-nama itu juga yang muncul. Di renang, Triady lagi. Di angkat besi, Eko (Yuli) dan Sri Wahyuni. Memang ada nama baru, tapi nama lama masih mendominasi," ujarnya Selasa pekan lalu. Eko Yuli dan Sri Wahyuni adalah peraih medali perak Olimpiade 2016.

Suwarno melihat pembinaan atlet di daerah belum merata. Kewajiban bupati atau wali kota untuk membina sekurang-kurangnya satu cabang olahraga potensi daerah—seperti amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional—belum terlaksana. Pembinaan di daerah juga terhambat oleh berbagai hal, termasuk kurangnya prasarana. "Kaderisasi atlet melalui sekolah tidak berjalan. Dari Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar, pembinaan putus. Yang masuk ke Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa hanya sepuluh persen. Berarti ada yang tak tertangani," ujarnya. "Makanya KONI ingin membangun sentra-sentra pembinaan, tapi kami mengalami kendala anggaran."

Dari kisah atlet-atlet muda yang menjadi juara, terungkap bahwa keberhasilan mereka ditopang oleh pemantauan bakat yang bagus, sistem pembinaan yang optimal dan berkelanjutan, serta bakat dan kerja keras para atlet itu. Urusan pemantauan bakat yang cespleng, misalnya, dirasakan manfaatnya oleh Melani.

Setahun lalu, Melani hanyalah seorang pelajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tegalwaru, yang terletak di kaki Gunung Cipaga, Karawang. Ayahnya, Rusgan, 72 tahun, dan ibunya, Emi, 65 tahun, adalah petani. Olahraga dayung sama sekali asing baginya. Ia ditemukan manajer tim dayung Jawa Barat, Alia Maedina, yang mencari bibit atlet dayung ke seluruh penjuru Karawang.

Alia saat itu memakai kriteria sederhana: mencari siswi paling tinggi di tiap sekolah. "Dengan tinggi 171 sentimeter, Melani adalah siswi tertinggi di SMP itu. Tapi saat itu badannya kurus banget. Beda dengan sekarang, yang berotot," kata Alia. Ia tertarik merekrut Melani ke pemusatan latihan daerah karena remaja ini dinilainya memiliki keunggulan mental dan etos kerja. "Termasuk urusan berenang. Walaupun mahir mengendalikan perahu dengan cepat, Melani awalnya tak bisa berenang."

Kerja keras Melani akhirnya berbuah manis. Di Situ Cipule, Karawang, Jumat dua pekan lalu, ia meraih emas bersama tiga seniornya, Susanti, Syiva Lisdiana, dan Yayah Rokayah. Setelah menerima medali, mereka berswafoto sambil memamerkan bonus Rp 2,5 juta yang baru diberikan Alia Maedina. Melani mendapat bonus tambahan dari Bupati Karawang. Bonus lebih besar juga akan dia terima dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat seusai PON nanti. "Dari bonus ini, saya ingin membeli kerbau untuk membantu pekerjaan Bapak di sawah," ujarnya sambil tersipu malu.

Lain Melani, lain Zahra. Pemerintah Riau memberi sokongan dana untuk mengubah Zahra menjadi perenang muda yang andal. Ia bersama Anandia Treciel dikirim ke Prancis untuk berlatih selama satu setengah tahun pada 2014. Selama di sana, selain berlatih, mereka berkesempatan mengikuti berbagai kejuaraan junior Eropa. Zahra bahkan memecahkan rekor nasional Prancis di kelas umur 14-15 tahun untuk nomor 400 meter gaya ganti putri.

Zahra, yang kini duduk di kelas I Sekolah Menengah Atas Cendana, Pekanbaru, menurut pelatihnya, memiliki keunggulan sebagai atlet karena secara fisiologis otot-ototnya mendukung untuk berlomba di nomor jarak jauh. "Detak jantungnya juga mendukung untuk jarak di atas 200 meter," kata David Armandoni, yang kini menjadi pelatih pelatnas.

Bakat dan fisiologis yang menunjang itu kemudian ditempa lewat latihan keras. Dalam tiga tahun terakhir, Zahra berlatih tujuh kali sepekan dengan durasi dua jam per sesi. Bahkan, untuk menyongsong PON, sejak Juni lalu ia berlatih sepuluh kali sepekan.

Angel Gabriel, peraih emas dari Kalimantan Utara, juga menyebutkan latihan keras menjadi kunci keberhasilannya. Menggeluti renang sejak berusia 3 tahun, pelajar kelas I SMA Don Bosco, Jakarta, ini berlatih sepuluh kali per pekan dengan durasi dua-tiga jam per sesi. Ia kerap harus menekan lelah dan rasa jenuh. "Pagi sudah di kolam sejak pukul 04.15 sampai 06.00. Habis itu, sekolah. Pulang sekolah, sore pukul 16.00, latihan lagi sampai 19.00," ujarnya.

Angel, yang mengidolakan perenang Singapura, Joseph Schooling, kini menargetkan bisa bertanding di Olimpiade 2020. Begitu pula Zahra. David yakin anak asuhnya ini bisa menjadi ratu renang Asia dalam waktu dekat. "Kalau dia bisa tetap berfokus, berlatih keras seperti saat ini, saya yakin dia bisa," katanya.

Nurdin Saleh, Gadi Makitan, Febriyan (Bandung), Hisyam Luthfiana (Karawang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus