Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Snowden adalah takdir Oliver Stone.
Sudah lama sutradara yang selalu kritis terhadap pemerintah Amerika Serikat ini—ingat, dia pernah bertempur dalam perang Vietnam—tidak menghasilkan film yang menyulut diskusi atau kontroversi seperti ketika dia menggebrak dunia sinema melalui film Platoon (1986), Wall Street (1987), Born of the Fourth of July (1989), The Doors (1991), JFK (1991), dan Nixon (1995). Di masa lalu, hampir setiap film politik karya Stone, suka atau tidak, mengandung kontroversi, terutama karena sikap Stone yang percaya bahwa di dalam pemerintah ada "pemerintah bayangan" dan pembunuhan terhadap J.F. Kennedy adalah sebuah konspirasi.
Namun, 20 tahun terakhir, film-film Stone tak terlalu menggigit meski dia tetap mengambil tema-tema yang dekat dengan jantung warga Amerika: Alexander (2004) adalah sebuah film ambisius yang ingin mengangkat Alexander the Great tapi gagal hidup sebagai film yang sama legendarisnya dengan sang tokoh, World Trade Center tak berhasil secara komersial, sedangkan rencana pembuatan film Martin Luther King gagal karena konon pihak keluarga King tak setuju dengan skenario versi Stone.
Tokoh Snowden seperti lahir untuk direkam Stone. Dalam film ini, Stone seperti kembali menemukan sebuah visi dan tujuan sinema, seperti ketika dia mempesona penggemar film dan kritikus dengan Platoon. Apa yang terjadi pasca-"9/11" dan bagaimana Amerika menangani terorisme akhirnya mencapai tahap yang sejak dulu dibayangkan Stone: Big Brother is watching you. Tidak dengan gaya otoritarian Orwellian, tapi dengan kecanggihan teknologi masa kini bernama National Security Agency (NSA) yang diberi wewenang luar biasa besar—nyaris tanpa batas—untuk merasuk ke dalam kehidupan pribadi masyarakat Amerika. Gerakan voyeurism yang dilakukan terhadap percakapan telepon serta mengintip gerak-gerik melalui kamera laptop, kamera CCTV, dan peralatan apa pun yang memungkinkan Abang Sam mengetahui segala isi kehidupan warganya ini mengerikan, meski sudah kita ketahui dari berbagai serial televisi, seperti Person of Interest dan The Good Wife. Alasan awal pemerintah Amerika: mendeteksi serangan teroris. Lama-lama kemampuan menjadi Big Brother ini menjadi keuntungan politik dan strategi.
Oliver Stone sengaja membuka film dari babak tengah cerita: Snowden yang sudah siap bersaksi di hadapan sineas dokumenter Laura Poitras (Melissa Leo), wartawan Glenn Greenwald (Zachary Quinto), dan wartawan The Guardian, Ewen MacAskill (Tom Wilkinson). Lantas bergulir kilas balik tentang Edward Snowden yang semula ingin ikut perang melawan Irak, tapi gagal dalam latihan fisik. Snowden direkrut sebagai kontraktor NSA yang kemudian mampu membuat berbagai program canggih yang ternyata akhirnya digunakan untuk mengebom sebuah desa nun jauh di negara lain. Perlahan-lahan, Snowden menyadari apa yang tengah terjadi. Ada gerakan paranoia tingkat internasional yang sudah melampaui batas. Dan bagi Snowden, apa yang dulu dibelanya kini harus dilawan. Proses kesadaran Snowden digambarkan dengan perlahan tapi meyakinkan.
Stone jelas bersikap: Snowden adalah pahlawan yang berani mengungkap kesalahan Amerika (yang diwakili lembaga intelijen dan militer). "Saya tidak minta uang. Tidak minta apa-apa. Bagi saya, ini penting bagi masyarakat Amerika untuk mengetahui bahwa pemerintah melakukan ini," kata Snowden (diperankan dengan baik oleh Joseph Gordon-Levitt) kepada wartawan Ewen MacAskill.
Film ini menggambarkan dunia IT menjadi lebih menarik: dunia maya yang ternyata jauh lebih berkuasa dan merasuk serta menguasai kehidupan kita. "Irak dan negara lain sebentar lagi menjadi sampingan. Perang kita ada di dunia maya," kata mentor Snowden, Corbin O'Brian (Rhys Ifans). Baru kali ini saya merasa ikut tegang mengikuti gerak-gerik Snowden yang sudah dikepung di mana-mana setelah kesaksiannya di Hong Kong. Tentu saja Amerika, dalam film ini, terlihat sebagai raksasa yang menyebalkan. Bukankah ini film buatan Oliver Stone?
Hubungan cinta Snowden dengan Lindsay (Shailene Woodley), yang semula terasa klise—kehidupan pribadi versus pekerjaan— berakhir dengan menarik. Si pacar yang sama sekali tak tahu pekerjaan Snowden akhirnya menyadari betapa berbahayanya keadaan mereka. Betapa Snowden sampai menyarankan agar lensa kamera pada jidat laptop itu ditutup dengan plester karena ada bahaya di hadapan mereka.
Oliver Stone lahir kembali setelah 20 tahun. Kisah Snowden adalah peniup napas ke dalam karier sinematik Stone. Leila S. Chudori
Snowden
Sutradara: Oliver Stone
Skenario: Oliver Stone dan Kieran Fitzgerald
Pemain: Joseph Gordon-Levitt, Shailene Woodley, Rhys Ifans, Nicolas Cage, Melissa Leo, Zachary Quinto, Tom Wilkinson, Joely Richardson, Timothy Olyphant, Scott Eastwood, Ben Schnetzer
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo