Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang Pasrah Saat Sekarat

1 September 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH berbeda krisis keuangan klub-klub di negeri ini dibandingkan dengan tim di Eropa. Klub di negara semacam Italia kembang-kempis karena hak siar mereka dinilai rendah oleh pihak televisi. Di Indonesia? Justru karena tidak ada sumber pendapatan yang memadai. Tiada hak siar yang bisa dijual. Nasib mereka amat bergantung pada subsidi dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dan penjualan tiket. Itu pula yang sekarang dialami Persatuan Sepak Bola Arema di Malang, Jawa Timur. Kondisi klub berusia 15 tahun ini sedang sekarat. Sejak Maret lalu, pengurusnya telah memulangkan para pemain karena tak sanggup lagi membayar gaji mereka. Solusinya? "Dengan sangat terpaksa Arema harus dijual," kata Lucky Acub Zainal, Sekretaris Umum Yayasan PS Arema, pasrah. Dia mematok harga Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar. Duit sebesar itu akan dipakai untuk melunasi utang sekitar Rp 1 miliar, kemudian biaya operasional yang harus mereka tanggung hingga Desember sebesar Rp 896 juta. Selain itu, klub ini harus melunasi sisa kontrak, gaji, dan bonus pemain, yang diperkirakan membutuhkan biaya Rp 2 miliar. Lucky menyebut sudah ada tiga calon pembeli yang menawar Arema. Dua investor, dari Batam dan Manado, sempat menyebut Rp 8 miliar. Adapun seorang pengusaha dari Denpasar mengajukan mahar Rp 6 miliar. Untung, dong? Tidak segampang itu. Para suporter Arema yang bergabung dalam Aremania menolak berpisah dengan tim kebanggaannya. "Kami tidak rela Arema pindah ke daerah lain," kata Andri, koordinator Aremania Wilayah Lawang, Kabupaten Malang. Pengaruh sekitar 35 ribu suporter Arema sangat besar. Berkat dukungan mereka, sembilan tahun lalu tim ini meraih gelar juara hanya dengan modal Rp 2 miliar. Dua tahun lalu, Arema masih meraup laba sekitar Rp 500 juta. Dengan tambahan dana segar Rp 1 miliar dari sponsor, mereka pun bisa ikut kompetisi. "Tiket merupakan sumber utama kami," kata Lucky. Dari 11 pertandingan yang digelar di Stadion Gajayana, Malang, Arema berhasil mendulang uang sekitar Rp 1,4 miliar. Tapi ternyata jumlah itu tidak lagi mencukupi sebagai modal satu musim kompetisi. Kebutuhan operasional satu musim kompetisi saja mencapai Rp 3,5 miliar. Inilah yang menyeret Arema ke jurang kebangkrutan. Pendukung Arema mendesak Pemerintah Kota Malang agar menyelamatkan tim ini. Namun, dengan alasan kas pemda yang cupet, Pemerintah Kota Malang hanya berani mengajukan harga Rp 3 miliar. Selain itu, mereka meminta berbagai masalah diselesaikan lebih dulu. Pemerintah Malang bahkan sudah membentuk tim teknis untuk meneliti pembelian Arema. Selain itu, menurut Wakil Ketua DPRD Malang, Oetojo Sardjito, pengurus yayasan belum memberikan informasi tentang jeroan tim berjulukan Singo Edan ini. "Jika pemilik yayasan ogah memberikan informasi, terpaksa take-over dibatalkan. Toh, masih banyak pos lain untuk kesejahteraan masyarakat," kata Oetojo. Agung Rulianto, Abdi Purmono (Malang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus