Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perasaan khawatir masih meliputi Bupati Banyumas Achmad Husein. Hari demi hari masyarakat di daerahnya kini menghadapi ancaman jebolnya Bendungan Panglima Besar Sudirman, atau yang lebih dikenal sebagai Waduk Mrica.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waduk ini bisa tiba-tiba jebol karena endapan sedimen sudah melampaui ambang batas. Jika itu terjadi, Achmad begitu was-was situasi akan geger dan menimbulkan banyak korban di masyarakat. Belum tenang hatinya sebelum ada jawaban dari ahli bahwa dinding waduk masih cukup kuat sehingga tidak akan jebol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Khawatir, mbok ada kejadian nanti terlambat," ujar Achmad kepada Tempo, Senin, 5 September 2022.
Atas dasar itulah, Achmad beserta empat bupati lainnya mengirim surat permintaan audiensi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 29 Mei lalu. Mereka ingin bertemu Jokowi untuk melaporkan langsung masalah yang terjadi di Waduk Mrica, maupun di Daerah Aliran Sungai atau DAS Serayu.
Empat lainnya yaitu Bupati Wonosobo Afif Nur Hidayat, Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji, dan Penjabat Bupati Banjarnegara Tri Harso Widirahmanto. Kepada Tempo, Afif, Dyah, hingga Tatto membenarkan bahwa mereka ikut meneken surat tersebut.
Sekretaris Daerah Banjarnegara Indarto juga membenarkan bahwa Tri ambil bagian dalam surat tersebut bersama empat bupati lainnya. "Betul, untuk penanganan Waduk Mrica," kata dia.
Erosi di Hulu Serayu
Diresmikan pada 1989 oleh Presiden Soeharto, waduk seluas 8,2 juta meter persegi yang berada di Kecamatan Bawang, Banjarnegara, itu juga berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan daya 180,93 Mega Watt (MW). Dalam surat tersebut, kelima bupati menyampaikan bahwa Sungai Serayu yang dibendung oleh Waduk Mrica telah mengalami degradasi serius. Erosi yang sangat tinggi terjadi di sepanjang DAS Serayu, terutama di hulu sungai.
Situasi ini mengakibatkan terjadinya pendangkalan serius di Waduk Mrica. Volume sedimen yang mengendap di Waduk Mrica juga dilaporkan sangat besar. "Sehingga tak saja mengancam eksistensi waduk, namun juga berpotensi menyebabkan bencana besar," demikian tertulis dalam salinan surat yang diterima Tempo.
Waduk Mrica di Banjarnegara. TEMPO/Aris Andrianto
Para bupati mengutip kajian dari PT Indonesia Power yang mengelola Mrica Power Generation Unit di lokasi tersebut. Indonesia Power tak lain adalah anak usaha dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Saat awal beoperasi, kajian Indonesia Power memperkirakan tingkat sedimentasi hanya 2,4 juta meter kubik per tahun.
Dengan angka ini, waduk masih bisa beroperasi sampai 2049. Kenyataan di lapangan berbeda. Terakhir pada 2021, tingkat sedimentasi tembus 6,6 juta meter persegi per tahun. Bila tak ditangani segera, maka waduk bisa jebol dan banjir bandang lumpur bisa menerjang DAS Serayu.
Para bupati memperkirakan ribuan rumah warga akan terhempas, ratusan ribu hektare sawah dan perkampungan akan terendam, PDAM berhenti beroperasi, hingga rel kereta akan tertimbun lumpur. "Bila ini terjadi, tentu derap kehidupan ekonomi yang menghidupi 6,7 juta warga di wilayah ini akan lumpuh total."
Indonesia Power disebut telah melakukan penggelontoran lumpur alias flushing secara bertahap. Namun tanpa adanya upaya lain untuk mencegah sendimentasi, para bupati menyebut kapasitas reservoir Waduk Mrica diprediksi akan tertutup total oleh lumpur pada 2025.
Ikan Mati Akibat Banjir Lumpur
Kejadian di Waduk Mrica pun sebenarnya sudah terjadi. Pada Maret hingga April 2022, aktivitas flushing dari waduk mengakibatkan aliran di hilir Sungai Serayu menjadi keruh. Akibatnya, ribuan ikan pun mati.
Achmad lalu menggelar rapat dengan PT Indonesia Power untuk membahas persoalan ini pada 8 April 2022. "Karena ini force majeure, kami maklumi bahwa itu terjadi tetapi ini tetap salah juga karena tidak ada koordinasi dengan kami. Kalau ada koordinasi, kemungkinan kita bisa bersiap dulu," kata Achmad kala itu.
Dalam pertemuan, General Manager PT Indonesia Power Mrica Mrica Power Generation Unit PS Kuncoro mengatakan perusahaan selama 33 tahun selalu melakukan pembukaan Sistem Pembuangan Sedimen atau Draw Down Culvert (DDC).
"Khususnya pada musim hujan bisa seminggu dua kali, tapi kondisinya normal dan hampir 33 tahun tidak terjadi seperti hal tadi. Jadi, saat kami khawatir melihat denyutannya di permukaan, kami langsung buru-buru, karena pesannya bagaimana kita juga mengamankan bendungan karena itu berdampak," ujar Kuncoro saat itu.
"Kami atas nama PT Indonesia Power mohon maklum dan minta maaf kepada masyarakat Banyumas karena kami sudah menyusahkan rekan-rekan semua," ucapnya.
Kelima bupati sebenarnya memahami bahwa PT Indonesia Power telah berupaya melakukan tindakan pengamanan sesuai SOP. Tapi mereka menilai saat ini keadaan sudah sangat kritis, lantaran volume endapan sedimentasi di Waduk Mrica pada 2021 telah mencapai 87,87 persen dari keseluruhan volume waduk berdasarkan kajian perusahaan.
"Dalam kaitan inilah kami mencoba memberanikan diri menulis surat kepada Bapak Presiden untuk mendapatkan saran dan bantuan agar potensi bencana lebih besar dapat dihindari," ujar kelima bupati dalam surat tersebut.
Rekomendasi Luhut
Sampai hari ini, kelima bupati belum diterima oleh Jokowi untuk membahas masalah tersebut. Tapi gayung telah bersambut, karena kementerian mulai turun. Pada 29 Juni atau sebulan setelah para bupati bersurat ke Jokowi, Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak turun ke lokasi.
Rapat bersama digelar salah satunya melibatkan Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Banyumas. Dikutip dari laman resmi kementerian, rapat memang digelar sebagai respons atas flushing Waduk Mrica pada April lalu yang telah mengakibatkan jutaan ikan mati dan ekosistem sungai rusak.
"Flushing (penggelontoran) sedimen yang menyebabkan kematian biota di hilir Sungai Serayu ini adalah keadaan yang tidak terduga," kata Kepala Bidang OP Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Antyarsa Ikana Dani, saat itu.
"Kami berharap kolaborasi semua pihak yang terkait, lembaga dan komunitas masyarakat nantinya saling bahu-membahu untuk mencari solusi terbaik penanganan dan melestrikan kembali ekosistem Sungai Serayu," ujarnya.
Sebulan kemudian, terbitlah surat dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut baru ditunjuk Jokowi menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional pada 6 April, lewat Peraturan Presiden Nomor 53 tahun 2022.
Lewat surat inilah, Luhut menyampaikan hasil rekomendasi Dewan SDA Nasional soal penggelontoran sedimen Waduk Mrica ke Sungai Serayu. Surat ditujukan kepada 7 menteri, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Direktur Utama PT Indonesia Power, dan lima bupati.
Juru bicara Luhut Jodi Mahardi membenarkan ihwal tersebut, termasuk Afif dan Achmad sebagai bupati yang menerimanya. Achmad menilai surat dari Luhut tersebut bisa jadi adalah respon atas surat mereka kepada Jokowi. "Mungkin sudah dijawab dengan surat Marves," ujarnya.
Ada lima poin rekomendasi yang disampaikan Luhut dalam surat tersebut. Salah satu di antaranya yaitu PT Indonesia Power sebagai pengelola Waduk Mrica dan BBWS Serayu Opak perlu diminta segera menyempurnakan SOP pengelolaan waduk dan pengoperasian Draw Down Culvert.
Selain itu, kementerian hingga pemerintah daerah setempat juga diminta menyusun rencana strategis yang komprehensif dlama penanganan DAS secara jangka panjang. "Perlu tindakan segera dalam mengatasi lahan kritis yang menyebabkan erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) hulu Waduk Mrica," tulis Luhut dalam surat tersebut.
Dalam suratnya, Luhut sebenarnya juga memerintahkan pembentukan gugus tugas dibawah Kemenko Maritim agar penyelamatan infrastruktur Waduk Mrica bisa terintegrasi. Hanya saja, belum ada gugus yang terbentuk sampai hari ini. "Saya sudah cek ke deputi yang terkait, satgasnya belum terbentuk," kata Jodi.
Minim Tindakan di Lapangan
Meski surat ke Jokowi sudah dikirim para bupati dan rekomendasi Luhut telah terbit, tapi implementasi tindakan di lapangan dinilai masih begitu kurang. Kritikan ini disampaikan oleh Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo, yang ikut menaruh perhatian pada masalah Waduk Mrica ini. "Masih minim banget perhatian," kata dia.
Imam turun ke lokasi bersama jurnalis senior Andy F Noya pada 5 Agustus lalu, dan bertemu Tri di Banjarnegara. Imam menyebut kiriman lumpur dari Waduk Mrica akibat erosi Sungai Serayu ini berpotensi mengerikan. Waduk bisa jebol akibat tidak kuat menahan sedimentasi lumpur.
"Sungai Serayu itu mengalami erosi, kiriman lumpur yang sangat besar dan bahkan yang tertangkap di waduk Mrica, setiap tahunnya 4 juta meter kubik,” kata Imam.
Jika itu terjadi maka daerah di bawahnya akan terdampak berbagai bencana. Mulai dari luapan banjir, gagal panen ikan, krisis air bersih, rusaknya irigasi, serta dapat meluap ke jalan. “Saya tidak menakut-nakuti. Tapi mari kita bersiap melakukan upaya-upaya pencegahan," kata dia, dikutip dari laman pemerintahan Banjarnegara, dalam pertemuan dengan Tri.
Imam lantas mengutip cuitan Jokowi di Twitter, yang mengumumkan sudah ada 29 bendungan diresmikan sejak 2015. Prestasi ini tentu membanggakan, kata Imam, tapi yang dikhawatirkan justru kemampuan untuk merawat bendungan.
Kini Imam ikut berharap musim hujan yang akan datang tidak memicu bencana, apalagi jebolnya Waduk Mrica. "Semoga 6,7 juta penduduk yang ada di 5 kabupaten pinggiran DAS Serayu Jateng selalu dilindungi Tuhan," kata dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.