Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marwan Dasopang mengungkap keinginan agar ke depan undang-undang yang mengatur perjalanan haji harus juga mengatur batas atas biaya haji furoda, meskipun program itu sepenuhnya dikerjakan pihak swasta yang bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi.
Seperti dikutip dari Antara, Marwan mengatakan saat ini belum ada peraturan di dalam negeri yang mengatur batas atas biaya haji furoda, yang nilainya per orang di kisaran Rp 400-900 juta.
“Furoda ini swasta dan di dalam undang-undang kita memang belum menyebutkan furoda. Sekalipun ini swasta, tetap saja yang berangkat itu jemaah dari Indonesia. Maka dalam hal perlindungan, baik keamanan maupun mengenai pembiayaan tentu pemerintah Indonesia harus hadir di dalamnya,” kata Marwan saat jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, setelah bersama Panitia Kerja Biaya Haji Komisi VIII DPR bertemu Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 7 Januari 2025.
Politikus Partai Kebangkitan bangsa (PKB) itu menyebutkan agar revisi Undang-Undang Haji dapat mengatur hal itu. Dia mengatakan tujuan pengaturan batas atas biaya haji furoda itu agar tidak ada agen-agen tertentu yang mempermainkan harga sehingga merugikan jemaah haji Indonesia.
“Nanti yang akan datang harus kita batasi. Ada batas atas. Sekalipun orang menyerbu furoda, harus ada batas atas,” ujarnya.
Haji furoda merupakan program haji yang diatur oleh pemerintah Arab Saudi melalui undangan khusus kepada jemaah haji di luar kuota haji dari asal negara mereka masing-masing. Dengan demikian, jemaah haji yang berangkat ke Tanah Suci melalui program haji furoda tidak menggunakan kuota haji yang diterima pemerintah Indonesia.
Dalam program haji furoda, umumnya calon peserta haji tidak perlu menunggu lama karena mereka tidak masuk dalam kuota haji nasional. Para peserta haji furoda juga menggunakan visa undangan khusus yang disebut Visa Mujamalah (Visa Undangan).
Komisi VIII DPR Sebut Revisi UU Haji Perlu Disegerakan
Sebelumnya, Marwan mengatakan UU Haji harus segera direvisi. Revisi undang-undang tersebut dilakukan untuk memfasilitasi keinginan pemerintah yang mau melimpahkan wewenang pengelolaan ibadah haji dan umroh kepada Badan Penyelenggara Haji.
“Komisi VIII akan memperkuat dari sisi payung hukum, kita tidak bisa lagi menunda,” ujar Marwan pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Revisi undang-undang tentang ritual ibadah umat islam itu, kata Marwan, perlu dilakukan agar bisa seutuhnya melibatkan Badan Penyelenggara Haji bekerja di lapangan dan mengatur pendelegasiannya.
“Apakah dari Kemenpan RB, atau cukup dari Menteri Agama, atau semacam panitia saja,” ujar pimpinan komisi yang membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan itu.
Meskipun belum ada payung hukum yang mengatur ruang gerak Badan Penyelenggara Haji, Marwan mengatakan terdapat upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk menghidupkan badan tersebut. “Umpamanya MoU ketemu dengan pemerintah Saudi,” ujarnya.
Adapun Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mengatakan rekomendasi Pansus Haji untuk merevisi UU Haji penting segera dilakukan. Dia mengamini revisi tersebut perlu untuk menyesuaikan kebijakan pemerintah Arab Saudi.
“Revisi perlu untuk menyesuaikan kondisi terkini dalam pelaksanaan haji,” kata Singgih dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Menurut politikus Partai Golkar itu, Arab Saudi semakin memperluas penggunaan teknologi digital dalam pelaksanaan haji. Termasuk pada sistem pendaftaran elektronik, pembayaran digital, dan aplikasi berbasis teknologi.
Selain itu, kata dia, revisi UU Haji penting karena terdapat perubahan kuota dan syarat pelaksanaan haji. Arab Saudi banyak melakukan perubahan kuota haji, persyaratan kesehatan, dan ketentuan lain, termasuk batasan usia dan pembatasan jumlah jemaah selama pandemi.
Dengan merevisi UU Haji, Singgih menilai pemerintah bisa memperbarui ketentuan pendaftaran, antrean, dan prioritas calon jemaah sesuai dengan kebijakan baru.
Dia juga menilai revisi diperlukan untuk mengatur investasi dana haji. Investasi ini penting untuk mengakomodasi tata kelola dana haji yang lebih transparan dan efisien. Menurut dia, aspek pelaporan keuangan, pilihan investasi yang lebih aman, serta peningkatan keuntungan perlu diperbarui demi kesejahteraan jemaah.
Tak hanya itu, kata Singgih, revisi juga perlu untuk mengatur subsidi biaya haji. Dia mengatakan biaya haji cenderung meningkat, sehingga perlu meninjau kembali skema subsidi yang diberikan kepada jemaah calon haji. “Termasuk bagaimana cara pengelolaan dana ini dapat dilakukan dengan lebih berkelanjutan,” kata dia.
Di sisi lain, revisi juga perlu untuk perbaikan kualitas pelayanan seperti transportasi, akomodasi, dan pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Urgensi revisi UU berikutnya, menurut dia, perihal transparansi biaya haji. Misalnya, tiket pesawat, akomodasi, makanan, transportasi lokal, dan biaya operasional lain.
Kemudian, dia menilai revisi juga perlu untuk pengaturan haji khusus dan umrah. Dia menuturkan regulasi harus memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai pengelolaan haji reguler dan haji khusus atau haji plus. “Terutama terkait transparansi biaya dan layanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara,” kata Singgih.
Terakhir, kata dia, revisi diperlukan untuk menyesuaikan kuota dan prioritas antrean, karena panjangnya antrean haji di Indonesia. Menurut Singgih, diperlukan revisi untuk memperjelas aturan tentang pemberian prioritas.
“Revisi UU harus mempertimbangkan pengelolaan kuota secara lebih efisien dan berkeadilan, sehingga mengurangi ketimpangan dalam distribusi kuota antardaerah," kata Singgih.
Sebelumnya, Pansus Hak Angket Haji DPR menyampaikan lima rekomendasi mengenai revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Rekomendasi tersebut didorong oleh pertimbangan kondisi terkini dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.
Alfitria Nefi P, Annisa Febiola, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Penggeledahan Ruman Hasto Kristiyanto Disebut Pengalihan Isu, Jokowi: Itu Proses Hukum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini