Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kasus dugaan ketidaknetralan kepala desa selama perhelatan pilkada 2024 kian marak.
Kepala desa memiliki orientasi politik saat pilkada.
Kepala desa sejatinya memang diperebutkan oleh pasangan calon untuk mendulang suara.
KASUS-KASUS dugaan ketidaknetralan kepala desa selama perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 kian marak. Badan Pengawas Pemilu mencatat setidaknya sudah ada 195 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Populi Center, Usep Saeful Ahyar, mengatakan mobilisasi kepala desa dalam pilkada melebihi pemilihan presiden. Sebab, kepentingan politik kepala desa dekat sekali dengan kepentingan para pasangan calon tertentu. ”Kepentingan kepala desa bukan hanya uang, bisa juga jabatan dan akses politik,” kata Usep saat dihubungi pada Jumat, 1 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usep menjelaskan, orientasi kepentingan politik kepala desa biasanya kepada inkumben yang menggunakan "jasa" mereka mendekati masyarakat agar memilih pasangan calon tertentu. "Mobilisasi aparatur sipil negara atau ASN, lalu kepala desa, itu sangat rawan, terutama dalam pilkada,” ujarnya.
Pengendara sepeda motor melintas di depan baliho empat pasangan calon gubernur di jalan Mamuju, Sulawesi Barat, 23 Oktober 2024. ANTARA/Akbar Tado
Mengapa kandidat kepala daerah berebut dukungan kepala desa?
Menurut Usep, kepala desa berwenang menentukan warga di desanya mendapat bantuan sosial. Kepala desa juga berwenang merekrut petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai pelaksana pemungutan suara menjelang pilkada. “Kepala desa agen potensial untuk direkrut dan menggerakkan masyarakat memilih kandidat Pilkada," kata Usep.
Keuntungan lain bagi calon kepala daerah yang mendapat dukungan kepala desa adalah bisa menentukan kendali wilayah. Soalnya, kepala desa bisa menentukan calon kepala daerah yang bisa masuk atau tidak ke wilayahnya. Apalagi, menurut Usep, kepala desa memiliki akses perangkat-perangkat desa, seperti rukun tetangga dan rukun warga ataupun kepala kampung.
Usep mengatakan asosiasi kepala desa juga menjadi incaran calon kepala daerah, terutama dalam pemilihan gubernur. Asosiasi kepala desa bahkan bisa dimanfaatkan pada tingkat nasional, seperti dalam pemilihan presiden yang lalu.
Ketua Divisi Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Brahma Aryana mengatakan penegakan hukum yang buruk menyebabkan mobilisasi kepala desa ini berulang terjadi. Padahal, sanksi administratif sampai sanksi pidana sudah jelas disebut dalam Pasal 29 Undang-Undang Desa.
Menurut Brahma, isi Pasal 29 poin j dalam regulasi tersebut melarang kepala desa terlibat dalam kampanye pemilu maupun pilkada. Aturan lain yang bisa dikenakan adalah Pasal 70 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang juga menyebutkan melarang ASN, termasuk kepala desa, terlibat kampanye.
Brahma mengatakan regulasi yang mengikat kepala desa tersebut ironisnya tidak ditegakkan secara tegas. Hal ini berkaca pada pengalaman pemilihan presiden 2024 ketika deklarasi asosiasi kepala desa di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu asosiasi tersebut menyatakan dukungan kepada Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden kala itu. Pelanggaran tersebut justru tidak dijatuhi sanksi yang tegas.
“Penegakan hukum kita sudah tumpul dan permisif terhadap pelanggaran-pelanggaran semacam itu. Dalam pilkada sekarang ini telah terjadi pelanggaran kejahatan yang paralel dari sebelumnya,” ujar Brahma saat dihubungi, Jumat, 1 November 2024.
Seorang aparatur sipil negara membubuhkan tanda tangan di atas baliho saat deklarasi netralitas ASN dalam pilkada serentak, di kantor Wali Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, 16 Oktober 2024. ANTARA/Andry Denisah
Penyebab lainnya, rekomendasi Badan Pengawas Pemilu hasil evaluasi pemilu kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang disebut tidak ditindaklanjuti. Menurut Brahma, mandeknya tindak lanjut rekomendasi karena pembina dari KASN itu adalah kepala daerahnya sendiri. “Sanksinya kadang juga tidak terlalu tegas dan cuma teguran,” ujarnya.
Bawaslu juga jarang menerapkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS untuk pelanggar. Padahal, kata Brahma, regulasi tersebut cukup untuk menghukum PNS atau kepala desa yang diduga melanggar secara bertahap. Dia menyebutkan, misalnya, sanksi berupa penundaan kenaikan pangkat, jabatan, atau penundaan gaji dan tunjangan. Menurut dia, Bawaslu bisa menerapkan aturan tersebut secara bertahap untuk memberikan efek jera alih-alih langsung pidana.
Brahma menyarankan pemerintahan Prabowo Subianto memulihkan penegakan hukum dalam pelanggaran pilkada. Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat juga bisa memanggil Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sehubungan dengan penanganan pelanggaran pilkada. “Dua kementerian tersebut seharusnya membentuk supervisi untuk aparatur yang melanggar pilkada,” katanya.
Dalam kesempatan terpisah, untuk mencegah pelanggaran netralitas pilkada oleh kepala desa, Bawaslu mengatakan akan menggandeng Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pengawasan potensi pelanggaran netralitas kepala desa di pilkada menjadi penting untuk menjaga muruah pilkada bersih. "Kemendagri dan Kemendes akan terlibat memperkuat atensi pengawasan dan pencegahan," ujar Bagja di kantornya, Senin, 28 Oktober 2024.
Bawaslu telah mengeluarkan imbauan untuk mencegah pelanggaran netralitas kepala desa dan perangkat desa. Bagja mengatakan lembaganya juga meminta pasangan calon, tim kampanye, dan kepala desa menjaga muruah pilkada bersih. Ia mengimbau pihak-pihak tersebut tidak mengganggu perhelatan pilkada dengan melakukan praktik-praktik lancung.
Praktik lancung tersebut, misalnya, melibatkan kepala desa turut mengundang satu pasangan calon dalam kegiatan desa, melakukan tindakan yang menguntungkan dan merugikan satu pasangan calon, atau mengizinkan satu pasangan calon memasang alat peraga kampanye di lingkungan balai desa.
Bagja mengingatkan kepala desa bahwa ada sanksi pidana apabila melanggar netralitas dalam pilkada. Sanksi pidana yang dimaksudkan adalah Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal-pasal itu, disebutkan bahwa perangkat desa yang melanggar netralitas bisa dikenakan sanksi pidana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini