Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sejumlah kalangan mempertanyakan konsistensi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam menyikapi kadernya yang terjerat kasus korupsi.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kerap memecat kader yang terjerat kasus korupsi, bahkan saat statusnya masih sebagai tersangka.
PDIP diduga mempertahankan posisi Juliari karena memiliki kontribusi penting bagi partai.
JAKARTA – Sejumlah kalangan mempertanyakan konsistensi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam menyikapi kadernya yang terjerat kasus korupsi. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kerap memecat kader yang terjerat kasus korupsi, bahkan saat statusnya masih sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlakuan berbeda diberikan kepada Wakil Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Juliari Peter Batubara. PDIP belum memecat Juliari dari posisinya di partai, meski Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menghukum dia karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi bantuan sosial untuk korban pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, memiliki pertanyaan besar atas sikap PDIP yang cenderung ingin mempertahankan Juliari meski sudah terbukti bersalah. "Apalagi, dalam setiap pidato politiknya, Ketua Umum PDIP menegaskan bahwa haram bagi kadernya melakukan korupsi dan, kalau terbukti, pasti dipecat," kata Adi kepada Tempo, kemarin.
Adi menduga PDIP mempertahankan posisi Juliari karena koruptor tersebut memiliki kontribusi penting bagi partai. Sebab, Juliari sedang memegang jabatan penting di partai. Menurut Adi, partai memerlukan banyak pertimbangan untuk memecat Juliari.
Meski begitu, kata Adi, sudah sepatutnya PDIP memecat Juliari karena akan menjadi beban moral bagi partai. Sebab utamanya adalah publik pasti akan mempertanyakan sikap PDIP itu.
Juliari Peter Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 23 Agustus lalu. Hak politik Juliari juga dicabut selama empat tahun setelah kebebasannya di masa mendatang. Juliari terbukti menerima suap dalam distribusi bantuan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak pagebluk Covid-19. Meski demikian, PDIP tak kunjung memecat Juliari meski kasus tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Adi menilai PDIP selama ini membangun tradisi bagus di lingkup internal dengan cara memecat kader yang terlibat korupsi. Ia menduga Ketua Umum Megawati pasti sedang mempertimbangkan untuk memecat Juliari dari partai. Jika tidak, publik akan menjadikan hal ini sebagai preseden buruk. "Bagaimanapun, Juliari akan jadi beban. Tidak bagus PDIP mempertahankannya," ucap Adi.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, juga mempertanyakan sikap PDIP yang masih mempertahankan Juliari. Feri menilai PDIP seolah-olah sedang memberi privilese bagi Juliari meski terjerat kasus korupsi. "Dalam konteks itu, akan ada asumsi bahwa perbuatan Juliari tersebut justru direstui oleh partai sehingga mendapat perlakuan khusus," ucap dia.
Feri mendesak PDIP terbuka dengan menjelaskan status Juliari ke publik, termasuk argumentasi mengapa partai tak perlu memecat koruptor tersebut. Jika tidak, hal itu akan memperburuk citra PDIP di mata publik dan seolah-olah partai ikut menikmati kejahatan yang dilakukan oleh Juliari. Apalagi, kata dia, penyelidik dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengendus adanya keterlibatan elite politik PDIP dalam kasus tersebut.
Feri menduga Juliari mendapat keistimewaan dari partai karena berhasil menghentikan penyelidikan KPK agar sejumlah politikus yang pernah disebut terlibat tidak terseret ke meja hijau. Menurut Feri, PDIP seakan-akan menempatkan Juliari sebagai seorang yang heroik karena telah melindungi sejawatnya. "Artinya, dia cukup setia dengan melindungi lingkarannya agar orang-orang tersebut tidak tersentuh hukum," kata Feri.
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, mengikuti sidang secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 9 Agustus 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Laporan investigasi Koran Tempo sebelumnya membongkar adanya dugaan keterlibatan elite politik di lingkup internal PDIP yang terseret kasus korupsi bantuan sosial. Selain nama Juliari Batubara, Ketua Komisi III Herman Hery, yang juga politikus PDIP, disinyalir mendapat proyek 7,6 juta paket bahan pokok dengan nilai Rp 2,1 triliun.
Ada juga indikasi keterlibatan politikus PDIP, Ihsan Yunus, yang diduga mendapat 4,6 juta paket bahan pokok dengan nilai Rp 1,3 triliun. Kedua politikus itu telah membantah terlibat dalam kasus korupsi bantuan sosial tersebut.
Hasil penelusuran Tempo juga mengindikasikan adanya aliran fee ke petinggi PDIP yang memiliki sebutan "Madam". Namun hal itu dibantah oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Menurut dia, partainya sama sekali tidak terlibat dalam korupsi yang dilakukan Juliari. "Partai tidak mengetahui hal tersebut dan tidak pernah membicarakan adanya jatah," kata Hasto secara tertulis, 18 Januari lalu.
Feri menambahkan, temuan Tempo tersebut seharusnya menjadi petunjuk bahwa Juliari tidak sendirian melakukan korupsi. Karena itu, dia menambahkan, KPK idealnya mengembangkan penyelidikan untuk menyentuh elite politik PDIP yang terlibat.
Masalahnya, kata Feri, KPK ditengarai tumpul lantaran menghilangkan nama-nama sejawat Juliari dalam dakwaan dan tuntutan terhadapnya. Menurut Feri, KPK juga berupaya melokalisasi kasus korupsi ini dengan tidak mengusut keterlibatan orang-orang yang pernah ditelusuri Tempo.
Politikus sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, enggan mengomentari alasan partainya tidak kunjung memecat Juliari. Dia menyarankan Tempo menghubungi Fraksi PDIP yang duduk di Komisi Hukum DPR. Sedangkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Djarot Syaiful Hidayat, sama sekali tak merespons upaya konfirmasi yang dilakukan Tempo.
Adapun Hasto Kristiyanto sebelumnya menyatakan partainya akan menghormati proses hukum yang sedang menjerat Juliari. Pernyataan tersebut dilontarkan ketika Juliari ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Desember tahun lalu. Namun dia tak menegaskan bahwa Juliari bakal dipecat oleh partainya. "Kami selalu tegaskan bahwa kekuasaan itu untuk rakyat. Partai melarang segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan, termasuk korupsi," kata dia, 6 Desember 2020.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo