Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Siapa Terlibat Penerbitan Sertifikat HGB di Area Pagar Laut Tangerang?

Penerbitan sertifikat di area pagar laut Tangerang melibatkan banyak pihak. Sertifikat HGB pagar laut cacat prosedur. 

 

23 Januari 2025 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pagar laut di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, 17 Januari 2025. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Banyak pihak terlibat dalam permainan penerbitan sertifikat HGB di area pagar laut Tangerang.

  • Menteri Nusron telah membatalkan sertifikat HGB di area pagar laut.

  • Masyarakat sipil mengecam penerbitan HGB di atas laut karena menyalahi aturan.

DALAM akta PT Intan Agung Makmur, lahan seluas 250 meter persegi itu tercatat sebagai kantor perusahaan itu. Namun, lokasi di Jalan Inspeksi PIK 2 Nomor 5 Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, ini berupa lapangan yang tergenang. PT Intan Agung Makmur adalah pemilik 234 sertifikat hak guna bangunan (HGB) di area pagar laut Tangerang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya baru mendengar nama perusahaan itu,” kata Atang Junaedi, 54 tahun, pemilik warung di sekitar lokasi, Selasa, 21 Januari 2025. Sepengetahuannya, perusahaan yang berkantor di alamat itu adalah PT Prima Copper, perusahaan manufaktur tembaga. Sisanya bangunan gudang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Umar, warga Dadap lainnya, mengatakan di atas tanah tersebut tidak pernah berdiri bangunan kantor sejak lima tahun lalu. Ia tak tahu siapa pemilik lahan tergenang itu.

Bangunan bercat putih di Kawasan Pergudangan 100 Blok C6, Kecamatan Kosambi, juga bukan kantor PT Cahaya Inti Sentosa, pemilik 20 sertifikat HGB pagar laut Tangerang. Ruangan kantor kosong melompong, tak ada satu pun perabot. Lantai kantor berdebu. Raja Manik, seorang warga, mengatakan kantor kosong sejak tiga tahun lalu. Ia menggelengkan kepala ketika ditanya soal PT Cahaya. 

Kantor perusahaan PT Cahaya Inti Sentosa, pemilik SGHB dan SHM di area pagar laut Tangerang, di Kawasan Pergudangan 100, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, 21 Januari 2025. TEMPO/Andi Adam Faturahman

Nama PT Intan dan Cahaya muncul setelah ramai polemik perihal HGB di area pagar laut, di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Tempo menemukan ada sertifikat HGB di area pagar laut Tangerang seluas 300 hektare. 

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid, pada Senin, 20 Januari 2025, membenarkan bahwa ada HGB di laut. Ia mengatakan, selain kedua perusahaan tersebut, sembilan sertifikat HGB atas nama perorangan serta 17 bidang hak milik atas nama Surhat Haq.

Dalam dokumen akta usaha dari Kementerian Hukum, pemilik 50 persen saham PT Intan Agung Makmur adalah PT Indah Inti Raya. Sisanya dipegang oleh PT Kusuma Anugrah Abadi. Kedua perusahaan itu beralamat di lantai 4 Harco Elektronik Mangga Dua, Jakarta. Adapun Komisaris PT Intan Agung Makmur adalah mantan Menteri Perhubungan, Freddy Numberi.

PT Kusuma Anugrah Abadi merupakan anak usaha PT Agung Sedayu. Mantan Kepala Badan SAR Nasional, Nono Sampono, duduk sebagai Direktur PT Kusuma Anugrah Abadi. Nono serta Freddy juga duduk sebagai Direktur Utama dan Komisaris PT Cahaya Inti Sentosa.  

Pemilik mayoritas PT Cahaya Inti Sentosa adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). PANI merupakan pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk 2 alias PIK 2, termasuk proyek strategis nasional Tropical Coastland seluas 1.836 hektare. Presiden Direktur PANI Sugianto Kusuma alias Aguan ialah pengusaha properti yang berinvestasi di Ibu Kota Nusantara. 

Selain PANI, pemilik saham PT Cahaya Inti Sentosa adalah PT Tunas Mekar Jaya dan Agung Sedayu. Alamat perusahaan terakhir sama persis dengan PT Indah Inti Raya dan PT Kusuma Anugrah Abadi, yakni di Harco Mangga Dua. 

Aguan belum merespons pertanyaan hingga Rabu malam, 22 Januari 2025. Begitu juga dengan Nono yang belum menjawab pertanyaan yang dikirim Tempo ke alamat rumahnya di Jakarta. “Saya akan sampaikan kepada Bapak,” ujar Teddy, penjaga rumah Nono. Pun Freddy tak ada di rumahnya di Kelapa Gading. “Saya akan berikan suratnya nanti,” ucap penjaga keamanan rumah, Idris, Rabu, 22 Januari 2025. 

Konsultan hukum PIK 2, Muannas Alaidid, mengatakan sertifikat tanah yang diterbitkan bukan di laut, melainkan di area tambak warga Kohod yang terkena abrasi. “Kemudian dialihkan menjadi HGB,” tuturnya pada Rabu, 22 Januari 2025.

Nusron tak banyak berkomentar soal perusahaan Aguan yang menjadi pemilik HGB di laut. "Kalau bikin sertifikat, kami tidak melihat siapa orangnya," kata Nusron. 

Asal-Usul HGB Pagar Laut Tangerang

Sertifikat HGB di sekitar pagar laut Tangerang muncul beriringan dengan investigasi Tempo tentang aktor di balik pembuat pagar bambu sepanjang 30 kilometer yang terbentang dari Desa Tanjung Burung melewati Kohod dan berakhir di laut Kecamatan Kronjo, Tangerang. Dari Tanjung Burung hingga Kohod, tanah digaruk untuk pengembangan kawasan PIK 2. 

Asal-usul sertifikat HGB bermula pada 2023. Pada 21 Juli 2023, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Eli Susiyanti menerima empat lembar surat dari Septian Wicaksono Law Firm and Partners. Surat itu berisi permintaan rekomendasi pemanfaatan bidang tanah milik adat berupa girik/letter C dari kantor hukum Septian Wicaksono kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). 

Mengatasnamakan kuasa hukum 218 warga Kohod, Septian Wicaksono hendak memohon pengakuan hak atas tanah seluas 360 hektare kepada Kantor Pertanahan Tangerang. Namun, karena tanah girik berada di laut, Kantor Pertanahan Tangerang meminta Septian Wicaksono bersurat kepada Dinas untuk mendapatkan penjelasan soal status tanah girik itu karena berada di wilayah kerja DKP. 

Dalam suratnya, Septian Wicaksono melampirkan nama 10 perwakilan warga Kohod serta luas tanah girik milik mereka. Luas tanah girik 10 warga Kohod yang tercantum dalam surat sama, masing-masing 1,5 hektare. Dalam surat itu juga tercantum nomor Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung dari kantor hukum Septian Wicaksono.

Seminggu kemudian, Eli membalas surat kantor hukum Septian Wicaksono. Dalam dua lembar suratnya, Eli menyatakan area yang dimohonkan Septian Wicaksono berada di zona perikanan tangkap, budi daya, serta wilayah kerja minyak dan gas. Eli merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2023-2043. Selain itu, area tersebut beririsan dengan rencana pembangunan waduk lepas pantai yang diinisiasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.  

Meski permohonan Septian Wicaksono ditolak DKP, Kantor Pertanahan Tangerang tetap menerbitkan hak atas tanah pada Agustus 2023. Kepala Kantor Pertanahan Tangerang Yayat Ahadiat Awaludin, pada Kamis, 16 Januari 2025, mengatakan sertifikat terbit karena pola ruangnya permukiman. Ia juga merujuk pada Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang RTRW Banten.

Peta pagar laut dengan sertifikat HGB keluaran BPN. Sumber: Greenpeace Indonesia

Seorang pejabat BPN menuturkan Kantor Pertanahan Tangerang tak ikut dalam pengukuran girik di laut. Pihak yang mengukur adalah Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) Raden Lukman Fauzi Perkesit. Setelah menerima laporan KJSB, Kantor Pertanahan Tangerang menerbitkan sertifikat hak milik untuk ratusan warga Kohod. 

Dua pejabat di Banten mengatakan, setelah mendapatkan sertifikat hak milik, PT Intan Agung Makmur dan Cahaya Inti Sentosa membelinya, lalu mengurus sertifikat HGB. Namun kedua pejabat itu menduga tak semua sertifikat dibeli oleh kedua perusahaan tersebut. Ia menduga banyak warga tak memiliki girik, tapi tercantum sebagai pemilik.  

Septian belum merespons panggilan telepon hingga Rabu malam, 22 Januari 2025. Chandra sempat merespons, tapi segera menyudahi pembicaraan begitu mengetahui bahwa yang menghubungi dia adalah Tempo. Sementara itu, saat didatangi ke kantornya di Tigaraksa, Lukman disebutkan sedang keluar. Salah seorang staf Lukman mengatakan bosnya tak datang ke kantor belakangan ini.  

Muannas mengatakan penerbitan sertifikat HGB di Kohod sesuai dengan prosedur. Perusahaan membeli tanah dari masyarakat yang telah memiliki SHM. Kemudian sertifikat tersebut dibalik nama atas nama perusahaan. Muannas mengklaim telah memiliki izin lokasi dan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR). “Bayar pajak juga,” tuturnya. 

Meski begitu, Nusron membatalkan sertifikat HGB dan hak milik di area pagar laut Tangerang. Politikus Partai Golkar itu mengatakan, selain karena lokasinya di luar garis pantai atau di laut, penerbitan sertifikat melanggar prosedur dan cacat materiil. “Selama sertifikat belum lima tahun, kami bisa mencabut tanpa proses pengadilan,” kata Nusron. 

Ia juga tengah memeriksa semua pejabat, dari juru ukur sampai petugas pengesahan. Selain itu, pemeriksa dari Kementerian ATR/BPN akan memanggil KJSB karena diduga terlibat dalam pengukuran tanah girik di area pagar laut di Kohod. 

Meski terbit pada eranya, mantan Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, mengatakan tak mengetahui soal penerbitan sertifikat HGB dan hak milik di area pagar laut Tangerang. “Saya baru mengetahui setelah mengikuti perkembangannya melalui media,” ujar Hadi melalui pesan singkat kepada Tempo, Rabu, 22 Januari 2025. 

Larangan Sertifikat Tanah di Laut 

Guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Yonvitner mengatakan tak boleh ada sertifikat di laut, pesisir, atau ruang perairan. Larangan tersebut termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. “Kalau ada sertifikat, berarti prosesnya tidak normal,” ucapnya kepada Tempo, Rabu, 22 Januari 2025.

Yonvitner menyebutkan pangkal masalahnya adalah Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dalam aturan itu, kawasan pesisir dapat diberi hak atas tanah sejauh 12 mil atas kewenangan pemerintah daerah. Namun aturan itu bertabrakan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. 

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menjelaskan, putusan MK secara eksplisit menganulir konsep hak penguasaan perairan pesisir (HP3) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir. Kiara merupakan salah satu anggota koalisi masyarakat sipil yang mengajukan pengujian undang-undang kala itu.

Berdasarkan penelusuran Kiara, tak ada perubahan signifikan pada pesisir Desa Kohod karena abrasi sebagaimana klaim Muannas. Berdasarkan garis pantai peta desa dari Badan Informasi Geospasial, Kiara malah menemukan persil tanah 500 hektare di atas laut. “Penerbitan sertifikat melanggar aturan,” ucap Susan.

Andi Adam Faturahman, Hammam Izzudin (Jakarta), Joniansyah Hardjono dan Ayu Cipta dari Tangerang berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Andi Adam Faturahman

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus