Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Keberatan ITS

MENANGGAPI artikel “Detektor Genangan Air Landasan Pacu” dalam majalah Tempo edisi 21-27 Januari 2019 di halaman 15, kami menyatakan keberatan atas tidak dicantumkannya salah satu instansi yang menjadi mitra kerja sama kami pada subjudul yang berbunyi “Genangan air setinggi lebih dari 3 milimeter di landasan pacu bisa membahayakan pesawat yang akan mendarat. Purwarupa detektor buatan ITS diuji coba di Bandar Udara Trunojoyo, Sumenep”.

8 Februari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surat - MBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya tertulis Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan yang menjadi mitra kerja sama Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, dalam pembuatan alat detektor tersebut. Kami meminta agar hal tersebut diganti dengan “Purwarupa detektor buatan ITS dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan diuji coba di Bandar Udara Trunojoyo, Sumenep”.

Ketidaklengkapan penyebutan mitra kerja sama dalam publikasi akan berpengaruh pada proses penelitian kami selanjutnya, karena dalam syarat publikasi penelitian wajib dicantumkan semua mitra kerja sama yang terjalin dalam penelitian tersebut.

Dr Dra Melania Suweni Muntini, MT

Ketua Tim Peneliti

 

Artikel itu telah menyebutkan secara jelas bahwa purwarupa detektor tersebut dikembangkan tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan.

 


 

Tanggapan JD.ID

MENANGGAPI surat keluhan Bapak Anfaul Umam dalam rubrik Surat edisi 21-27 Januari 2019, kami dari JD.ID telah menghubungi konsumen untuk menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Perlu kami informasikan bahwa terdapat kesalahan internal yang mengakibatkan permintaan pengembalian dana konsumen mengalami kendala.

Kami tetap bertanggung jawab agar refund dapat terproses sesegera mungkin dan refund telah diproses pada 25 Januari 2019 ke rekening konsumen. Konsumen juga telah kami hubungi kembali untuk mengkonfirmasi hal ini. Dengan demikian permasalahan ini dianggap selesai.

 

Iwan Arigayota

Head of Customer Service JD.ID

 


 

Screening Perkembangan Balita

SEJAK pulih dari krisis ekonomi 1998, Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah dengan penghasilan per kapita sekitar US$ 4.000. Pengentasan angka kemiskinan cukup mengesankan. Jumlah penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 1 per hari turun dari 20,6 persen pada 1990 menjadi 5,9 persen pada 2008. Empat dari 35 indikator yang langsung terkait dengan kesejahteraan perempuan dan anak telah dipenuhi dan 20 indikator berada di jalur untuk dicapai.

Namun masih ada separuh dari penduduk Indonesia tidak punya penghasilan lebih dari US$ 1,75 per hari untuk bisa hidup. Hidup sangat dekat dengan garis kemiskinan menyebabkan kelompok populasi ini sangat rentan terhadap guncangan eksternal yang bisa dengan mudah mendorong mereka kembali ke jurang kemiskinan. Sebanyak 44,4 juta anak masih miskin.

Angka ini menunjukkan tidak setiap orang bisa memperoleh manfaat dari transformasi yang terjadi di Indonesia, dan anak-anak adalah yang paling banyak terkena dampaknya. Angka kemiskinan tertinggi bisa ditemukan di Indonesia timur, sementara jumlah anak terbesar yang menderita akibat kemiskinan dan peminggiran terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, di mana terdapat lebih dari separuh penduduk Indonesia (UNICEF, 2012).

Rendahnya kemampuan anak disebabkan oleh kurangnya kegiatan yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita, terutama di perdesaan, masih relatif rendah. Rendahnya kemampuan deteksi terhadap gangguan perkembangan membuat mereka sering terlambat memeriksakan atau berkonsultasi dengan dokter atau paramedis lain. Ini penting agar asupan nutrisi anak balita tetap terjaga.

 

Dr Titih Huriah, M Kep, Sp Kep Kom

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

 


 

Soal Pemilihan Presiden

AGAKNYA pemilihan presiden kali ini yang terpanas karena ada media sosial. Tidak hanya tim kedua pasangan calon, kita juga saling rebut pengaruh dalam mempromosikan calon yang kita dukung seraya menyerang pendukung calon yang tidak kita dukung. Polarisasi ini, saya kira, sudah agak berlebihan. Pemilihan presiden seperti mau perang saja. Mari kita kembali merenung: pemilihan presiden hanya untuk lima tahun, sementara Indonesia harus ada selamanya. Stop pertikaian karena berbeda pilihan.

 

H. Heryawan

Bogor, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus