Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pesepak bola Tanah Air, Egy Maulana Vikri menikah dengan putri almarhum Ustad Jefri al -Buchari, Adiba Khanza dengan memberikan mahar terbilang fantastis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahar tersebut mencakup uang tunai sebesar 1.210 euro atau setara dengan Rp20 juta, 46 gram logam mulia, dan 14 gram perhiasan emas. Jumlah mahar yang luar biasa ini langsung menjadi sorotan dan perbincangan hangat di tengah publik, yang tidak hanya terfokus pada peristiwa pernikahan itu sendiri, tetapi juga tentang maharnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam istilah ilmu fiqih, mas kawin adalah pemberian dari calon suami kepada calon isteri sebagai bentuk ketulusan hati, yang bertujuan menimbulkan rasa cinta kasih dalam perkawinan. Dalam bahasa Arab, mahar disebut Shadaq yang artinya cinta nikah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai mahar dalam pandangan Islam.
Hukum dan Syarat Mahar dalam Islam
Dikutip dari NU.go.id, dalam ajaran Islam, hukum mahar adalah wajib. Hal ini dijelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Manjhaji sebagai berikut. “Mas kawin hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira Syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan maskawin tetap wajib”.
Selain itu, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan, Rasulullah SAW menyampaikan, "Wanita yang sedikit maharnya lebih banyak berkahnya. Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah".
Hal ini mengindikasikan bahwa mahar tidak harus sebesar mungkin, tetapi lebih diutamakan pada kesederhanaan dan berkah. Dalam Islam, mahar disunnahkan tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham, dengan nilai satu dirham setara dengan 2,975 gram perak.
Menurut kitab Fathul Qarib, apa pun yang sah dijadikan sebagai alat tukar, baik berupa barang atau jasa, dapat dijadikan mahar. Fuqaha’ atau ahli fiqih pun sepakat bahwa harta yang bernilai patut dijadikan mahar, seperti emas, perak, uang, takaran, timbangan, uang kertas, dan lain-lain. Namun, mereka juga sepakat bahwa sesuatu yang tidak memiliki nilai material dalam pandangan syariat, seperti babi, bangkai, dan khamr, tidak sah dijadikan mahar.
Apakah mahar wajib disebutkan dalam akad pernikahan? Jawabannya adalah tidak. Saat melakukan akad nikah, menyebut mahar adalah tindakan yang dianjurkan (sunnah). Hal ini diuraikan oleh Ibnu Qasim dalam Fathul Qarib, dalam bagian yang membahas penyebutan mahar saat akad. “Disunnahkan penyebutan mahar ketika melangsungkan akad nikah.” (Ibn Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005], halaman 234).
Macam-macam Mahar
Mahar pernikahan terbagi menjadi dua kategori, yaitu mahar yang disebutkan atau Musamma, dan mahar yang sepadan atau Mitsil.
- Mahar Musamma: Merupakan mahar yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik pada saat akad nikah maupun setelahnya. Hal ini dapat berupa pembatasan mahar bersamaan dengan akad atau penyelenggaraan akad tanpa menyebutkan mahar, kemudian disepakati setelahnya.
- Mahar Mitsil: Adalah mahar yang diputuskan untuk wanita yang menikah tanpa menyebutkan mahar dalam akad nikah. Ukuran mahar disamakan dengan mahar wanita yang seimbang ketika menikah dari keluarga bapaknya, seperti saudara perempuan sekandung atau saudara perempuan tunggal bapak.
Dengan begitu, mahar tidak hanya terbatas pada benda bernilai material seperti emas atau uang, melainkan juga bisa berupa jasa, seperti mengajari bacaan Al-Qur’an atau jasa lainnya. Keberagaman ini mencerminkan toleransi Islam terhadap kondisi masing-masing individu dan keluarga yang menikah.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | FANI RAMADHANI