Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Sosok Pratiwi Sudarmono sempat menggegerkan Indonesia karena keberhasilannya lolos dalam seleksi yang diadakan National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada 1985 untuk misi STS-61-H.
Pratiwi Sudarmono merupakan satu dari enam astronot yang saat itu akan membawa tiga satelit komersial dari tiga negara berbeda, yakni Indonesia, Inggris, dan Amerika. Bisa dikatakan dirinya menjadi sosok astronot perempuan Indonesia yang akan terbang ke antariksa, Namun, musibah meledaknya pesawat ulang-alik Challenger membuat misi tersebut batal dilaksanakan.
Mengutip dari laman Spacefact, spacefacts.de, lahir di Bandung, 31 Juli 1952, perempuan dengan nama lengkap Pratiwi Pujilestari Sudarmono merupakan salah satu ilmuwan asal Indonesia. Masa SD dan SMP, Pratiwi habiskan di Kota Bandung sedangkan dirinya melanjutkan pendidikan SMA di salah satu sekolah di Kota Jakarta. Saat ini, dirinya duduk sebagai profesor mikrobiologi di Universitas Indonesia.
Pada 1977, Pratiwi lulus dan memperoleh predikat master dari Universitas Indonesia dengan jurusan kedokteran. Dirinya juga mendapat gelar Ph. D dari Universitas Osaka, Jepang pada 1984 dengan bidang biologi molekuler. Karir di dunia ilmiah, dimulai saat mendapat beasiswa dari World Health Organization (WHO) guna meneliti biologi molekuler Salmonella typhi. Puncaknya, pada 1985 dirinya turut ambil bagian dalam misi Wahana Antariksa NASA STS-61-H.
Keikutsertaannya dalam misi NASA berawal dari kemitraan antara Indonesia dan NASA dalam misi Space Shuttle atau Wahana Antariksa menggunakan pesawat ulang-alik Columbia, pada 24 Juni 1986 sebagaimana dikutip dari laman Ensiklopedia Jakarta, encyclopedia.jakarta-tourism.go.id. Setelah mengalahkan 207 kandidat calon astronot dari berbagai negara, Pratiwi ditunjuk sebagai spesialis muatan. Tak sendiri, dalam seleksi tersebut juga terdapat calon astronaut asal Indonesia yang juga lolos, yakni Taufik Akbar. Pria yang merupakan insinyur telekomunikasi Institute Teknologi Bandung (ITB) yang merupakan pendamping dan awak cadangan dalam misi tersebut.
Namuni, dikutip dari laman History, history.com, penerbangan misi tersebut harus sirna karena tragedi meledaknya pesawat ulang-alik Challenger kepunyaan Amerika Serikat saat akan melaksanakan misi STS-51-L pada 28 Januari 1986. Peristiwa tersebut menelan tujuh korban yang merupakan kru pesawat. Insiden tersebut membatalkan misi penerbangan lainnya, termasuk agenda penerbangan pesawat yang akan ditumpangi Pratiwi Sudarmono. Akhirnya, penerbangan satelit Palapa B-3 tetap dilaksanakan menggunakan Roket Delta tetapi tanpa membawa astronot Indonesia.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Pratiwi Sudarmono Beberkan Syarat Jadi Astronot
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini