Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Peneliti BRIN Ungkap Keunggulan Burung Hantu Membasmi Tikus

Burung hantu telah dikenal luas sebagai predator atau musuh alami hama tikus sawah yang paling efektif.

24 April 2025 | 10.52 WIB

Seekor burung hantu jenis tyto alba. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Perbesar
Seekor burung hantu jenis tyto alba. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai positif kebijakan Presiden Prabowo Subianto membagikan 1.000 ekor burung hantu di Kabupaten Majalengka untuk mengendalikan hama tikus di persawahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Peneliti Pusris Tanaman Pangan BRIN, Sudarmaji, mengatakan kebijakan itu merupakan bentuk dukungan nyata dalam menunjang pelaksanaan pengendalian hama tikus secara ramah lingkungan.   

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahli hama tikus itu menyebutkan burung hantu telah dikenal luas sebagai predator atau musuh alami hama tikus sawah yang paling efektif. "Dalam implementasinya di lapangan, khususnya di daerah-daerah endemi hama tikus, introduksi burung hantu akan lebih efektif apabila disinergikan dengan teknologi pengendalian hama tikus lainnya yang telah ada," kata Sudarmaji kepada Tempo, Kamis, 24 April 2025.

Menurut dia, di Indonesia pengendalian hama tikus direkomendasikan menerapkan konsep pengendalian hama tikus terpadu (PHTT). Langkahnya, yaitu pengendalian berskala hamparan yang dilakukan bersama-sama secara dini dan berkelanjutan, dengan menerapkan tanam serempak, sanitasi lingkungan, dan memilih teknologi yang sesuai, seperti gropyokan massal, fumigasi sarang, pemasangan trap barrier system (TBS/LTBS), dan mengoptimalkan peran musuh alami, termasuk burung hantu. 

Menurut Sudarmaji, di Indonesia terdapat 54 jenis burung hantu dan 16 jenis di antaranya dilindungi sesuai Peraturan Menteri LHK No. 92 Tahun 2018, antara lain dari jenis Otus sp, Ninox sp dan Tito sp. Ia menyebutkan burung hantu yang dikenal adaptif di lingkungan persawahan dan sekitarnya adalah jenis burung hantu serak jawa (Tyto alba). "Jenis burung ini yang banyak ditangkarkan oleh petani dan digunakan sebagai predator untuk pengendalian tikus sawah," kata dia.

Keunggulan pengunaan burung hantu, menurut Sudarmaji, di antaranya adalah pengendalian bersifat lebih ramah lingkungan dibanding menggunakan rodentisida yang dapat mencemari lingkungan dan berdampak efek negatif sekunder terhadap hewan bukan sasaran.

Ia menyebutkan burung hantu dapat memangsa tikus secara efektif 2-4 ekor setiap hari. "Berkembang biak secara alami dan mempunyai umur yang relatif panjang (dapat mencapai lebih dari lima tahun) jika ekosistemnya menunjang," kata dia.

Ia juga menyebutkan burung hantu kompatibel digunakan bersinergi dengan teknologi pengendalian hama tikus lainnya kecuali dengan rodentisida antikoagulan (brodifakum).

Sudarmaji mengatakan tidak semua areal pertanian cocok untuk tempat tinggal/domisili burung hantu. Menurut dia, setidaknya ada dua faktor utama yang memengaruhinya, yaitu ketersediaan pakan atau mangsa utama, yaitu tikus, dan ketersediaan habitat untuk berlindung dan bersarang yang sesuai.

"Daerah pertanian atau sawah yang cocok untuk introduksi burung hantu terutama adalah daerah endemik hama tikus dengan lokasi yang berbatasan dengan perkampungan, sawah yang berbatasan dengan kebun/perkebunan dan sawah yang berbatasan dengan hutan," kata dia.

Menurut Sumardji, di antara daerah pertanian, perkebunan kelapa sawit adalah ekosistem yang sangat cocok dan ideal untuk introduksi burung hantu. Hal tersebut karena habitat kebun kelapa sawit sangat cocok untuk tempat tinggal dan bersarang burung hantu.

Di daerah tersebut ketersediaan pakan utama burung hantu, yaitu jenis tikus pohon (Rattus tiomanicus) yang merupakan hama kelapa sawit, jumlahnya sangat melimpah sepanjang tahun. "Selain itu keragaman pakan alternatif burung hantu di daerah kelapa sawit juga lebih banyak tersedia," kata dia.

Burung hantu bersifat nocturnal (aktif malam hari) dan bersifat liar. Sumardji menyebutkan pelepasan burung hantu tidak akan serta merta dapat menetap di daerah lokasi pelepasan, tetapi mereka akan menyebar mencari lokasi yang sesuai untuk menetap.

Menurutnya, memasang atau menempatkan rumah burung hantu (rubuha) di lokasi pepohonan daerah perkampungan yang berbatasan dengan persawahan lebih disukai dibandingkan dengan rubuha yang ditempatkan di tengah persawahan. "Hal tersebut akan membantu burung hantu mendapatkan sarangnya sehingga tidak pergi jauh dari lokasi pelepasan, karena burung hantu tidak dapat membuat sarang sendiri."

Sumardji mengatakan jumlah burung hantu yang dilepas di setiap lokasi harus mempertimbangkan tingkat populasi hama tikus sawah sebagai mangsanya. Pada daerah-daerah  endemik hama tikus dapat dilepaskan satu pasang burung hantu per 10-15 hektare. "Secara naluriah burung hantu akan bermigrasi ke tempat lain jika pakan utama (tikus sawah) di habitatnya sudah sangat berkurang atau tidak tersedia lagi," kata dia.

Secara teknis introduksi burung hantu ini dapat dilaksanakan kapan saja, mengingat hal seperti ini telah banyak dilakukan di berbagai daerah di Pulau Jawa. Menurut dia, untuk melestarikan burung hantu diperlukan peningkatan pemahaman petani tentang konsep pengendalian hama tikus dan bio ekologi burung hantu, serta perlu ada regulasi aturan perlindungan terhadap burung hantu.

"Namun demikian penelitian tentu sangat diperlukan untuk mendukung dan mengevaluasi keberhasilan program penggunaan burung hantu untuk pengendalian hama tikus sawah di daerah tersebut," ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus