Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Managua - Gunung berapi aktif tentu bukan tempat tinggal yang indah. Jika risiko erupsi belum cukup menakutkan, masih ada intensitas panas tinggi, tumpahan lava, dan gas beracun.
Tapi ekosistem bisa ada di tempat-tempat mengejutkan. Salah satunya di sebuah kaldera di Managua, Nikaragua. Peneliti menemukan contoh yang mencengangkan, yakni ratusan lebah madu hidup di mulut kawah gunung berapi aktif.
Mereka memperoleh makanan dari satu-satunya bunga liar yang ada di sana. Bunga tersebut adalah satu-satunya spesies yang bisa beradaptasi dengan gunung berapi dan hujan asam.
Lebah madu tersebut adalah Anthophora squamulosa, penyendiri yang bersarang di tanah dan berasal dari Amerika Utara dan Tengah. Lebah madu betina menggali abu vulkanis untuk meletakkan telurnya.
“Habitatnya sangat tak ramah. Penelitian menunjukkan serangga ini adalah extremophiles,” kata ahli ekologi dari University of Northampton di Inggris, Hillary Erenler. Extremophiles adalah makhluk hidup yang bisa hidup di lingkungan ekstrem.
“Lokasi sarangnya bahkan terkena gas asam yang kuat dan terus-menerus,” ucapnya. Ada kalanya sarang mereka diselimuti abu dan materi vulkanis lain.
Gunung berapi yang menjadi tempat tinggal para lebah madu ini adalah Gunung Masaya dengan ketinggian 635 meter atau 2.083 kaki. Peneliti menemukan sarang lebah madu ini di salah satu kawah bernama Santiago. Santiago adalah salah satu sumber sulfur dioksida (SO2) terkuat. “Gas ini mengandung asam yang tinggi yang membuat lingkungan sekitarnya mematikan,” ujar Erenler.
Selama ini, SO2 diketahui menyebabkan banyak masalah untuk lebah madu. Masalah tersebut, antara lain, menghambat aktivitas mencari makan, menghambat perkembangan larva, menurunkan pertahanan hidup pupa, dan menyebabkan pendeknya umur lebah dewasa.
Di sekitar sarang mereka, kadar SO2 tercatat 0,79-2,73 parts per million (ppm). Penelitian sebelumnya, lebah madu akan musnah pada kadar SO2 0,28 ppm. “Kami tak tahu bagaimana mereka bisa bertahan hidup di lingkungan yang kadarnya sepuluh kali lipat kadar mematikan, harus kami teliti lebih lanjut,” tutur Erenler.
MNN.COM | TRI ARTINING PUTRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini