Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bengkulu - Peneliti ilmu kelautan dari Universitas Bengkulu, Dewi Purnama, mengungkapkan benda-benda yang ditemukan nelayan asal Bengkulu bernama Sukadi adalah ambergris alias muntahan paus. Menurut dia, sampelnya pernah dibawa ke Universitas Bengkulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dari bau dan sifatnya yang mudah terbakar hipotesis sementara diindikasikan itu ambergris Paus," kata Dewi saat dihubungi, Selasa, 14 November 2017. Namun, kata Dewi, untuk memastikannya perlu dilakukan penelitan di laboratorium. Sementara ini pihaknya belum memiliki alat untuk itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Zamdial, rekan Dewi di Universitas Bengkulu yang juga peneliti ilmu kelautan, mengatakan ambergris bisa dibedakan dari aroma. Menurut dia, aroma yang dikeluarkan ambergris seperti aroma musk alias kesturi.
Aroma kesturi sebetulnya adalah aroma tubuh yang dikeluarkan dari sejenis kijang jantan. Namun, aroma white musk yang kerap dikenal selama ini berasal dari tumbuhan Angelica yang banyak tumbuh di dataran Eropa.
"Saat dikeluarkan memang baunya busuk dan berwarna hitam," kata Zamdial. "Namun setelah melewati proses dalam jangka waktu tertentu, warnanya akan berubah menjadi coklat kemudian putih kekuningan dan aromanya berubah menjadi aroma musk."
Ambergris biasanya dipakai untuk zat pengawet parfum. Saking langkanya, harganya sangat mahal. Seperti diketahui nelayan asal Provinsi Bengkulu, Sukadi, menemukan benda-benda terapung di tengah samudera hindia yang diduga ambergis Paus pada 2 November lalu.
Belakangan baru diketahui jika benda-benda tersebut memiliki nilai tinggi, karena dapat menjadi bahan pengawet parfum.
Simak artikel menarik lainnya tentang ambergris, muntahan paus, hanya di kanal Tekno Tempo.co.
PHESI ESTER JULIKAWATI