Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajah Lukita Awang Nistyantara berseri saat mendapat kabar kamera perangkap berhasil merekam sosok musang Sulawesi dalam keremangan rimba di wilayah Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Musang pemalu bernama Latin Macrogalidia musschenbroekii itu sudah 15 tahun tak pernah dijumpai sehingga dianggap telah punah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Lukita, kamera perangkap alias trap and landscape camera jenis Reconyx HC500 dan Cuddeback itu dipasang oleh tim pengawas serta patroli Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) dan Wildlife Conservation Society(WCS). Ada 68 kamera yang dipasang di lokasi berbeda sejak Januari 2017, delapan di antaranya berhasil menangkap gambar musang Sulawesi. "Ini penemuan yang menggembirakan," ujar Lukita, yang menjabat Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Selasa pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musang Sulawesi adalah satu di antara tiga jenis musang yang hidup di hutan Sulawesi. Dua jenis lainnya adalah musang Tenggalung (Viverra tangalunga) dan musang luwak (Paradoxurus hermaphrodites). Musang Sulawesi dianggap punah lantaran tak pernah terlihat lagi di hutan Sulawesi selama 15 tahun terakhir. Lukita mengatakan musang ini terakhir kali terlihat pada 2003. "Tapi dalam bentuk potongan tubuh yang dipajang pedagang di Pasar Lolak, Bolaang Mongondow," ucapnya.
International Union for Conservation of Nature (IUCN)-organisasi peneliti konservasi alam internasional- menggolongkan satwa endemis Sulawesi ini sebagai satwa yang terancam punah sejak 2008. Selama tiga generasi, populasinya diperkirakan tak lebih dari 30 persen dari kisaran populasi satwa terancam yang mencapai 2.500 individu. Bagi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, musang Sulawesi termasuk spesies inti, sama seperti anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi), babi rusa (Babyrousa babyrussa), maleo (Macrocephalon maleo), burung rangkong Sulawesi ekor putih (Aceros scassidix), yaki (Macaca nigra dan Macaca nigrescens), dan tarsius (Tarsius tarsier).
Lukita mengatakan musang Sulawesi lebih banyak hidup di hutan primer atau hutan bagian dalam dan gemar memakan mamalia kecil serta buah, terutama dari tanaman palem. Dipastikan tidak pernah didapati musang Sulawesi di pekarangan warga atau di permukiman. Menurut dia, mungkin sifatnya yang pemalu membuat musang itu sulit dijumpai. Namun, berdasarkan dokumentasi kamera perangkap yang dipasang di luar area Taman Nasional, musang Sulawesi juga hidup di luar kawasan konservasi.
Chris Wammer dan Dick Watling dalam makalah "Ecology and status of the Sulawesi palm civet", mengungkapkan, musang Sulawesi merupakan satwa endemis yang paling kurang dikenal di antara semua jenis hewan karnivora. Keberadaannya pelan-pelan mulai langka. Ciri fisik satwa nokturnal ini antara lain memiliki bulu campuran halus dengan warna kastanye cokelat muda. Warna bagian bawah tubuhnya beragam, dari kuning kemerahan hingga putih.
Ciri morfologi musang Sulawesi lainnya adalah adanya sepasang garis membujur yang samar dan beberapa titik gelap di bagian tersembunyi di punggung. Cambangnya berwarna campuran cokelat dan putih.Ekornyaditandai dengan corak cincin berwarna gelap dan cokelat muda yang berselang-seling. Musang yang dalam bahasa Inggris disebut palm civet ini memiliki panjang kepala dan tubuh sekitar 89sentimeter dengan ekor sepanjang 64sentimeter.
Dosen Program Studi Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado, John Tasirin, mengatakan faktor paling dominan yang menyebabkan musang Sulawesi terancam dan sulit terlihat adalah menurunnya luas hutan primer serta maraknya perburuan. Dalam kurun sepuluh tahun, 20 ribu kilometer persegi hutan primer hilang atau 17 persen dari luas total hutan. "Dengan asumsi luas hutan yang hilang ini, masuk akal kalau musang Sulawesi terancam punah," kata John.
Iwan Hunowu, Program Manager Wildlife Conservation Society Sulawesi, mengatakan, dari hasil survei dan pemantauan yang dilakukannya, diketahui titik temu habitat musang Sulawesi banyak berada di area hutan primer. Menurut dia, untuk melindungi keberadaan satwa ini, kawasan hutan perlu dijaga dengan melibatkan masyarakat secara aktif. "Menjaga hutan akan menjaga populasi satwa liar, terutama yang dilindungi," ujar Iwan.
Lukita mengungkapkan, pihaknya telah menggagas upaya perlindungan habitat musang Sulawesi secara kontinu sejak keberadaannya diketahui, di antaranya dengan membentuk tim tapak tingkat resor. Tim ini bertugas melakukan patroli secara periodik untuk melindungi hutan. Balai Taman Nasional juga mengajak masyarakat sekitar kawasan mencegah dan mengurangi kerusakan hutan.
Tim patroli resor ini pun telah membuahkan hasil dengan ditemukannya musang Sulawesi dalam kondisi terjerat perangkap pemburu. Tim gabungan dari Patroli Resort Dumoga Timur-Lolayan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Doloduo TNBNW yang didukung WCS menjumpai satwa liar itu pada akhir Maret lalu. Setelah membuka jerat, tim patroli melepas musang tersebut. "Ya, tim kami dan tim patroli TNBNW yang menemukannya. Itu musang Sulawesi pertama yang dapat dijumpai secara fisik," ucap Iwan Hunowu.
Budhy Nurgianto (Manado)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo