Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sejoli dari Suaka Barumun

Harimau Sumatera Citra Kartini dan Surya Manggala dididik di suaka harimau di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary di Padang Lawas Utara. Lahir dari induk korban jerat pemburu.

25 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gadis di Sanctuary Harimau Barumun, Padang Lawas, Sumatera Utara, Februari 2022. Instagram BBKSDA SUMATERA UTARA/CCTV dan PT. Agincourt

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Citra Kartini dan Surya Manggala lahir dari Gadis, harimau Sumatera korban jerat yang diselamatkan dan diberi suaka di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary.

  • Minim kontak dengan manusia selama berada di suaka dan dibesarkan langsung oleh Gadis yang masih liar hingga usia satu tahun.

  • Dilatih berburu hewan liar sejak dari kandang.

CITRA Kartini dan Surya Manggala telah tumbuh dewasa. Tiga setengah tahun lalu, tepatnya pada 8 Desember 2018, keduanya lahir dari rahim Gadis, harimau Sumatera betina yang terkena jerat pemburu babi di Desa Batu Madinding, Kecamatan Batang Natal, Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada 26 November 2015. Gadis diselamatkan dan menghuni suaka harimau Sumatera di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) di Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di BNWS, Gadis bertemu dengan Monang, yang juga korban jerat pemburu. Monang dua kali menjadi korban sling. Yang terakhir, Monang ditemukan terjerat di Desa Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Paribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada awal Mei 2017. Adapun kaki kanan depan Gadis mesti diamputasi untuk menghindari infeksi. Tak sampai setengah tahun kemudian, Monang dan Gadis terlihat saling mendekat ke pintu besi yang membatasi keduanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dokter hewan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sumatera Utara, Anhar Lubis, yang turut memperhatikan kesehatan harimau di suaka BNWS, tanda-tanda berahi harimau dapat dilihat ketika pejantan dan betina saling mendekat. "Mereka akan merapat ke pintu besi karena hormon yang bekerja," katanya, Rabu, 22 Juni lalu. Menurut Anhar, harimau jantan dapat mencium hormon betina yang sedang dalam masa berahi sejauh lebih-kurang 1 kilometer.

Ketika tanda itu terlihat, Gadis (diperkirakan berumur 10 tahun) dan Monang (sekitar 9 tahun) pun disatukan dan kawin. Setelah siklus estrus alias masa berahi Gadis selesai, mereka dipisahkan kembali. Tanda-tanda kehamilan terlihat ketika Gadis tidak kembali ke siklus estrus. Anhar mengatakan masa kehamilan Gadis diperkirakan berlangsung 115 hari, sedikit lebih panjang daripada masa kehamilan harimau betina umumnya yang berkisar 95-105 hari.

Selama masa itu, persinggungan dokter ataupun penjaga dengan Gadis dan Monang dijaga pada tingkat minimal. Kelahiran Citra dan Surya pun dibiarkan terjadi secara alami. Gadis juga dibiarkan mengasuh Citra dan Surya secara alami. Menurut manajer suaka BNWS, Syukur Alfajar, yang akrab disapa Sugeng, pengalaman Gadis sebagai harimau betina liar akan menjadi modal yang sangat baik untuk membesarkan Citra dan Surya menjadi harimau liar.

Dua anak harimau dari tiga yang dilahirkan Gadis di Sanctuary Harimau Barumun, Padang Lawas, Sumatera Utara. Instagram BBKSDA SUMATERA UTARA/CCTV dan PT. Agincourt

Sugeng mengatakan BNWS berada di tengah-tengah Suaka Margasatwa Barumun, Sumatera Utara. Kandang tempat Gadis membesarkan Citra dan Surya yang luasnya sekitar 1.000 meter persegi memiliki bentang alam dan suasana yang sama persis dengan hutan Suaka Margasatwa Barumun di sekelilingnya. Perbedaan Suaka Margasatwa Barumun dengan BNWS adalah BNWS memiliki suaka khusus harimau dengan luas sekitar 30 hektare untuk merawat dan merehabilitasi Gadis, Monang, Dewi Siundol, dan tiga anak Gadis lain yang lahir pada 23 Januari lalu.

Sugeng menjelaskan, insting Surya dan Citra dilatih oleh Gadis yang masih liar. "Mereka dilatih mencium daging sebagai makanan, melihat induknya berburu, mengintai, mengendap, dan menerkam mangsa," tuturnya. Selama bersama Gadis, dua saudara itu terus memakan pakan hidup terkaman sang induk. Dengan begitu, menurut Sugeng, naluri keduanya sebagai predator alami terus terjaga berkat “didikan” Gadis.

Beberapa saat setelah berpisah dari induknya, Surya dan Citra diberi makan daging potong. Setelah itu, mereka dilatih menerkam dan berburu mangsa dengan umpan hidup. "Pertama kali kami memberi umpan hidup berupa babi ketika usianya sudah menginjak satu tahun," ucap Sugeng. Saat itu kelincahan dan ketangkasan Surya lebih terlihat dominan ketimbang Citra.

Sugeng mengatakan, ketika diberi pakan babi hidup untuk pertama kalinya, Surya terlihat lebih lincah dan berani mengambil langkah pertama untuk menerkam mangsa tersebut. Sedangkan Citra mengamati dan meniru langkah Surya dari belakang. "Citra lebih banyak mempelajari gerak-gerik Surya," ujar Sugeng. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ketangkasan Citra sepadan dengan Surya, meskipun secara individual karakter Surya lebih dominan.

Sugeng menjelaskan, satu tahun pertama umur Citra dan Surya sangat krusial karena pada tahun tersebut, selain baru berkenalan dengan pakan hidup, mereka dipisahkan dari Gadis yang telah memasuki masa berahi lagi. Di usia itu pula untuk pertama kalinya dokter mengecek kesehatan secara langsung dan memeriksa jenis kelamin keduanya. Nama Citra Kartini dan Surya Manggala lantas disematkan kepada mereka.

Saat pengecekan kesehatan pertama berlangsung, dokter Anhar Lubis melihat ada beberapa persoalan pada Citra dan Surya. Berat keduanya sedikit di atas rata-rata sehingga dikhawatirkan mempengaruhi performa dan kegesitan mereka dalam berburu mangsa. Saat itu berat keduanya sudah mencapai 100 kilogram, sementara berat ideal harimau di bawah angka tersebut. Menurut analisis Anhar, hal ini terjadi karena keduanya terlalu sering memakan babi yang memiliki kandungan lemak tinggi.

Sejak saat itu, pakan hidup yang diberikan dibuat bervariasi, berupa kelinci, ayam hutan, dan rusa. Pemberian pakan ini disesuaikan dengan alam liar atau kondisi alami di hutan. "Setelah diberi variasi makanan, berat badannya sudah bagus, sudah tidak anemia lagi dan beberapa aspek sudah membaik," kata Anhar. Ia memantau keduanya secara berkala dari jarak jauh.

Harimau Citra saat akan dilepas liarkan. BBKSDA SUMATERA UTARA

Anhar mengungkapkan, sejak pemeriksaan kedua ketika Surya dan Citra berumur hampir dua tahun, ia merekomendasikan pelepasliaran mereka. "Dari sampel uji darah sudah bagus, perilakunya normal dan sehat, pergerakannya lincah dan tidak terkena virus penyakit," ujarnya. Selain itu, Anhar mempertimbangkan bahwa pada umur tersebut harimau beranjak remaja. Di alam liar, harimau induk sudah meninggalkan anak-anaknya pada masa itu.

Pengamatan tak hanya dilakukan oleh Anhar. Sugeng menjelaskan, ada tim ahli yang bertugas mengawasi gerak-gerik dan perilaku satwa langka tersebut. "Menurut mereka, perilakunya sudah mendekati perilaku di alam liar," ucapnya. Yang paling penting, menurut Sugeng, kemampuannya cukup untuk bertahan hidup. Bahkan keduanya sangat pandai memanjat pohon. Selain itu, mereka sangat takut terhadap manusia.

Menurut Anhar dan Sugeng, ada pro dan kontra dalam soal pelepasliaran Citra dan Surya ke Taman Nasional Kerinci Seblat. Pelepasliaran harimau ini, kata Sugeng, dilakukan secara terukur dan aman bagi masyarakat. Keduanya dipasangi kalung sistem penanda posisi global (GPS collar) sehingga jika terpantau mendekat ke permukiman akan segera dihalau. "Sampai saat ini mereka masih sangat jauh dari permukiman," tutur Sugeng sembari meluruskan hoaks mengenai adanya serangan harimau seusai pelepasliaran Citra dan Surya.

Menurut Koordinator Fasilitas Wilayah Tropical Forest Conservation Action Sumatera Regional Utara Bim Harahap, pelepasliaran Citra dan Surya sebagai harimau Sumatera yang lahir di suaka merupakan yang pertama di dunia. "Mereka lahir di kandang, dibesarkan di kandang, lalu dilepaskan," ujarnya. "Selama ini harimau yang dilepaskan kembali ke alam adalah harimau liar yang diselamatkan karena terkena jerat atau menjadi korban perdagangan, lalu direhabilitasi dan dilepaskan ke habitatnya.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dini Pramita

Dini Pramita

Dini Pramita saat ini adalah reporter investigasi. Fokus pada isu sosial, kemanusiaan, dan lingkungan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus