Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Baterai Lithium-Ion di Gadget Berbahaya: Studi Ungkap Zat Kimia yang Bertahan Selamanya

Baru-baru ini, bis-FASIs digunakan sebagai elektrolit dan pengikat dalam baterai lithium-ion.

13 Juli 2024 | 22.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja mengumpulkan sejumlah baterai ponsel dan laptop bekas saat akan diekstrasi di sebuah pabrik penambangan perkotaan di Gunsan, Korea Selatan, 2 April 2018. REUTERS/Kim Hong-Ji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Baterai lithium-ion yang dapat diisi ulang dan banyak digunakan pada gadget sehari-hari bisa menjadi sumber pencemaran bahan kimia abadi yang semakin besar, menurut penelitian terbaru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penelitian berjudul Lithium-ion battery components are at the nexus of sustainable energy and environmental release of per- and polyfluoroalkyl substances menyoroti keberadaan bahan kimia per dan polifluoroalkil (PFAS), khususnya subkelas bis-perfluoroalkyl sulfonimides (bis-FASIs), dalam baterai lithium-ion yang semakin mengkhawatirkan para ilmuwan lingkungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari TheVerge, bahan kimia abadi adalah sebutan untuk ribuan jenis zat PFAS yang dikenal tahan lama dan sulit terurai di lingkungan. Selama beberapa dekade, PFAS telah digunakan untuk membuat produk lebih tahan air, noda, dan panas.

Baru-baru ini, bis-FASIs digunakan sebagai elektrolit dan pengikat dalam baterai lithium-ion. Penelitian menunjukkan bahwa bis-FASIs kini ditemukan di tanah, sedimen, air, dan salju di sekitar fasilitas manufaktur, serta dalam cairan yang merembes dari tempat pembuangan sampah .

Para peneliti mengambil sampel air, sedimen, dan tanah dari 87 lokasi berbeda di Minnesota, Kentucky, Belgia, dan Prancis antara Januari hingga Oktober 2022. Mereka menargetkan area dekat pabrik pembuat bahan kimia abadi, termasuk 3M dan Arkema. Hasilnya menunjukkan konsentrasi bis-FASIs dalam jumlah bagian per miliar (ppb) yang umum ditemukan di dekat fasilitas manufaktur tersebut .

Asisten Profesor Teknik Lingkungan di Texas Tech University, Jennifer Guelfo, mengatakan bahwa penelitian ini bukan untuk menentang energi bersih atau berkelanjutan. Namun, penelitian ini bertujuan untuk mendorong penilaian risiko lingkungan dari bahan-bahan yang digunakan dalam infrastruktur tersebut.

"Ini adalah titik awal. Dan saya berharap ini akan menarik lebih banyak perhatian pada senyawa ini dan lainnya dalam aplikasi energi bersih serta elektronik konsumen," tambah salah satu penulis studi dan Profesor Teknik Sipil dan Lingkungan di Duke University, P. Lee Ferguson.

Penelitian menemukan bahwa bis-FASIs, meskipun dalam konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan pelepasan busa pemadam kebakaran, masih jauh lebih tinggi dari batas yang ditetapkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (Environmental Protection Agency) untuk jenis PFAS lainnya dalam air minum. Batas EPA adalah empat bagian per triliun untuk dua jenis bahan kimia abadi yang paling umum.

Meski belum ada regulasi federal untuk bis-FASIs, keberadaan PFAS dalam banyak produk sehari-hari seperti panci anti lengket, kemasan makanan, pelindung kain, dan benang gigi telah membuat beberapa jenis PFAS sudah masuk ke dalam aliran darah sebagian besar orang Amerika.

Dilansir dari Agency for Toxic Substances and Disease Registry, studi mengenai PFAS yang lebih umum menunjukkan bahwa paparan tinggi dapat meningkatkan risiko kanker tertentu, kerusakan hati, kolesterol tinggi, serta masalah kesehatan reproduksi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus