Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hewan mengalami gangguan kesehatan mental bukanlah sekadar mitos. Beberapa hewan memperlihatkan tanda-tanda gangguan mental melalui perubahan perilaku yang tampak jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip dari situs National Geographic, para dokter hewan dan peneliti perilaku hewan berpendapat bahwa hewan dapat mengalami gangguan kesehatan mental, meskipun tidak sepenuhnya bisa diverifikasi seperti halnya manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anjing dan kucing yang menunjukkan tanda-tanda kecemasan, misalnya, mungkin tidak memenuhi kriteria resmi dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) untuk 'Gangguan Kecemasan Umum (GAD)' atau kecemasan kronis.
Berbeda dengan manusia yang mampu mengungkapkan perasaan mereka secara verbal, hewan tidak memiliki kemampuan tersebut. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mendeteksi adanya gangguan mental pada hewan adalah melalui pengamatan perilaku mereka.
Dokter hewan bisa mendiagnosis kondisi seperti kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif ketika menemukan bukti dari tindakan yang mereka lakukan. Meskipun demikian, keterbatasan komunikasi ini membuat para ahli tidak bisa memastikan berapa banyak hewan yang benar-benar mengalami kondisi mental yang mirip dengan penyakit mental pada manusia.
Penjelasan Ilmiah Gangguan Kesehatan Mental yang Dialami Hewan
Carlo Siracusa, profesor madya dan dokter hewan dari Universitas Pennsylvania, mengatakan hewan benar-benar dapat mengalami gangguan kesehatan mental.
Dalam wawancaranya dengan Popular Science, Carlo mengungkapkan bahwa banyak anjing dan kucing yang menunjukkan tanda-tanda agresi atau perilaku destruktif. Perilaku tersebut sering kali merupakan produk sampingan dari kecemasan atau ketakutan yang mirip dengan gangguan kecemasan berbasis rasa takut pada manusia.
Lebih lanjut, Carlo menjelaskan bahwa wilayah otak yang mengatur emosi pada manusia juga berfungsi pada hewan yang mengalami kecemasan. Meskipun terdapat perbedaan dalam ukuran dan kompleksitas otak, proses emosional dalam kedua spesies ini melibatkan amigdala sebagai pusat pengendali emosi.
Sama seperti manusia, hewan yang mengalami peristiwa traumatis seperti penelantaran atau perubahan lingkungan yang drastis bisa menunjukkan agresi impulsif. Bahkan, hewan peliharaan pun dapat mengembangkan perilaku kompulsif, menyerupai kebiasaan manusia yang berjuang melawan gangguan obsesif-kompulsif.
Namun, tidak semua gangguan mental yang dialami manusia terjadi pada hewan. Misalnya, skizofrenia tampaknya hanya terjadi pada manusia, berkaitan erat dengan kompleksitas otak manusia yang jauh lebih tinggi. Selain itu, hewan tidak memiliki kemampuan untuk merasakan ketidakamanan sosial atau keputusasaan atas konsep abstrak dan eksistensial seperti manusia.
Carlo menambahkan bahwa keterbatasan ini disebabkan oleh fungsi kortikal prefrontal hewan yang tidak secanggih manusia, terutama dalam perencanaan jangka panjang. Analisis tentang fungsi otak hewan ini juga menjadi pembeda utama dalam memahami kesadaran diri hewan, yang hingga kini masih menjadi perdebatan filosofis.
Pada dasarnya Anda yang memelihara hewan dapat melihat kondisi kesehatan mental melalui kebiasaan sehari-hari. Bila sebelumnya aktif, namun beberapa hari belakangan hewan tersebut jadi lebih pasif maka kondisi tersebut bisa menjadi indikasi adanya gangguan kesehatan mental.
Oleh karena itu, bagi Anda yang memiliki hewan peliharaan harus lebih peka dan perhatian terhadap perubahan sekecil apapun dengan hewan Anda.