Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bila jalan pakai plastik

Ada teknik baru untuk mencegah air meresap ke tubuh jalan. ppjcy (proyek peningkatan jalan cilacap yogya) mencoba melapisi jalan dengan plastik. sudah dicoba antara wates-yogya. (ilt)

23 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP hari rata-rata 6000 kendaraan melewati jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan Cilacap. Tak sedikit pula yang cukup berbobot, seperti mobil tangki, pengangkut produk kilang minyak di Cilacap. Tapi sebagian jalan itu -- terutama antara Wates dan Yogya -- selalu dalam keadaan rusak. "Orag PU pernah putus asa," tutur Moekri BRE, orang pertama PPJCY (Proyek Peningkatan Jalan Cilacap-Yogyakarta) pekan lalu kepada TEMPO. PPJCY -- di bawah Ditjen Bina Marga -- dengan bantuan peralatan bernilai 833 juta yen (Rp 2,35 milyar) dari Jepang dilaksanakan sejak tahun 1973. Tapi bagian jalan antara km 8 dan km 27 (km 0 di Yogya) terutama sekali merepotkan pelaksana proyek itu. "Baru saja diaspal, ia sudah bergelombang bila dilewati kendaraan," tutur Ir. Sudarmanto di Bandung. Masih dalam lingkungan Bina Marga, Sudarmanto mengepalai Subdit Teknik Jalan dari DPMJ (Direktorat Penyelidikan Masalah Tanah dan Jalan). Walau berulang kali jalan itu diperbaiki, keadaannya tetap begitu juga. Ketika diberi fondasi batu besar, malah batunya tenggelam. Seperti dikemukakan Rustam Effendi, Kepala Unit III (wilayah Yogya) PPJCY kepada TEMPO, jalan itu tak tahan musim hujan. Pernah dicoba aspal goreng, seperti gudek favorit di Kota Yogya, namun seperti sekian banyak cara lain juga tanpa hasil. Akhirnya, Desember 1977, DPMJ meneliti ruas jalan itu. Kesimpulannya, tanah dasar di situ memang jelek, yaitu tanah liat kelanauan (clay soil). Tanah jenis ini memiliki selisih nilai CBR (California Bearing Ratio) yang sangat tinggi. Untuk menilai daya dukung berbagai jenis tanah, para ahli biasanya menggunakan satu ratio yang mengungkapkan daya serap tanah terhadap air. Ratio ini dinyatakan dengan angka pada skala CBR. Semakin besar selisih CBR di musim kering dengan CBR di musim hujan, semakin jelek pula tanah itu. Setidaknya sebagai badan jalan. Tanah di Yogya itu dalam musim kering memiliki CBR rata-rata 7, sedang di musim hujan CBR itu menjadi 1,5-1. Sebagai perbandingan, tanah liat pada tubuh jalan Jagorawi waktu kering hanya 6 CBR dan waktu basah hanya 4 CBR. Tanah dengan karakteristik seperti yang di Yogya itu, menurut Dirjen Bina Marga Ir. Soerjatin, sangat peka untuk menjadi lunak akibat air yang masuk dari atas. Dan air itu tidak tanggung-tanggung waktu musim hujan. Curah hujan di situ berkisar antara 2000 sampai 4000 mm per detik. "Tidak pernah ada di negara lain," ujar Dirjen itu. Kerusakan di bagian jalan itu disebabkan masuknya air melalui penetrasi makadam, hingga tanah dasar jalan melembek. Paling ideal ialah tanah yang jelek itu diganti. Tapi ini menghendaki penggalian minimal sedalam 2 meter di bagian jalan yang tergolong parah, untuk kemudian diisi kembali dengan sirtu yang dipadatkan'. Cara ini pasti mahal. "sisa biaya pembangunan jalan di lain tempat kesedot ke situ semua," komentar Rustam. Kemudian timbul gagasan, meskipun janggal kedengarannya. Untuk melapis saja jalan itu dengan plastik. "Plastik itu prinsipnya sebagai mantel saja," kata Moekri. Maksudnya, dengan plastik itu air hujan tak akan langsung meresap ke tubuh jalan, tapi mengalir ke tepi. Dan di Purwokerto, Manungsong BME dari kantor PPJCY setempat mengibaratkan plastik itu sebagai payung yang melindungi badan jalan. Manungsong memimpin pelaksanaan pembuatan jalan plastik itu sejak semula. Cukup sibuk -- lewat berbagai tes - Manungsong mencari jenis plastik yang tidak leleh kena aspal panas tapi juga cukup murah. Pilihan rupanya jatuh pada sejenis plastik yang mengandung mika -- biasa dipakai untuk taplak meja makan. Harganya waktu itu sekitar Rp 260 per m2 dan tahan panas sampai 200øC. Memang proyeknya, seperti diakui Moekri, tidak ilmiah. "Tidak ada di buku, tidak ada di kuliah," katanya. "Bahkan karena sederhana, kami ditertawakan orang banyak." Yang juga ketawa ialah PT Duta Fort Indonesia, pembuat DUFIN, jenis plastik yang lulus tes Manungsong. Harganya di pasaran melonjak. Besar jumlahnya yang dipakai. Setiap satu meter jalan membutuhkan 14 m plastik, hingga seluruhnya terpakai sekitar 120 km. Tekniknya terlebih dulu dicoba pada sebagian jalan sepanjang 200 m. Sesuai dengan instruksi Dirjen Bina Marga, badan jalan lama dipertahankan, hanya didandani dan diratakan hingga kemiringan 3%. Dijaga betul agar tidak terdapat lubang pada sub-base ini yang kemudian diberi lapisan asmin (aspal minyak) 60/70, setebal 2,44 mm. Suhu aspal itu waktu dicor antara 170øC sampai 180øC. Di atas lapisan ini plastik yang tebalnya 0,13 mm dihampar berjalur-jalur, sedang tepinya saling menumpang atau bersusun sirih. Setiap sambungan itu direkat dengan aspal. Di atas plastik ini sekali lagi dicor selapis asmin 60/70 setebal 2 mm. Kali ini bersuhu 160øC. Ini disusul lapisan pasir pasang dengan tebal 1 cm, kemudian dengan lapisan terakhir berupa bahan penetrasi makadam biasa setebal 6 cm. Mungkin Satu-satunya Hasil percobaan itu cukup meyakinkan. Maka pelaksanaannya dimulai tahun lalu pada 4 segmen jalan, masing-masing sekitar 2 km, di ruas jalan antara Wates dan Yogyakarta. "Biasanya jalan itu setiap musim hujan selalu rusak," tutur Soerjatin. "Sekarang tidak." Namun ia belum berani menyatakan eksperimen itu sudah berhasil betul. Setidaknya, sudah terbayang daya tahannya, mungkin mencapai 4 atau 5 tahun. Ternyata teknik itu masih lebih murah ketimbang dua alternatif lainnya yang disarankan Dirjen Bina Marga, seperti pemakaian hotmic dan asbuton. Pernah Februari lalu dilakukan penggalian seluas 1 m2 pada bagian jalan yang dilapis plastik itu. Ternyata tubuh jalan tetap kering sedang aspal dan plastik dalam keadaan relatif baik. Memang di beberapa tempat plastik itu bolong. Tapi ini tidak menunjukkan gejala kerusakan parah. Sudarmanto dari DPMJ berpendapat bahwa teknik ini masih diuji selama dua atau tiga periode musim hujan lagi. Kondisi jalan itu masih mulus sesudah melalui satu musim hujan. Untuk perbandingan, sengaja sebagian jalan diperbaiki tanpa lapisan plastik. Diperbaiki dengan cara biasa, bagian sepanjang beberapa ratus meter sekarang sudah retak-retak. Jalan lapisan plastik ini mungkin satuatunya di dunia. Ada yang menyamakannya dengan teknik pelapisan jalan dengan bahan terram. Bahan sejenis fiberglass ini sering digunakan untuk daerah berpaya di negara Barat. Teknik terram ini diterapkan Indonesia pada jalan yang menghubungkan Belawan dan Medan. Tapi, kata Soerjatin, "terram hanya untuk mengalirkan air saja," tidak sama dengan teknik yang diterapkan di dekat Yogya itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus