Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Cara Ventilator Sivenesia LIPI Memompa Tarikan Minim Napas Pasien

Ventilator ini mengklaim berstandar impor dan ungguli produk lokal yang lain. Belum uji klinis.

22 Juli 2021 | 22.22 WIB

Ventilator SIVENESIA (Smart Innovative Ventilator Indonesia) dengan dua mode operasi CPAP dan BiPAP buatan LIPI.
Perbesar
Ventilator SIVENESIA (Smart Innovative Ventilator Indonesia) dengan dua mode operasi CPAP dan BiPAP buatan LIPI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menciptakan alat bantu pernapasan atau ventilator yang telah lolos uji teknis. Ventilator yang dinamakan Sivenesia, singkatan dari Smart Innovative Ventilator Indonesia, itu punya empat fungsi dari dua mode besarnya. Spesifikasi alatnya yang mengejar standar seperti ventilator impor di pasaran diklaim mengungguli alat sejenis buatan lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pembuatan ventilator oleh tim dari Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI itu dirintis sejak Mei 2020. Ketuanya Budi Prawara dengan anggota tim Deni Permana Kurniadi, Eko Joni Pristianto, Dayat Kurniawan, Pamungkas Daud, Hana Arisesa, Erry Dwi Kurniawan, Heri Soepriadi, Asep Rusmana, dan Abdul Wahid Aminudin. Dalam perjalanan risetnya, dua purwarupa awal terhitung gagal. “Sekarang ini prototipe yang ketiga,” kata anggota tim Eko Joni Pristianto, Rabu 21 Juli 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim juga melibatkan seorang dokter anastesi dari Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin, Bandung, juga menggaet mitra produksi yaitu PT Tesena Inovindo. Menurut Eko, tim merancang sendiri bentuk alat, bahan, dan perangkat lunaknya dari awal. Bersifat portabel atau bisa dipindah tempatkan, ukuran ventilator itu 46 x 32 x 28,5 sentimeter dengan bobot 11,6 kilogram.

Daya listriknya berkisar 50-70 watt dan dilengkapi baterai lithium untuk kondisi darurat. Ketika aliran listrik padam, sumber daya otomatis berpindah ke baterai. Tersimpan di dalam ventilator, kapasitas baterainya 18 Ah bertegangan 16,8 volt. “Konsumsi baterainya 2-3 Ah atau bisa sampai 6 jam,” ujar Eko. Lama pengisian baterai antara 6-7 jam, adapun masa pakai baterai antara 2-3 tahun.

Alat penunjang seperti komputer mini berbasis Android versi 8 dilengkapi monitor yang layarnya bisa disentuh oleh jari bersarung tangan medis dari bahan karet. Dari beberapa komponen yang masih harus impor, tim membuat sendiri sebuah komponen vital yaitu katup elektronik pengatur aliran oksigen dan telah dipatenkan. “Kelebihannya, katup untuk ventilator ini berdaya listrik rendah,” ujar Eko.  Tim memasang beberapa alarm pada komponen vital seperti sirkuit pernapasan, katup pengaman, dan baterai.

Ventilator yang tergolong pengobatan non-invasif atau tanpa pembedahan yang paling efektif untuk pasien gangguan pernapasan itu mempunyai dua mode utama dengan empat fungsi. Mode Continous Positive Airway Pressure (CPAP) menghasilkankan satu level tekanan udara positif yang konstan dan menerus kepada pasien. Tujuannya supaya saluran pernapasan pasien tetap terbuka. Mode itu terbagi menjadi dua fungsi yaitu CPAP biasa dan CPAP+PS (Pressure Support).

CPAP+PS, menurutnya, sangat dibutuhkan oleh pasien yang hampir gagal napas. “Ada tarikan napas sedikit saja dari pasien, mesin akan bisa langsung memompa,” ujar Eko. Fungsi itu menurutnya lazim pada ventilator impor namun masih jarang di alat buatan lokal.

Mode berikutnya yaitu BiPAP (Bi-level Positive Airway Pressure) menghasilkan dua level tekanan udara positif yang berbeda, yaitu pada saat menarik napas (inspirasi) dan pada saat mengembuskan napas (ekspirasi). Mode ini dinilai lebih nyaman digunakan oleh pasien karena akan mengikuti ritme pernapasan.

Mode ini terbagi menjadi BiPAP Mandatory yang dikontrol penuh oleh mesin. “Ini buat pasien yang gagal napas jadi diatur oleh mesin untuk inspirasi dan respirasinya,” kata Eko. Adapun BiPAP Synchron ditujukan bagi pasien yang masih bisa bernapas. Sistem kerja alatnya menyesuaikan ritme pernapasan pasien. “Sistemnya membaca dulu tarikan napas pasien sebanyak 4-5 kali, selanjutnya mesin mengikuti mengalirkan oksigen sehingga pasien nyaman,” ujarnya. Kadar oksigen yang dialirkan ventilator itu antara 21 hingga 100 persen.  

Dana riset pembuatan ventilator itu berasal dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Tim mendapat Rp 500 juta untuk membuat lima unit Sivenesia guna persiapan uji klinis. Sejauh ini tim masih mencari dana untuk uji alat langsung ke pengguna itu yang direncanakan di RS Hasan Sadikin, Bandung. Soal harga jualnya kelak diserahkan ke produsen. Tim berharap harganya bisa dibawah alat sejenis yang kini beredar di pasaran. “Kalau produk lokal harganya Rp 160 juta, kita mau lebih rendah,” kata Eko. Sasaran pengguna Sivenesia yaitu rumah sakit dan Puskesmas.

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus