Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Semakin terang bagaimana terbang ke luar angkasa bisa berdampak bagi kesehatan para astronot. Pemahaman yang lebih baik mungkin didapat setelah diciptakannya biobank 'space-omics' pertama--koleksi ribuan sampel darah dan jaringan, plus informasi medis, yang diambil dari banyak misi ke antariksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koleksi datanya termasuk yang didapat dari misi-misi ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Juga misi Inspiration4 oleh SpaceX pada 2021 lalu yang membawa empat astronot non-pemerintah (sipil) ke luar angkasa selama tiga hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Disebut Space Omics and Medical Atlas (SOMA), sumber biobank terdiri dari data medis seperti perubahan dan kerusakan DNA dalam aktivitas gen dan fungsi sistem imun para astronot. Kumpulan data itu dikenal sebagai biomarkers.
Selama ini, misi ke antariksa dikenal memberi risiko kesehatan tertentu. Hal ini karena para astronot bakal kehilangan kerapatan tulang dan massa otot dampak kondisi minimnya gravitasi.
Belum lagi tingkat radiasi yang lebih tinggi di luar angkasa yang diduga menyebabkan kerusakan sel dan DNA. Seluruhnya memiliki dampak pada tubuh yang beragam.
Seluruh efek itu pula yang kemungkinan berada di balik pertanyaan kenapa astronot lebih rentan mengembangkan penyakit jantung di masa depannya. Sebagian astronot bahkan telah memburuk penglihatannya sekembali dari perjalanan ke luar Bumi.
"Mengumpulkan data medis para astronot secara konsisten via biobank SOMA akan menolong para peneliti lebih memahami tentang perubahan-perubahan itu dan potensial mengembangkan cara-cara mitigasinya," kata Christopher Mason di Weill Cornell Medicine di New York, yang membantu mengumpulkan data biobank SOMA.
Damian Bailey dari University of South Wales tak terlibat dalam tim Mason yang mempublikasikan biobank astronot internasional di jurnal Nature, terbit 11 Juni 2024. Dia menilai terjemahan biomarkers tak selalu bermakna secara klinis.
"Tapi ini adalah sebuah cara menarik untuk mulai mencari tahu bagaimana lingkungan unik di luar angkasa berdampak kepada kita," katanya memberi dukungan.
Satu hal dari misi Inspiration4 adalah bahwa, meski para astronot mengalami sejumlah perubahan biomarker, kebanyakan hasil pemeriksaan bisa kembali menunjuk kondisi normal setelah beberapa bulan sejak kepulangan ke Bumi. Itu mengantar dugaan mengirim warga sipil ke antariksa tak menyebabkan risiko kesehatan yang lebih besar daripada mengirim astronot profesional.
"Ketimbang kepada orang-orang yang berlatih selama puluhan tahun, antariksa bisa mulai dibuka kepada lebih dan lebih banyak orang," kata Mason.
Tubuh Astronot Perempuan Lebih Tangguh
Hasil dari misi Inspiration4, yang memiliki kru dua laki-laki dan dua perempuan, juga memberi dugaan kalau perubahan dalam aktivitas gen berangsur normal kembali lebih cepat pada kru perempuan. Kemungkinannya, kata Mason, karena tubuh perempuan yang harus mampu menghadapi potensi kehamilan.
"Dimampukan untuk menoleransi perubahan besar dalam fisiologi dan dinamika fluida mungkin sangat baik untuk kemampuan mengelola kehamilan, juga stress dari penerbangan antariksa," kata peneliti fisiologi dan biofisika itu menambahkan.
Timothy Etheridge dari University of Exeter mengatakan biobank rintisan Mason dkk sangat berguna bagi para peneliti di seluruh dunia untuk bisa memiliki basis data yang bisa digunakan bersama. "Anda perlu memiliki pendekatan yang konsisten untuk mengumpulkan sampel," kata dia.
Thomas Smith dari King’s College London menilai memahami efeks misi antariksa ke kesehatan akan menjadi lebih penting jika misi-misi lebih panjang, semisal perjalanan ke Mars.
NEW SCIENTIST, NATURE