Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Dosen Unair Sebut Farel Prayoga Jadi Fenomena Pergeseran Publik Nikmati Musik

Musik Farel Prayoga berirama dangdut berbahasa Jawa yang awalnya identik dinikmati oleh masyarakat kelas pekerja bergeser bisa dinikmati kelas atas.

25 Agustus 2022 | 15.23 WIB

Farel Prayoga, penyanyi lagu koplo seusai peringatan HUT RI ke-777. Instagram
Perbesar
Farel Prayoga, penyanyi lagu koplo seusai peringatan HUT RI ke-777. Instagram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi cilik Farel Prayoga tampil menyanyikan lagu ‘Ojo Dibandingke’ di Istana Merdeka pada upacara HUT ke-77 RI menjadi sorotan publik. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Kukuh Yudha Karnanta mengatakan fenomena Farel menunjukan pergeseran bagaimana cara publik menikmati musik. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Musik berirama dangdut berbahasa daerah Jawa yang pada awalnya identik dinikmati oleh masyarakat kelas pekerja di daerah rural (pedesaan) dan suburban (pinggiran kota). Namun, kini juga hadir di depan masyarakat kelas atas atau pemerintahan. Bahkan di situasi resmi, upacara kenegaraan dan ternyata diapresiasi,” jelasnya dilansir dari laman resmi Unair pada Kamis, 25 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal itu, kata Kukuh, terbukti dengan banyaknya orang yang berjoget ketika mendengar lagu Farel. Bagi Kukuh, upacara peringatan proklamasi yang dulunya identik dengan kesakralan, khidmat, dan mengharukan, seiring waktu juga dapat bergeser menjadi fun, ceria, dan bisa berjoget. 

“Merdeka bukan lagi soal gerakan kebangsaan tetapi bisa juga gerak joget keceriaan,” imbuh dosen peraih penghargaan Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2021.

Menurutnya, salah satu faktor pergeseran selera musik disebabkan dangdut tidak sebatas irama melayu dan berbahasa indonesia. Akan tetapi, irama campursari dan Bahasa Jawa Mataraman. Meskipun demikian, kata dia, hal-hal yang lokal itu justru bisa diterima di level nasional. 

Dalam hal ini, Kukuh berpendapat meskipun produksi lagu anak tidak seramai tahun '80 dan '90-an. Namun, setiap orang sejatinya memiliki kemampuan filter dan preferensi karya atau lagu apa yang layak dikonsumsi baik untuk dirinya maupun di ruang publik. 

“Pendidikan literasi media dan seni menjadi kebutuhan untuk mengakselerasi kemampuan filter tersebut. Fenomena Farel dapat menjadi momentum semua pihak untuk memikirkan bagaimana anak-anak, seni musik, dan media dapat menjadi sesuatu yang edukatif,” katanya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus