Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Suhu Udara Melonjak di Berbagai Wilayah Indonesia, Normal atau Berisiko?

BMKG menyebut suhu melonjak akibat pancaroba. Cuaca panas juga dipicu posisi semu matahari di dekat ekuator, serta keunikan karakter wilayah.

28 April 2025 | 18.42 WIB

Warga menggunakan payung menghindari cuaca panas di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024. Berdasarkan analisa tim ahli meteorologi BMKG sampai Senin siang (28/10), tercatat suhu panas tertinggi melanda wilayah Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang mencapai 38,4 derajat Celsius. TEMPO/Subekti
Perbesar
Warga menggunakan payung menghindari cuaca panas di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024. Berdasarkan analisa tim ahli meteorologi BMKG sampai Senin siang (28/10), tercatat suhu panas tertinggi melanda wilayah Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang mencapai 38,4 derajat Celsius. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani mengatakan cuaca panas terik di sebagian besar wilayah Indonesia saat ini menandai transisi musim hujan ke kemarau. “Ditandai dengan suhu udara yang terik sejak pagi hingga siang, diikuti potensi hujan lokal pada sore hingga malam,” kata Andri kepada Tempo pada Senin, 28 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut dia, suhu udara juga naik karena posisi semu matahari di dekat ekuator, yang masih terus bergeser ke arah utara dengan posisi deklinasi terakhir 11,2 derajat lintang utara. Posisi tersebut mengoptimalkan intensitas penyinaran matahari di wilayah Indonesia. Gerak semu matahari diperkirakan akan mencapai titik balik utara pada akhir Juni 2025. Saat itu suhu panas diprediksi mulai mereda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan analisis data suhu maksimum harian dari 2024 hingga awal 2025, Andri memastikan suhu harian yang mencapai 35–36 derajat Celcius di Indonesia masih dalam kategori normal.

Lonjakan suhu ini, Andri meneruskan, umum terjadi pada periode transisi musim.“Pada Maret hingga Mei dan September hingga November, saat posisi semu matahari relatif lebih dekat ke ekuator,” tutur dia.

BMKG sempat mencatat suhu harian hingga 37 derajat Celcius di wilayah Tanah Merah, Papua, pada 21 April lalu. Tingkat suhu itu menjadi yang tertinggi di Indonesia dalam catatan sepekan terakhir.

Menurut Andri, langit cerah tanpa banyak awan di Tanah Merah berpotensi membuat radiasi matahari mencapai permukaan secara maksimal. Karakteristik permukaan tanah di wilayah tersebut juga kemungkinan cepat menyerap dan melepaskan panas. “Alasan ketiga adalah minimnya pergerakan angin, yang memperparah akumulasi panas di permukaan,” ujarnya.

Dengan kondisi kelembapan udara yang moderat, permukaan tanah lebih cepat memanas, sehingga suhu udara meningkat tajam. Andri menyebut fenomena ini bersifat sementara. Perkataan ini terbukti karena suhu di wilayah Papua Selatan kembali normal beberapa hari setelah menembus 37 derajat.

BMKG mengoperasikan jaringan stasiun pengamatan cuaca dan iklim yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Jaringan ini diperkuat dengan pengamatan cuaca otomatis, radar cuaca, dan dukungan satelit yang memungkinkan pemantauan iklim hingga skala lokal.

Meski begitu, Andri mengakui bahwa sebaran alat dan sensor belum sepenuhnya merata karena kondisi geografis Indonesia yang luas. Keterbatasan itu sedang diatasi melalui pemodelan cuaca numerik dan kemampuan analisis prakirawan BMKG.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus