Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Doyan makan timah hitam doyan makam timah hitam

Eceng gondok berguna sebagai penghasil gas bio dan penyerap logam-logam pencemar lingkungan yang berbahaya. diusulkan menggunakan tanaman air itu dan tak perlu terlalu dimusuhi.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ECENG gondok, ternyata tak terlalu perludimusuhi. Setelah Dr Otto Soemarwoto dan stafnya dari Lembaga Ekologi Unpad membuktikan manfaat eceng gondok sebagai penghasil gas bio (TEMPO, 28 Mei), terbukti lagi manfaatnya yang lain. Yakni sebagai penyerap logam-logam pencemar lingkungan yang sangat berbahaya bagi manusia, seperti cadmium (Cd), air raksa (Hg), timah hitam (Pb), nikel (Ni), chromium (Cr), dan lain-lain. Dua orang staf peneliti Biotrop di Bogor, Lusianty S. Widyanto dan H. Susilo, baru-baru ini mengumumkan hasil percobaan mereka dalam berkala dwibulanan Widyapura, No. 5-6 Th. I/1977. Dalam laboratorium Pusat Penelitian Biologi Tropis itu, mereka menanam eceng ondok Eichhornia crassipes (Mart. ) Solms) dalam larutan yang diperkaya dengan ion Cd, Hg dan Ni. Ternyata, dalam waktu 24 jam saja, ion logam berat dalam cairan Hoagland 12,5% itu berkurang secara drastis. Tergantung pada adanya logam berat itu: tak tercampur alias mandiri, atau tercampur dengan logam berat lainnya. Jadi kalau eceng gondok ditanam secara ekstensif, satu hektar dapat menyerap 67,5 gram Cd sehari. Air raks, dapat diserap sebanyak 88,5 gram/Ha/hari. Sedang ion nikel sebanyak 57,5 gram/ Ha/hari. Itu kalau masing-masing logam tak tercampur. Kalau ketiga logam berat itu dicampur, dalam sehari satu hektar eceng gondok dapat menyerap 61,5 gram Cd, 94 gram Hg, dan 17,5 gram Ni. Berarti penyerapan air raksa dalam keadaan tercampur dipercepat. Sementara penyerapan cadmium dan nikel dalam keadaan tercampur sedikit diperlambat. Kosmetik, Rokok, Ban Mobil Mengapa ketiga polutan logam berat itu yang dipilih dalam percobaan orangorang Biotrop itu? Kadmium dipilih-begitu tulis L.S. Widyanto dan H. Susilo dalam majalah terbitan Pusat Penelitian Masalah Perkotaan & Lingkungan (PPMPL) DKI -- karena logam berat itu "paling besar kemungkinannya untuk meracuni manusia." Berbagai sumber pencemaran kadmium adalall kosmetik, rokok, pipa galvanisasi, pembakaran minyak disel, sisa ban mobil, asap pabrik, dan lain-lain. Di Jepang misalnya, polusi kadn m yang tertular melalui beras dikonstatir menjadi penyebab penyakit itai-itai yang membuat tulang rapuh sehingga akhirnya retak berkeping-keping. Musim panas yang lalu, ketakutan akan gelombang penyakit itu nongol lagi di sana. Sebab kadar kadmium yang ditemukan dalam kerang dan ikan di Teluk Tokyo, sudah membahayakan lagi. Sehingga 70 kapal ikan diperintahkan membuang kembali 400 ton hasil tangkapannya di tengah laut. Sedan, tahun lalu, Pemerintah Jepang juga mengambil tindakanterhadap tan-bang tembaga Ashio yang membuang cadmium ke Sungai Watarase (Insight, May 1977). Selain dapat menyebabkan kanker tulang, Cd juga dapat menyumbat pembuluh darah. Tapi bukan logam ini saja yang berbahaya. Air raksa dan timbel (timah hitam), adalah pencemar yang juga sering ngendon di lingkungan. Air raksa (mercury), terkenal karena uangan dari pabrik plastik Chisso di Minamata, Jepang, membikin kucing-kucing mati menggelinjang karena makan ikan yang dicemarinya. Para nelayan yang makan ikan itu banyak juga yang jadi korban - air raksa naik ke otak. Lebih dari 1000 orang tua dan muda menjadi korban penyakit Minamata. Saksi Hidup Minamata Di antaranya, 155 orang mati setelah menderita sakit luarbiasa selama berminggu-minggu. Sedang bayi perempuan yang lahir tahun 1956, dari sepasang pengantin muda yang jadi korban polusi air raksa itu, cacad seumur hidupnya karena air raksa yang menyerang sel-sel otaknya ketika sang janin masih dalam rahim ibu. Kini, 21 tahun kemudian, Tomoko, bayi itu, masih hidup. Dengan lengan, kaki dan jari terpuntir, dengan kulit serapuh lilin dan mata terbuka tapi buta, dialah saksi hidup polusi air raksa. Timah hitam, juga banyak berkontaminasi dengan tubuh manusia. Khususnya penduduk kota. Sebab dalam bentuk 'timbel-tetraotil,' timah hitam sering terdapat dalam bensin untuk memuluskan pembakaran dalam silinder. Timah hitam itu selanjutnya keluar bersama gas knalpot ke udara. Selain itu, ada pula polutan timbel yang berasal dari timbel-oksida, pigmen cat putih. Sisa-sisa obat celup tekstil yang seringkali dengan seenaknya ngeloyor dari pabrik ke perairan umum-juga diduga ada yang mengandung Pb. Belum lagi sisa-sisa buangan pabrik aki yang kini populer di mana-mana. Kini, polutan itupun dapat 'dimakan' oleh eceng, tanaman air yang doyan logam berat itu. Dengan percobaan orang-orang Biotrop (pusat penelitian biologi tropis) itu, terbuktilah sekali lagi apa yang sudah dicoba Wolverton dkk dari NASA (badan antariksa AS) sejak 1975. Yakni kemampuan tanaman hyacinth air -- seperti eceng gondok dan Alternanthera philoxeroides (Mart.) Griesb. - menyerap logam-logam berat dari air yang tercemar. Bahkan juga bahan kimia organis seperti phenol dapat disaring oleh 'tanaman pengganggu' itu dari air kotor. Makanya B.C. Wolverton dkk mengusulkan penggunaan tanaman air itu, sebagai penyaring polusi air dari pabrik atau got.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus