PADA suatu hari yang terik di Tanjung Priok, seorang anak muda
dengan muka letih berlepas lelah di pingBir kali. Kepalanya
terbenam dalam topi anyaman, tapi tahi lalat besar di pipinya
masih jelas kelihatan. Tubuhnya kecil tetapi kuning. Formatnya
ini menyebabkan ia terkenal dengan julukan "Jepang Kecil".
Tetapi akan ketahuan nanti, sebagaimana umumnya orang bertubuh
kecil, justru dalam wadah yang alit itu tersimpan ambisi atau
kemauan yang besar.
Namanya Endang Permana. Umur 22 tahun. Kelahiran, plus KTP,
Garut. Ia bekerja sebagai tukang kasur. Protesi yang meman8
merupakan tujuan utamanya ketikamulai urban ke Ibukota. "Tahun
1966, waktu saya baru saja masuk PCAP (Pendidikan Guru Agama
tingkat Pertama red) teman karib saya datang ke rumah lalu
mengajak saya ke Jakarta. Karena bujukan uang yang membuat saya
silau, saya mau," kata Endang kepada Widi Yarmanto dari TEMPO.
"Habis waktu itu saa kan masih kecil iadi gampang tergoda."
Dami Kesehtan
Tak banyak pertimbangan lagi Endang membonceng temannya mengadu
nasib di Ibukota. Tugasnya mula-mula membantu mengisi kain
kasur. Tapi pekerjaan ini hanya bisa memukaunya selama I minggu.
Mungkin karena sebe lumnya ia sudah terbiasa bekerja dalam
lingkungan yang lebih penuh variasi. Ia pernah bergabung dengan
Orkes Gambus Al Hidayah, kemudian Jass Rany akhirnya Aneka
Irama.
Di samping mengandalkan suara, ia juga memetik mandolin, bas dan
gitar. Operasinya. di radio-radio amatir terus ke pelosok gunung
di tanah Garut, telah menanamkan jiwa bertualang dan kebiasaan
hidup enak. "Makanya jadi pembantu tukang kasur terus-terusan
nggak enak," kata Endang. "Saya putuskan bisa berdiri sendiri.
Dan akhirnya saya memang tidak tergantung dari teman saya!".
Endang mestinya tidak perlu jadi tukang kasur. Hidup keluarganya
bolell dikatakan cukup, kalau tidak malahan lebih dari cukup.
Saudara-saudaranya pada jadi orang. Ada yang kerja baikbaik di
Ancol, ada yang jadi polisi, ada juga yang berpangkat. Tapi
Endang ini memang a8ak malas sekolah - lebih merasa bahagia
pegang duit dari pegan buku. Anehnya lagi, ia toh masih
menyebut keahliannya mengisi kain kasur hanya sebagai kerja
sambilan. Yang dianggapnya kerja pokok adalal kesibukannya
selarna seminggu dalam satu bulan yang diserahkannya di toko
mebel. Di sana ia mencat, memelitur, mengelas dan sebagainya.
Tiga minggu selebihnya ia mengangkat tongkat di pundak -
digantungi kain bergaris-garis sambil berkoar: "Kasur!
Kasurrrr!"
Endang menyediakan kain kasur dan tenaga, sementara para
langganan yang berminat memberikan kapok. Kalau lagi mujur, dua
sampai tiga stel kain bisa amblas satu hari. Satu stel ia ambil
untung sampai Rp 1.000. Rekor yang pornah dipecahkannya mencatat
Rp 1 ribu. Tapi kalau lagi malang, sampai 2 hari mondar-mandir
dengan mulut pegal berteriak, langganan tak muncul-muncul.
Rumahnya di Warakas Priok, yang ditinggalkannya pukul 6 pagi
untuk kembali pukul 6 snre, tak solamanya melihat pemuda ini
berwajah cerah. Dengan jarak tempuh 17 km setiap hari, sering
ia kelihatan capek. Untuk menambah umur setiap tiga hari ia
mengharuskan tubuhnya minum jamu telur campur madu. Dan karena
ia sebenarnya bukan tukang kasur bakat ahli maka di meja di
rumahnya terlihat botol vitamin B1, B12, B Kompleks dan vitamin
C. "Demi kesehatan, mas," ujar Endang.
Orang Gedongan
Bila kita memapas seorang tukang jual kain kasur, penghidupan
itu tampaknya mustahil. Rasanya sia-sia: melintas masuk kampung
ke luar kampung mencari-cari orang yang pingin punya kasur.
Sebuah kasur biasanya makan waktu bertahun-tahun sebelum
benar-benar harus diganti, bukan? Tapi Endang sudah membuktikan:
ini pekerjaan yang cukup enak, meskipun memang berat -- harus
berani memapas panas pada musim kemarau dan hujan kalau musim
hujan. Endang harus jalan terus. Berhenti berarti macet.
Akibatnya betis mungkin jadi keras kemungkinan sakit pun
banyak. Kalau sudah begini, Endang cepat-cepat pulang ke
kampung, sebagaimana juga dilakukan oleh 3000 orang
rekan-rekannya yang berada di Priok.
Satu kali Endang merasa tubuhnya gawat. Ia ambil langkah mudik.
Tapi sampai di Bogor, perasaannya mendingan. Namun ia teruskan
juga perjalanannya. Sampai di Bandung tiba-tiba saja geringnya
musnah. Ia merasa keras dan girang kembali. Jakarta, yang semula
terasa sebagai neraka, tiba-tiba kembali memanggil. Sebagai
seorang yang gemar lagu-lagu Kus Plus yang menyanyikan
Jakarta: " . . . ke Jakarta aku kan kembali, walau apapun yang
terjadi . . .", Endang segera membatalkan niat mudik. Balik ke
Jakarta untuk mengumpulkan duit. Mengambil Rp 1 ribu untuk
setiap 1 stel baik dari rumah kampung maupun rumah gedongan.
Jangan disangka rumah gedongan lebih subur dari rumah kampung
--dari segi ekonomi tukang kasur. Satu kali Endang pernah
nyap-nyap. Ia dapat pesanan dari penghuni gedung mewah yang
punya mobil mahal dan peralatan lux. Melihat suasana rumahnya
saja Endang sudah ngeri, apalagi pemilikllya tampak garang.
Jepang Kecil berusaha bekerja dengan hati-hati sekali. Sementara
diam-diam dalam hatinya muncul harapan: barangkali akan dapat
tip lumayan. Ia bekerja tekun, rapih dan berharap.
Toh sampai tengah hari tak ada yang mengulurkan sedikit air teh
atau air putih kepadanya. Selesai bekerja, Endang masih berusaha
memberi servis memuaskan dengan menolong membersihkan rumah dari
kapok-kapok yang belepotan. Tapi waktu ia minta tolong
diambilkan sapu pada anak juragan, tuan kecil itu membentak:
"Eh, abang kok berani-berani suruh saya!" Hati Endang langsung
mengkeret, karena sakil. Lebih kacau lagi, tatkala pemhayaran
ditunda baru akan dibayar sore harinya itu pun kalau nyonya
narik arisan. "Orang gedongan kok gitu !"
Tukang Kasur asal Garut itu cepat putar akal. Ia sambar sepeda
motor kakaknya. Dipakainya pula pakaian yang paling keren.
Dengan gagahnya kemudian ia muncul: menagih hutang. Di depan
rumah juragan itu, ia tidak langsung turun tapi membunyikan
klakson. Tuan kecil muncul, menegurnya dengan sopan: "Mencari
siapa Oom?" Tapi dasar dari udik, hati Endang luruh lagi: tak
sampai hati marah-marah seperti yang direncanakannya. Dengan
baik-baik ia mengutarakan maksudnya. Endang Permana ini
tiba-tiba pula dijamu oleh juragan dengan sopan santun. Diberi
segelas susu dan rokok Dunhill. Uang pun langsung diterimanya,
karena nyonya rumah memang dapat tarikan arisan. Adegan ini
ditutup Endang dengan komentar: "Yah, semua itu gara-gara motor
pinjaman".
Nyonya Sok
Pada kesempatan lain, Endang dapat panggian seorang nyonya
rumah yang cantik. Waktu sudah menunjukkan pukul 3. Endang
menyanggupi akan menggarap kasur sekitar satu sampai satu
setengah jam. Nyonya cantik yang rupanya tinggal sendirian itu
kelihatan sangsi: apa nanti tidak kesorean. Entah bagaimana
seorang tetangga nyeletuk: 'Ala, tidur saja di situ kan nggak
apa-apa ya Bang!" Waktu itu hati Endang jadi ketar-ketir. Tapi
nyonya itu cepat melabrak: "Ya tidur di kandang dengan ayam
saya!" Endang yang rupanya punya harga diri langsung sakit hati.
Timbul niat membalas penghinaan itu.
Tukang kasur itu mulai memakai "ilmu" yang pernah dipelajarinya.
Ia memang pemah mempelajari ilmu yang disebut Batalarasera
sebagai bekal merantau. Gurunya orang Cirebon yang sudah
meninggal. Ilmu ini bisa dipergunakan untuk jarak jauh
sekalipun. Misalnya menurut pengakuannya, ia bisa membuat orang
terbakar hanya dengan tiupan lewat medium: koran yang
dikuwel-kuwel. Nah, dengan ilmu ini. Endang mulai berkonsentrasi
sambil membaca rapal untuk menjatuhkan nyonya cantik yang sok
itu.
Tak berapa lama kemudian ada perubahan. Muka nyonya yang semula
merenggut, mulai senyum-senyum. Lalu mulai menatap wajah Endang.
Menata jam Seiko di tangan Endang, dan kalung emas berbobot 20
gram di leher Endang. Semua dilakukannya dengan penuh perasaan.
Bahkan ia menawarkan Endang untuk mandi -- pakai sabun dan odol
sesudah pekerjaan selesai. Tidak itu saja. Endang dimintanya
membantu mengangkat kasur ke kamar. Ini sudah mulai berbahaya.
Hati Endang mulai kembang-kempis. Nyonya itupun langsung saja
mencoba berbaring merasakan kasurnya yang baru. Di sini Endang
mulai deg-degan. Ia menatap dengan bengong. Nah. Kebengongannya
inilah rupanya yang melunturkan kekuatan ilmu itu. Tiba-tiba
saja - plak! - tangan nyonya cantik itu mendarat di pipi Jepang
kecil ini. Endang kemudian cepat-cepat pergi.
Juara MTQ Internasional
Tapi jangan menyangka tukang kasur semuanya punya ilmu seperti
Endang. Bekas pemain gambus ini memang spesial. Ia tukang kasur
yang romantis. Meskipun ilmu kebatinannya melarang ia untuk
kontak secara hitam dengan kaum wanita, ia sendiri punya buku
harian yang mengagumkan. "Buku harian saya bertumpuk coretan di
masa pacaran. Pacar saya memang banyak. 57 orang gadis pernah
saya pacari," kata Endang dengan tenang. "Yah, ini mungkin
penyakit turunan. Bapak saya kawinnya juga sampai 10 kali."
Dengan suksesnya di bidang pacar sekiranya ini benar - tidak
berarti tukang kasur ini tak pernah digerayangi kejadian yang
mengerikan, sebagaimana dialami tukang kasur biasa. Dalam
kehidupan tukang kasur memang ada juga kcbiasaan memberi hutang
kepada pemesan. Satu kali Endang ketemu dengan pemesan yang
sadis. Begitu jatuh waktu penagihan, Endang Permana datang.
Tapi apa yang kemudian diterimanya'? Bukannya uang, tapi sebuah
belati langsung menempel di lambung kiri. Keadaan Endang kritis
- untung ia ingat pesan gurunya: "Jangan melawan kalau masih
ada kesempatan untuk menghindar." Tapi anehnya, tak berapa lama
kemudian penodong itu jatuh dengan sendirinya. Ia tidak mampu
berbuat apa-apa, malahan mencium kaki Endang, katanya.
Akibatnya dahsyat. Sejak itu nama Endang tersohor.
Pencoleng-pencoleng Priok sampai ke Senen pada angkat topi kalau
mereka lagi pakai topi.
"Makanya jangan suka nggodain tukang kasur," kata Endang kepada
TEMPO. "Tukang-tukang kasur sangat kompak, melebihi ABRI. Siapa
yang mengganggu pasti celaka. Mereka bisa babak belur dan kalau
nasib sial rumah pengganggu bisa dibakar." Pesan yang kedengaran
tak kalah sadisnya ini diucapkannya sebelum bulan Rajab. Kini
Endang tukang kasur yang pandai ini, mungkin sudah mengikat
bahtera hidupnya bersama seorang gadis Tasikmalaya. Setelah
menikah ia masih punya cita-cita lain. "Saya pungin mengikuti
MTQ Tingkat Internasional, sekalian bisa ikut naik haji." Siapa
mengira, tahun 1975 ia pernah jadi juara MTQ Tingkat Tsanawiyah
dan tahun berikutnya juara II, di Garut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini