Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wilayah Pantai Barat Honshu, Jepang diguncang gempa tektonik dengan parameter update bermagnitudo M7,4. Gempa tersebut membuat beberapa jalan raya roboh dan berpotensi tsunami di Prefektur Ishikawa, Jepang. Gempa terjadi pada Senin 1 Januari 2024 sekira pukul 14.10.15 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan update video gempa yang beredar di dunia maya, tampak jalan raya di jepang runtuh sebagian. Tanah di jalan tersebut seperti runtuh dan menciptakan jurang dangkal. Beberapa rumah juga tampak roboh, namun tidak terlalu banyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jepang memang dikenal sebagai negara yang mempunyai teknologi canggih serta kemajuan di bidang keilmuannya. Jepang terletak di area Cincin Api Pasifik, jalur ini membuat negara tersebut sering diguncang gempa. Berdasarkan data Badan Meteorologi Jepang, tercatat hampir 5000 gempa kecil terjadi di Jepang setiap tahunnya.
Akibat sering terjadi gempa, perumahan di Jepang didesain khusus untuk mampu menahan dan menghadapi bencana tersebut. Sebab ini pula dampak kerugian material tidak terlalu banyak saat terjadi gempa di Jepang.
Pemerintah Jepang bahkan telah membuat undang-undang khusus untuk mengatur rumah-rumah dan bangunan lain agar dibangun sesuai standar gempa. Di Tokyo, dilaporkan hampir 87 persen bangunan mampu menahan gempa bumi termasuk bangunan pencakar langit sekalipun.
Bagaimana Rumah Tahan Gempa di Jepang?
Melansir situs resmi Universitas Tokyo, ada tiga prinsip dari konstruksi bangunan di Jepang agar tahan gempa, antara lain struktur dengan sistem anti seismik, redaman, dan struktur seismik terisolasi.
Pada struktur anti seismik, terdapat beberapa elemen yang memberikan kekuatan bangunan terhadap guncangan gempa. Perlu dilakukan pertimbangan cermat untuk meningkatkan ketahanan deformasi–perubahan bentuk atau ukuran dari sebuah objek–bangunan sehingga terhindar dari kerusakan fatal.
Sementara struktur bangunan dengan sistem redaman dirancang untuk menyerap energi seismik melalui deformasi substansial. Penyerapan yang efisien dipastikan dengan penggunaan bahan viskoelastik yang memiliki karakteristik penyerapan energi tinggi.
Dalam struktur isolasi seismik, lapisan isolasi dimasukkan antara tanah dan struktur untuk mengurangi efek gerakan tanah. Lapisan ini yaitu sebuah bantalan atau peredam kejut yang dapat berupa blok karet dengan ketebalan sekitar 30-50 cm. Di mana pun kolom bangunan turun ke fondasi, mereka duduk di atas bantalan karet ini. Adanya peredam gerak ini memungkinkan bangunan tinggi dapat menahan guncangan gempa.
Sementara itu, mengutip situs American Society of Mechanical Engineers atau ASME, menyebutkan bahwa gempa tidak membunuh manusia. Namun rumah-rumah penduduk yang tidak tahan gempa yang menyebabkan korban jiwa.
ASME meyakini bahwa ide rumah tahan gempa yang dikembangkan oleh perusahaan Jepang Air Danshin sangat membantu untuk mengatasi masalah kebencanaan yang kerap terjadi di Jepang. Salah satu penemu produk rumah tahan gempa itu adalah Shoichi Sakamoto. Ia mendesain rumah untuk lebih stabil dan berada di atas kantung udara yang kempes.
Saat sensor merasakan getaran, sensor akan menyalakan kompresor dalam hitungan detik. Kompresor memeras udara ke dalam kantung lalu menggabungkannya dalam beberapa detik. Pada akhirnya mengangkat seluruh rumah sejauh tiga sentimeter dari pondasi beton yang diharapkan mampu menahan gempa.
Pilihan Editor: Mengenal Sesar Cileunyi-Tanjungsari Penyebab Gempa Sumedang, Berada di Cekungan Bandung
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.