Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Bromo di Jawa Timur meletus Jumat, 19 Juli 2019 pukul 16.37 WIB. Namun tinggi kolom abunya tidak teramati petugas di pos pemantauan. Lantas bagaimana nasib wisatawan pasca letusan itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan, aktivitas vulkanik masih fluktuatif tetapi sudah mereda hingga Sabtu pagi, 20 Juli 2019. Menurutnya Gunung Bromo sejauh ini masih aman untuk wisatawan. “Tidak usah ke dalam area dalam radius 1 kilometer dari kawah,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu Kasbani meminta wisatawan dan warga sekitar untuk menyiapkan masker guna mengantisipasi jika ada abu vulkanik. Gunung yang menjadi tujuan wisata itu meletus Jumat sore dan terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 37 mm dan durasi sekitar 7 menit 14 detik.
Saat ini Gunung Bromo berada pada status level II (Waspada). PVMB merekomendasikan agar masyarakat di sekitar gunung, pengujung, wisatawan, atau pendaki tidak memasuki kawasan dalam radius 1 kilometer dari kawah aktif Gunung Bromo.
Selain itu ada fenomena lain yang muncul yaitu banjir lumpur di kawasan dasar kaldera Tengger – Gunung Bromo setelah letusan. Kejadian banjir menurut Kasabani akibat hujan yang terjadi di sekitar kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo.
Morfologi kaldera Tengger merupakan topografi rendah yang dikelilingi oleh perbukitan. Sehingga jika terjadi hujan, kata Kasbani, aliran air akan bergerak ke arah dasar kaldera. Adapun endapan batuan di sekitar perbukitan kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo umumnya terdiri dari produk jatuhan yang bersifat lepas, sehingga akan mudah tergerus oleh air hujan.
Aliran banjir berasal dari sisi barat daya lereng Gunung Bromo lalu memutari Gunung Batok ke arah barat. Getaran banjir itu ikut terekam di seismograph dengan amplitudo maksimum 1 mm dan lama gempa 3 menit 20 detik.
ANWAR SISWADI