Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mengembalikan sejumlah sebutan kawasan di Bromo kembali menggunakan nama lokal sesuai budaya masyarakat adat Tengger. Hamparan padang sabana Bukit Teletubies dikembalikan menjadi Lembah Watangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan sejarah kawasan, dataran rendah ini awalnya ditumbuhi pepohonan vegetasi asli Tengger. Namun, pepohonan akhirnya roboh dengan sendirinya. Banyaknya pohon atau watang yang roboh di lokasi tersebut sehingga dinamakan Lembah Watangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Pengembalian nama) sesuai kesepakatan bersama Romo Dukun dan tokoh masyarakat Tengger,” kata juru bicara Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani.
Asal-usul nama asli
Mereka bersepakat mengembalikan sejumlah spot wisata di kawasan TNBTS dengan nama lokal. Pengembalian nama lokal ini, katanya, sebagai wujud pelestarian adat dan budaya Tengger. Bukit Cinta dikembalikan dengan aslinya, Lemah Pasar atau Pasar Agung yang merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan upacara.
Sedangkan Bukit Kingkong dikembalikan menjadi Bukit Kedaluh. Berasal dari bahasa sansekerta, "kada" dan "luh". "Kada" artinya merindukan dan "luh" artinya pemberi hujan atau Dewa Indra. Jadi, Kadaluh artinya merindukan pemberi hujan atau Dewa Indra. Masyarakat adat Tengger berharap diberi kesuburan untuk wilayah Tengger. Masyarakat Tengger saat ini mengenalnya dengan nama Kedaluh.
Usaha mengembalikan nama lokal tengger di sejumlah lokasi wisata di TNBTS dilaksanakan usai upacara peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79 di laut pasir Bromo. Upacara ini ditandai dengan pembacaan deklarasi oleh Kartono dan penandatanganan oleh Plt. Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Romo Dukun Tengger, dan tokoh masyarakat Tengger. Septi mengimbau seluruh instansi pemerintah, media dan pelaku jasa wisata turut menggunakan nama lokal tersebut.