SEBAGAIMANA diketahui, di dasar samudra tersimpan bijih mangaan dalam bentuk gumpalan seperti kentang. Tiap gumpalan rata-rata mengandung 28% mangaan, 14% nikel, 1,2% tembaga, dan 0,25% kobalt. Gumpalan itu bertumpuk-tumpuk di dasar lautan dengan kedalaman, rata-rata, 3.000 meter. Hamparan yang kaya mangaan terletak di Lautan Teduh - sebelah utara Khatulistiwa, antara Baja (California) dan Hawaii. "Kentang-kentang" mangaan itu memang merupakan harta karun tidak ternilai. Tetapi, bagaimana mengambilnya dari laut sedalam itu, dan kemudian mengangkatnya ke darat secara ekonomis? Selain itu, ada beberapa aktor yang membuat para penguasa AS ragu-ragu terjun ke laut menambang "kentang" mangaan tersebut. Misalnya, harga logam yang tidak menentu, bahkan untuk beberapa jenis logam menunjukkan penurunan. Kemudian, belum ada hukum internasional yang menentukan pemilik sah harta karun itu. Terakhir, belum ditandatanganinya Perjanjian Hukum Laut Internasional oleh presiden Amerika Serikat Ronald Reagan. Pada 1970-an memang terlihat kesibukan di kalangan perusahaan multinasional dalam perencanaan dan pengerahan modal untuk maksud tersebut. Salah satu perusahaan yang bernafsu melakukan penambangan itu ialah Kennecott, yang bahkan sempat membentuk konsorsium dengan beberapa perusahaan lain. Namun, langkah-langkah nyata selalu tertunda. Tadinya, diperkirakan, pada sekitar 1990-an sudah terlihat tindakan nyata. Buktinya, sampai sekarang belum tampak isyarat pasti, meski rencana itu sendiri tidak pernah dipetieskan. Masalah pokoknya ialah bagaimana menemukan teknologi yang bisa membuat operasi itu ekonomis. Pertama, di bidang eksplorasi, kemudian di bidang penambangan secara aktual. Teknik Eksplorasi yang dipikirkan, antara lain, pengeboran biasa, menyeret perangkap laut seperti halnya pukat harimau, dan teknik sonar yang kini lazim dipakai memetakan daerah retakan di dasar samudra. Lalu, bagaimana mengangkut "kentang-kentang" mangaan itu ke permukaan? Dengan kedalaman tiga kilometer, hal itu bukan pekerjaan gampang. Seorang ahli menxamsalkan pekerjaan itu dengan usaha seorang anak menyedot butir-butir pasir di trotoar, menggunakan sedotan minuman, dari puncak gedung jangkung Empire State Building, New York. Salah satu cara yang dipikirkan menambang mangaan itu ialah dengan sistem kapai keruk - seperti kini digunakan mengeruk bijih timah di lepas pantai Pulau Bangka dan Belitung. Dalam sistem itu digunakan simpulan kabel yang berputar, dan ditarik di dasar laut. Ember-ember yang terikat pada kabel itu akan mengikis "kentang-kentang" mangaan dari dasar laut, dan memindahkannya ke kapal. Tetapi, sudah tentu, gambaran ini merupakan penyederhanaan yang sangat ekstrem. Pekerjaan sesungguhnya sangat rumit dan menuntut biava besar. Cara lain ialah menggunakan pengisap hidrolis - seperti vacuum cleaner yang bisa digunakan di rumah tangga untuk mengisap debu. Ukurannya sudah tentu raksasa. "Kentang-kentang" mangaan itu diisap melalui pipa-pipa berukuran 12 inci atau lebih, dan beratnya dapat mencapai beberapa ribu ton, jika panjangnya sekitar 4,5 km. Alat pengisap bisa berupa pompa sentrifugal dalam air, atau udara yang ditekan. Dengan pompa pertama, diciptakan arus air yang kuat, sehingga mampu mengangkut "kentang" ke pipa. Dengan pompa pengangkat udara, aliran air diciptakan dengan menginjeksikan udara padat kira-kira pada sepertiga bagian pipa di sebelah bawah. Gelembung-gelembung yang terbentuk secara cepat dengan mudah mengisap "kentang" itu ke dalam pipa. Semua gambaran itu masih bersifat teoretis. Sampai sekarang, teknik yang sesungguhnya dan diperkirakan benar-benar efektif dan ekonomis, belum juga kunjung diujicobakan. M. T. Zen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini