Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Heboh Beras Plastik, Pakar di UGM Jelaskan Mengapa Nasi Bisa Memantul

Wakil Ketua Pusat Halal UGM Nanung Danar Dono menyebut informasi yang beredar di media sosial terkait peredaran beras plastik adalah hoaks.

11 Oktober 2023 | 20.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Biji plastik di temukan warga penerima bantuan pangan non-tunai (BPNT) di Kecamatan Bojongpicung, Cianjur, Jawa Barat, bahkan hal yang sama juga kembali dilaporkan keluarga penerima manfaat di Kecamatan Cilaku. ANTARA/Ahmad Fikri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Pusat Halal Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono menyebut informasi yang beredar di media sosial terkait peredaran beras plastik adalah hoaks. Nanung mengatakan manakala informasi itu benar maka saat beras dari plastik dikukus mustahil bisa mengembang atau berubah wujud menjadi nasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jika memang benar ada, maka saat dipanaskan ia hanya akan berubah menjadi beras plastik panas, bukan berubah menjadi nasi," ujarnya pada Rabu, 11 Oktober 2023 dilansir dari situs UGM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan polimer plastik saat dipanaskan atau dikukus hanya akan berubah menjadi plastik panas, bahkan jika terlalu panas akan mengkerut bukan malah mengembang.

Nanung menyampaikan jika ada orang yang membuat video menggenggam nasi lantas dibentuk bola padat lalu bisa memantul saat dilempar, maka hal itu bukan berarti mengindikasikan nasi tersebut terbuat dari plastik.

Menurut dia, hal tersebut mengindikasikan bahwa nasi memiliki kandungan non-starch polysaccharides (NSP) atau karbohidrat non-patinya tinggi.

Hal serupa juga dapat terjadi terutama pada jenis beras yang memiliki kandungan amilopektin dan amilosa tinggi semacam beras ketan atau glutten rice atau stiky rice.

"Itulah sebabnya mengapa lemper itu saat digigit sangat liat berbeda dengan arem-arem yang terbuat dari beras biasa," kata dia.

Nanung menjelaskan industri nasi palsu, telur palsu, ikan (tempura) palsu, kobis palsu, sayur palsu sesungguhnya memang ada di Jepang dan di Cina.

Meski begitu, lanjut dia, produk-produk tersebut sebatas sebagai bahan displai menu masakan di depan restoran siap saji dan bukan untuk dikonsumsi.

Di Jepang, Cina atau Thailand banyak ditemui restoran yang memajang menu masakannya dengan produk-produk semacam itu.

"Sekali lagi, itu sekadar untuk contoh berbagai menu yang dijual, bukan untuk dikonsumsi pembelinya," kata dia.

Oleh karena itu, Nanung Danar Dono meminta netizen membiasakan diri mencari klarifikasi kebenaran sebuah berita yang sedang viral di media sosial serta tidak terburu-buru menyebarkannya.

"Ini penting agar kita tidak membuat gaduh dan tidak ikut menyebarkan kebohongan ke publik (masyarakat). Mestinya pantang bagi kita membuat atau ikut-ikutan menyebarkan berita bohong di media sosial, atau dimana pun kita berada," kata dia.

Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus