Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Pelayanan Medis, Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Universitas Airlangga (Unair) Nusdianto Triakoso MP mengatakan hewan ternak seperti sapi dan kerbau berisiko mengalami berbagai macam penyakit, salah satunya yang dikenal dengan nama penyakit ngorok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nusdianto, penyakit itu sempat menyerang ratusan ekor ternak di Sumatera Selatan beberapa waktu lalu. Akibatnya, ratusan sapi dan kerbau yang terserang penyakit ini mati mendadak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan bahwa penyakit ngorok terjadi akibat bakteri. “Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang bernama Pasteurella multocida. Penyakit ini secara medis disebut Septicaemia epizootica, jadi penyebabnya bukan virus,” kata Nusdianto melalui keterengan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.
Ia menyebutkan bakteri itu menyerang saluran pernapasan pada hewan ternak. Hal itu yang menyebabkan penyakit itu terkenal dengan nama penyakit ngorok. Tidak hanya pada sistem pernapasan, penyakit itu dapat menyerang sistem lain seperti sistem pencernaan.
Wakil Direktur Pelayanan Medis, Pendidikan, dan Penelitian Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga (UNAIR) Nusdianto Triakoso. Dok. Humas Unair
Penyakit itu juga dikenal sebagai Septicaemia hemorrhagica dan bisa menyebabkan pendarahan pada ternak. “Bakteri itu pada sapi atau kerbau menyerang pada saluran napas, selain itu juga menyerang pada organ organ lain. Seluruh bagian dari tubuh ternak bisa terserang penyakit ini, bisa menimbulkan pendarahan seperti pada sistem pencernaan, bawah kulit, hingga saluran napas,” ujarnya.
Gejala Penyakit Ngorok
Nusdianto mengungkapkan bahwa gejala yang bisa terjadi adalah bunyi pernapasan ngorok pada hewan ternak. Namun, gejala pada hewan ternak yang mengalami penyakit ini cenderung berbeda. “Ada ternak yang mengalami penyakit ini tapi serangannya akut dan sangat cepat. Jadi tidak ada gejala ciri yang khas, tapi tiba-tiba bisa jadi ternaknya mati mendadak,” ungkap Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair ini.
Gejala bunyi pernapasan ngorok dapat terjadi saat hewan ternak beraktivitas. Hal itu diakibatkan adanya lendir pada saluran pernapasan akibat proses peradangan. Penyakit itu sudah tersebar di seluruh daerah di Indonesia, sehingga penyakit ini merupakan penyakit endemis. Setiap tahun ada laporan mengenai kasus ini, tetapi jumlah kejadiannya tidak terlalu banyak. Namun beberapa kondisi menyebabkan kejadian penyakit sangat tinggi.
Pencegahan Penyakit Ngorok
Bakteri yang menyebabkan penyakit ngorok itu terdiri dari berbagai subtipe. Namun, bakteri yang menyerang kerbau dan sapi merupakan bakteri dengan subtipe B2 dan tidak menular pada manusia. Penyakit ngorok menjadi salah satu penyakit menular strategis di Indonesia. Salah satu upaya yang mencegahnya adalah vaksinasi.
Peternak bisa mendapatkan vaksin ini secara gratis. “Setiap kabupaten, kota, hingga kecamatan tersedia Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan). Vaksinasinya sekali dalam setahun. Masyarakat bisa menghubungi dokter hewan terdekat. Vaksin bertujuan untuk memberikan kekebalan pada hewan ternak,” ujarnya.
Selain itu, Nusdianto berpesan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan ternak. Jika ternak sakit segera menghubungi dokter hewan atau Puskeswan terdekat. “Perhatikan kesehatan ternak secara umum, tidak kekurangan makan, tidak stres, tidak kedinginan agar daya tahan tubuhnya baik. Kalau ternak tidak sehat segera hubungi dokter hewan terdekat,” ujarnya.
Pilihan Editor: Dosen FKUI Raih Penghargaan Best Paper pada Kongres Obstetri dan Ginekologi di Jepang