Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Legislasi dan Advokasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ari Kusuma Januarto, mengatakan ada risiko tersendiri di balik aborsi. Meski tindakan medis pengguguran kandungan ini sudah dipayungi oleh hukum, dokter akan tetap berupaya menekan risiko tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Aborsi ini dilakukan untuk mengosongkan rahim. Apakah memungkinkan untuk bisa hamil lagi? Bisa hamil dan bisa tidak, karena ini risiko," kata Ari dalam konferensi pers daring, Jumat, 2 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, beleid pelaksana Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pada 26 Juli lalu. Salah satu isinya menyangkut praktik aborsi bersyarat.
Pasal 120 PP Nomor 28 Tahun 2024 tersebut menyebutkan dokter bisa melayani aborsi terkait kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lainnya. Pasal 122 ayat 1 PP yang sama juga menyebut layanan hanya dibuka bila ada persetujuan dari perempuan hamil, serta persetujuan suami, kecuali untuk korban tindak pidana perkosaan.
Menurut Ari, pengangkatan janin harus melalui sederet tindakan medis terukur dan teruji. Dia memastikan dokter selalu berusaha meminimalisir risiko kesehatan pada inidvidu yang menjalani prosedur tersebut.
Dia turut mengomentari fenomena aborsi lewat dukun beranak yang terjadi di banyak wilayah di Indonesia Praktik tersebut disebut berisiko sangat tinggi, imbas peralatan yang terbatas. Para anggota IDI, kata Ari, sudah menggelar sosialisasi, bahkan mengajak para dukun beranak di desa-desa untuk berkolaborasi dengan dokter.
"Mereka kita ajak dan kita latih. Karena ini kan soal budaya, jadi susah dihapuskan," ucap Ari.
Risiko Aborsi
Salah satu risiko terbesar aborsi adalah pendarahan fatal setelah tindakan medisnya. Ada pula risiko infeksi akibat alat atau perilaku pasien yang tidak menjaga kebersihan.
Menurut Ari, aborsi juga bisa menimbulkan dampak trauma terhadap pasien. Di Indonesia, layanan aborsi sering dicari oleh perempuan korban pemerkosaan. “Bisa dipastikan akan ada trauma dalam diri mereka, sehingga penting untuk dibarengi oleh terapi psikologis,” ucapnya.